Jumat, 21 Desember 2012

MENGENALKAN AGAMA PADA ANAK

Mengenalkan ajaran agama dan menanamkan benih-benih keimanan di hati sang anak pada usia dini seperti ini sangat penting sebagai pondasi kehidupan beragamanya kelak. Anak di usianya dini tertarik untuk meniru semua tindak-tanduk ayah ibunya, termasuk yang menyangkut masalah beribadah. Sebagaimana pendapat Dr Spock yaitu, “Yang mendasari keimanan anak kepada Allah dan kecintaannya pada Tuhan Yang Maha Pencipta sama dengan apa yang mendasari kedua orang tuanya untuk beriman kepada Allah dan mencintai-Nya.”Mengenalkan ajaran agama kepada anak usia dini harus disesuaikan dengan perkembangan aspek-aspek psikologisnya, diantaranya perkembangan kemampuan berpikir (kognisinya).
Menurut Jean Piaget (seorang Psikolog dari Perancis), semua anak memiliki pola perkembangan kognisi yang sama, yaitu melalui empat tahapan : Sensori – Motor, Pra – Operasional, Konkret – Operasional dan Formal Operasional. Perkembangan kognisi anak usia dini (2-7 tahun) berada pada tahapan berpikir “Pra operasional”. Tahap Pra Operasional adalah tahap dimana anak tidak dapat memahami sesuatu tanpa dipraktekkan terlebih dahulu (Piaget, 1970).
Sejalan dengan pendapat Piaget, Jean Jacques Rousseau, mengatakan bahwa, “Anak usia dini belajar melalui aktivitas fisiknya.” Dengan kata lain, untuk mengenalkan ajaran agama kepada anak usia dini, haruslah dengan cara memberikan kesempatan kepadanya untuk mempraktekkan apa yang kita katakan, dengan cara memberikan contoh kepada anak bagaimana melakukannya.
Contoh Datangnya bulan Ramadhan, tentulah membawa perubahan rutinitas di setiap rumah para umat Islam, diantaranya perubahan pada waktu makan, serta adanya kegiatan sholat berjamaah yang biasanya dilakukan di mesjid seusai sholat Isya, yaitu sholat tarawih dan witir serta ibadah-ibadah lainnya. Perubahan rutinitas hidup sehari-hari yang tersebut, tentu bukanlah hal yang baru, bagi setiap anggota keluarga muslim yang selama sebulan penuh dalam setahun melaksanakan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan. Namun lain halnya bila, perubahan tersebut baru dirasakan oleh anak kita yang tergolong usia dini.
Sejalan dengan perkembangan usianya, anak usia dini dapat menilai situasi di lingkungan sekeliling terutama lingkungan keluarganya. Perubahan yang terjadi di bulan Ramadhan yang dirasakan anak, terutama perubahan pada waktu makan dan aturan tidak boleh makan dan minum di siang hari sampai menunggu adzan maghrib, tentu akan membingungkan mereka. Apalagi bila tidak ada penjelasan dan bimbingan dari orang tua sebelumnya mengenai situasi tersebut. Disinilah pentingnya kesadaran para orang tua dan anggota keluarga lainnya untuk mengoptimalkan keberkahan di bulan suci Ramadhan. Yaitu selain untuk melipat gandakan amal ibadahnya, namun juga memanfaatkannya sebagai momen berharga untuk menanamkan keimanan, mengenalkan dan mengajari nilai-nilai agama pada anak, salah satunya melalui aktivitas berpuasa.
Anak usia dini umumnya berperilaku dengan mencontoh atau meniru model orang dewasa yang dilihatnya. Dengan melihat keteladanan yang dicontohkan oleh orang tuanya, misalnya keteladanan dalam hal bersahur, berpuasa dan berbuka puasa, anak akan meniru melakukan apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Orang tua, hendaknya memberi contoh teladan beribadah disertai dengan ajakan untuk bersama-sama melakukannya.
Pendidikan agama sejak dini juga menciptakan anak memahami segala bentuk perbedaan dari setiap agama yang ada. Juga menjadikan anak memahami bahwa setiap agama tidak mengajarkan sesuatu yang negatif. Jangankan berlainan agama terkadang satu agamapun banyak kita temui tentang pemahaman agama dan cara pandang yang berbeda. Mengapa pula kita tidak melihat semua perbedaan itu menjadi keragaman yang indah, dan menjelaskan kepada para penerus atau anak anak kita bahwa perbedaan itu adalah indah.
Memperkenalkan Agama pada Anak Melalui Sebuah Metode
Orangtua manapun pasti akan berusaha melindungi keluarga dan anak-anaknya dari pengaruh negatif informasi atau budaya luar. Satu-satunya cara untuk melindungi memang hanya dengan pemahaman agama dan iman yang kuat. Apalagi kalau benteng iman dibangun dengan pondasi yang kuat sejak dini. Karena sekuat apapun usaha orangtua mengawasi anak tetap tidak bisa 24 jam penuh, Apalagi orang tua juga bekerja.
Metode khusus untuk mengenalkan agama pada anak sejak usia dini yang paling tepat adalah dengan cara bermain bersama ketika hendak menperkenalkan hal-hal yang lain. Perlu disadari, belajar untuk anak usia dini cara yang paling tepat adalah dengan bermain, karena dalam bermain sebenarnya terkandung proses belajar. Untuk pengenalan agama sebaiknya lebih banyak ditekankan pada masalah akhlak dan etika didahulukan. Mulai dari nilai-nilai dasar dalam kehidupan sehari-hari, seperti kejujuran, sayang sesama, sabar, memaafkan, bersyukur, dan sebagainya. Untuk syariah dan tauhid, kelak seiring dengan pertambahan usia dan perkembangan pengetahuannya bisa secara bertahap dikenalkan.

Cara Mengenalkan Agama:
  • Kenalkan Tuhan YME pada si kecil lewat ciptaan-Nya, seperti burung yang cantik, bunga yang bewarn-warni, kupu-kupu, termasuk tubuh kita. Niscaya anak akan lebih mudah memahaminya.
  • Katakan pada anak, kalau ia harus bersyukur memiliki hidung, jadi kita bisa mencium bau-bauan. Memiliki mata untuk melihat.
  • Kenalkan pada anak tentang sifat-sifat Tuhan. Misalnya maha pemurah, penyayang, pengasih, dllnya.
  • Selain hal di atas, anak juga harus dilatih untuk memiliki budi pekerti yang baik, hormat pada orang tua, sayang terhadap sesama dan bersyukur.
  • Ajarkan pada anak bersikap baik terhadap dirinya sendiri, seperti menjaga kebersihan. Kalau selesai buang air kecil, ajarkan untuk slalu disiram dan dibersihkan.. Katakan kalau Tuhan mencintai kebersihan.
  • Ajak anak ke rumah ibadah sesuai dengan agama yang dianut.
·         Itulah sebabnya pendidikan toleransi menjadi agenda mendesak saat ini. Para siswa atau anak didik harus dijarkan tentang pentingnya keberagaman dan perbedaan. Ini karena menjaga dan melestarikan keberagaman dalam (hidup) kebersamaan sangat efektif dimulai sejak dini, yakni dari sekolah.
·         Sekolah menjadi lembaga publik yang (sangat) tepat untuk menjelaskan apa makna dan pentingnya kemajemukan dan tenggang rasa antarsesama. Ini karena di sekolahlah pola pikir sekaligus pola interaksi anak yang tidak seragam (heterogen) itu mulai hadir dan terbentuk.
·         Sekolah dengan demikian menjadi “ruang strategis” untuk membentuk mental atau bagi tumbuhnya watak keberagaman yang kuat.
·         Dalam praktiknya, pendidikan toleransi ini tidak hanya dapat digerakkan oleh guru, tapi juga pengelola sekolah dengan cara memanfaatkan segala fasilitas dan media yang ada—seperti dinding sekolah—untuk ditempel gambar berbagai tempat ibadah semua agama di Indonesia, pakaian adat, rumah adat, kesenian daerah, serta simbol-simbol keberagaman lain yang merupakan kekayaan negeri.
·         Hal ini amat penting karena mengenalkan beragam perbedaan dengan mengembangkan sikap toleransi “melalui gambar” bisa lebih cepat ditangkap (mengena) oleh seorang anak.
·         Ini karena nilai-nilai menghargai dan menghormati perbedaan itu pada gilirannya akan teresap dalam jiwa dan batin anak ketika nanti mereka tumbuh dewasa. Mereka pun akan tumbuh menjadi insan-insan yang memiliki pola pikir inklusif dan toleran.
·         Tentu saja selain di sekolah, tiga ranah yang berperan penting untuk mengajarkan pendidikan toleransi adalah lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan negara. Pada lingkungan keluarga, seorang ayah dan ibu tentu memiliki peranan penting.
·         Setiap orang tua harus sebisa mungkin mengenalkan anak kesayangannya pada perbedaan-perbedaan sekitar dan mengajak mereka untuk terbiasa menghormati kepada sesama meskipun berbeda agama, ras, suku, dan golongan.
·         Sementara dalam konteks lingkungan masyarakat, para tokoh masyarakat dan ulama sekitar harus mengajak dan terus berupaya menciptakan sistem kehidupan yang rukun. Caranya adalah mereka—tokoh masyarakat dan ulama setempat—harus memberikan teladan tentang perilaku toleran.
Dengan cara bermain                                                                                  
Memperkenalkan Allah, memperkenalkan agama Islam pada anak usia dini untuk tahap pertama, sebaiknya dilakukan dengan cara bermain, dengan cara yang menyenangkan. Game, film, buku cerita, lagu atau media lain yang di era sekarang cukup banyak tersedia bisa digunakan sebagai alat bantu. Memperkenalkan Allah pada balita harus disesuaikan dengan umurnya. Cara menyenangkan lebih mudah diterima dan dipahami oleh anak. Buat se-fun mungkin, biar anak semangat untuk mempelajarinya Misalkan mengenalkan nilai-nilai moral agama lewat permainan ular tangga dll, yang suka bukan cuma anaknya, orangtuanya juga.
Gunakan bahasa yang sederhana                                                            
Sebaiknya ketika mengenalkan agama pada anak gunakan bahasa atau kalimat yang mudah dipahami. Mulai dari contoh sederhana menggunakan contoh dari hal-hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan bisa dilihat anak akan semakin memudahkan anak belajar tentang agama. Kita bisa mengenalkan keberadaan Allah lewat benda-benda yang ada disekitar kita seperti air, pohon, binatang, mama dan papa, tanah, hujan, matahari, pelangi, sayur, buah, beras dsb. Jelaskan pada anak bahwa semua yang ada disekitar kita ada yang menciptakan dan kita wajib berdoa, mengucapkan syukur dan berterimakasih pada Allah. “Coba kalau Allah gak menciptakan sayur, buah, beras, hewan ternak, kita makan apa?” ya dari contoh sederhana dulu biar anak mudah memahami. Lewat contoh tadi sifat-sifat Allah juga bisa dikenalkan, seperti Allah itu Maha Pemurah, Maha Penyayang, Maha Pemberi, karena Allah sayang sama adik makanya Allah menciptakan air, tanaman yang indah, binatang yang lucu-lucu, pelangi, awan, hujan dsb.
Jadi contoh
Cara yang paling efektif sebenarnya adalah dengan memberi contoh lewat perilaku kita. Anak usia dini senang mencontoh apapun yang dia lihat. Belajarnya dengan mengamati. Ketika anak mengamati orangtuanya kemasjid untuk sholat, membaca Al-Qur’an, puasa, berdoa sebelum makan, berdoa sebelum keluar rumah, berdoa sebelum tidur, mengucap salam, bertoleransi dan menghargai sesama maka anak pun akan mengikuti. Bagaimana kita mau mengajarkan ibadah pada anak kalau orangtuanya sendiri tidak beribadah. Orangtua seharusnya memang tidak hanya mengajarkan dengan bicara atau nyuruh tapi yang paling penting adalah melakukan.
Libatkan anak
Mengajak anak ketempat ibadah, tarawih, sholat, atau pengajian baik untuk mengenalkan agama sejak dini. Untuk anak usia dini, ikut2an ketika menjalankan ibadah tidak  mengapa, kelak seiring bertambahnya usia anak akan mengerti bahwa semua itu merupakan nilai-nilai yang harus dijalani dalam hidupnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar