Senin, 04 Maret 2013

sistem pembelajaran alamiah otak



SISTEM PEMBELAJARAN ALAMIAH OTAK
Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi jenius. Idealnya memang harus dipersiapkan sejak dini dengan mengaktifkan fungsi otak untuk mengembangkan kecerdasan- kecerdasan yang menunjang proses pembelajaran. Kita sebagai manusia memiliki 200 miliar sel otak.Sistem pengamanan otak kita, utamanya dikendalikan oleh sistem atau otak reptil kita.Otak reptil ini terletak di lapisan paling dalam dari sel otak.Ia bekerja secara instinktif otomatis. Pada situasi aman ia bekerja dengan cara normal, seperti biasanya kita. Sedangkan dalam situasi berbahaya atau mengancam ia akan bekerja dengan cepat dan mengerahkan seluruh kekuatan untuk melawan bahaya atau melarikan diri menghindari bahaya.
            Untuk keperluan belajar dan berfikir kreatif, mestinya otak reptile dikondisikan aman, otak reptile mampu bekerja dengan baik dan mendukung bagian otak lain untuk belajar. Bahkan pada kondisi aman ini, memungkinkan otak untuk lebih berani mengungkapkan ide- ide baru, ide- ide baru yang mungkin belum pernah ditemukan oleh orang, sehingga berkembanglah pemikiran- pemikiran kreatif . Sementara itu pada situasi terancam otak reptile akan memberontak, termasuk hal- hal yang mengancam otak reptile adalah pada takut pada guru, cemas mendapatkan nilai jelek, atau ketrakutan lainnya.


A.    SISTEM PEMBELAJARAN EMOSIONAL
Bagian luar dari lapisan otak reptil terdapat lapisan otak mamalia dan limbic system- lapisan tengah.Otak mamalia berfungsi mengendalikan emosi dan perasaan kita. Peran emosi dalam kehiduipan dan belajar telah diteliti dengan baik oleh Daniel Goleman, yang dikenal dengan Emotional Intelligence atau EQ. Pada situasi yang membosankan dan jenuh, otak mamalia bekerja secara negative, sebaliknya apabila otak mamalia bersemangat maka akan mampu menyelesaikan beragam persoalan dengan lebih baik. Contohnya saja pada anak TK yang diberikan strategi pembelajaran yang menyenangkan, maka anak tersebut akan tertarik dan bersemangat dalam beraktivitas pada kegiatan tersebut, begitu juga sebaliknya apabila strategi pembelajaran yang diberikan oleh guru tidak menarik, maka anak akan merasa bosan dan jenuh dalam menjalankan kegiatan tersebut.
EQ amat bermanfaat untuk memperbaiki kemampuan dan kepribadian para peserta didik sehingga ketahap spiritual dan emosi yang mempengaruhi jiwa dan akal supaya lebih matang dan bijaksana disamping membina kepribadian mulia seperti menghormati diri, dan orang lain , dalam hal ini kaitannya dengan anak usia dini ialah bahwa untuk menyalurkan emosinya yaitu melalui kegiatan bermain. Melalui bermain anak akan dapat belajar menerima, berekspresi, dan mengatasi masalah dengan cara yang positif. Bermain juga memberikan kesempatan pada anak untuk mengenal diri mereka sendiri dan untuk mengembangkan pola perilaku yang memuaskan dalam hidup (Catron dan Allen, 1999:215-232). Thomas dan Chess dalam Catron dan Allen, 1999:220) menemukan bahwa anak- anak yang mempunyai perangai yang baik di waktu muda dan maka akan memiliki kestabilan emosi dari waktu ke waktu: perangai memberikan pengaruh terhadap lingkungan. Jika seorang bayi sulit mengatasi emosinya dan lekas marah, sebagai contoh, maka orang tua tidak boleh menangani bayi tersebut dengan memberikan perlakuan yang sama dengan bayi lain yang berbeda dengan keadaan normal, dan hal ini pada gilirannya mempengaruhi perangai bayi lebih lanjut.
Anak kecil memiliki perilaku yang sangat memaksa. Mereka hanya memiliki sedikit kendali dari dorongan hati mereka dan mudah merasa putus asa, pada saat anak mencapai usia tiga tahun, mereka sudah menumbuhkan sikap toleransi untuk mengatasi hal tesebut. Mereka sudah dapat menunggu untuk jangka waktu yang singkat, mereka sudah bisa bersabar serta dapat mengembangkan beberapa sikap pengendalian diri.
ASPEK DALAM PEMBELAJARAN EMOSIONAL
Berikut merupakan hal-hal yang dapat kita perhatikan  dalam pembelajaran sistem emosional.
1.      Kepribadian
Konsep tentang diri, bagaimana kita berpikir tentang diri kita , merupakan paduan dari berbagai kecenderungan genetik dan cara kita membentuk semua kecenderungan itu menjadi pola perilaku dan pola pikir yang permanen.
Konsep diri berkembang saat individu menginterpretasikan pikiran dan tindakan dalam kaitannya dengan batin mereka.Kemudian mereka mendefinisikan diri berdasarkan perilaku mental dan fisik itu.
Reaksi orang lain terutama orangtua dan guru di masa kanak-kanak dan reaksi teman sebaya di masa remaja, merupakan cermin psikologis untuk membantu anak-anak mengiterpretasikan jati diri mereka sendiri. Peran guru adalah secara sistematik menanamkan perilaku positif dengan menggunakan teknik yang luwes tanpa tekanan atau tanpa memberikan label negatif apapun juga.
2.      Menetapkan Tujuan
Penetapan tujuan harus didasarkan pada hasrat siswa untuk belajar dan meraih sesuatu yang sangat bermakna bagi dirinya. Siswa akan merasa bahwa mereka penting bagi orang lain karena mereka penting bagi mereka sendiri. Selain itu, jika siswa membahas secara terbuka tujuan mereka, dan guru mengintegrasikan tujuan tersebut ke dalam kurikulum , keterbukaan ini meningkatkan perasaan senang untuk mencapai tujuan yang selaras dengan hal-hal yang diajarkan dan meningkatkan kemungkinan keberhasilan untuk mencapai tujuan. Pada intinya tujuan itu merupakan sebuah komunikasi diri.
Emotional Quotient (EQ)
Sikap atau kepribadian seseorang belum banyak mendapat sorotan.Padahal, realitasnya kesuksesan seseorang tidak hanya karena faktor IQ-nya yang tinggi.Boleh jadi, seseorang yang skor IQ-nya normal-normal saja justru mudah meraih kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini juga dapat terjadi karena ia mampu membina hubungan baik dengan orang-orang sekitarnya. Dengan demikian, orang-orang menaruh hormat dan kepercayaan pada dirinya. Penghargaan yang diraihnya tersebut karena ia dapat mengembangkan kecerdasan emosinya.
Kecerdasaan emosi mirip sebuah pilar-pilar bangunan. Paling tidak, ada lima pilar bangunan yang penting. Kelimanya tidak boleh kita abaikan untuk melatih kecerdasan si kecil.
1.      Mengenali emosi diri
Kurangnya kesadaran diri dapat membawa dampak yang cukup besar.Kita menjadi mudah larut dalam aliran emosi.Oleh karena itu, mengenali emosi diri itu sangat penting.Kesadaran diri untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu melanda merupakan dasar kecerdasan emosi.Perasaan marah, cemasa atau takut adalah emosi yang wajar asalkan dilakukan atas dasar kesadaran diri.
2.      Mengelola dan mengekspresikan emosi
Dalam prakteknya mengelola emosi tidaklah mudah.Pengelolaan emosi ini sangatlah penting. Bukan hanya menghindarkan konflik yang berkepanjangan dengan orang lain, juga dapat menyegarkan perasaan diri sendiri agar tidak digelayati rasa dendam, sakit hati, atau perasaan tidak nyaman. Latihan mengelola emosi penting dilakukan.Makin sering anak berlatih mengelola emosi, makin tinggi kemampuannya mengendalikan emosi.
3.      Memotivasi diri sendiri
Memotivasi diri dapat menumbuhkan semangat, kepercayaan diri, ketekunan dan ketahanan mental yang mengagumkan.Anak yang terbiasa memotivasi diri dirinya sendiri tidak mudah menyerah ketika menghadapi masalah. Masalah bukan untuk dihindari, tetapi diselesaikan dengan cara yang bijak. Memotivasi diri dapat dilakukan dengan cara melatih ketekunan anak, membiasakan anak menyelesaikan tugasnya sesuai target, menumbuhkan rasa optimis, antusias dan keyakinan diri.
4.      Mengenali emosi orang lain
Untuk mengenali emosi orang lain tentu kita harus mengenali dahulu emosi diri sendiri. Jadi, semakin kita dapat mengenali emosi kita, semakin kita dapat memahami perasaan orang lain. Agar anak mampu mengenali emosi orang lain, biasakanlah mengkomunikasikan perasaan anda kepadanya.
5.      Membina hubungan
Membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan emosi yang perlu kita latih. Bila kita mampu menanamkan rasa percaya diri, melatihnya mengenali serta mengekspresikan perasaan secara benar, maka anak mampu membina hubungan sosial.

              Kecerdasan kognisi dan emosi merupakan bagian yang integral dalam jiwa dan raga manusia.Di dalam otak ada bagian yang mengelola dan memproses hal-hal yang berhubungan dengan angka dan bahasa dan ada pula bagian yang mengelola emosi yang disebut “amigdala”.

B.     SISTEM PEMBELAJARAN SOSIAL
Pengembangan sosial berarti mengembangkan kecakapan dan pemahaman tentang diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sebagai hasil dari interaksi.
Pembelajaran sosial identik dengan belajar memahami perasaan orang lain dan kemudian menikmati, menguatkan, atau memodifikasi perasaan tersebut demi situasi sosial.
            Interaksi dengan teman sebaya dalam masa perkembangan membawa dampak yang besar bagi banyak anak dan berpengaruh dalam proses pembelajaran. Interaksi tersebut biasanya melalui permainan. Pengalaman belajar yang menyerupai permainan pasti membuat pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan tidak terlalu membosankan ketimbangkan belajar dengan cara biasa. Karena bermain menciptakan keadaan emosional positif yang sangat kuat. Guru bisa merancang materi yang sulit dalam bentuk permainan. Terutama untuk anak anak yang secara umum aktif atau sedikit hiperaktif.Namun, sejauh mana permainan yang mendidik digunakan disekolah sangat dipengaruhi oleh komunitas dan budaya sekolah. Sistem pembelajaran sosial juga berperan dalam proses pertumbuhan dan perubahan bagi individu dan masyarakat untuk belajar melalui praktek langsung yang berulang ulang. Bermain memberikan jalan bagi perkembangan sosial anak ketika berbagi dengan anak yang lain. Bermain adalah sarana yang paling utama bagi pengembangan kemampuan bersosialisasi dan memperluas empati terhadap orang lain serta mengurangi sikap egosentrisme. Bermain dapat menumbuhkan dan meningkatkan rasa sosialisasi anak.Melalui bermain anak dapat belajar perilaku prososial seperti menunggu giliran, kerjasama, saling membantu, dan berbagi (Catron dan Allen, 1999:232-250).Menurut pendekatan High/Scope, anak memiliki potensi untuk mengembangkan pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya.Lingkungan belajar harus dapat mendukung aktifitas belajar.Ketika belajar, individu yang sedang belajar melakukan interaksi dengan lingkungan belajar.Lingkungan sosial meliputi guru, anak- anak lainnya serta orang dewasa. Dari hasil interaksi antara anak dengan lingkungan belajar maka akan menimbulkan pengalaman belajar.
Jadi sistem pembelajaran sosial adalah sistem pembelajaran dimana terjadi interaksi sosial yang baik antara guru dan anak.Dimana guru mengelola sekolah menjadi komunitas belajar. Tempat guru dan murid bisa bekerja samadan ekspolasa pengetahuan, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah yang nyata.       
C.     SISTEM PEMBELAJARAN KOGNITIF
Sistem pembelajaran kognitif adalah sistem pemrosesan informasi pada otak. Sistem ini menerap inpt dari dunia lar dan sema sistem lain, menginterpretasikan inpt tersebut serta memand pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Dalam sistem pembelajaran kognitif perlu diketahui bahwa ada bagian otak yang sangat berperan penting dalam hal ini, yakni NEOCORTEX (Direkturnya otak”), lapisan sebelah luar dari otak mamalia adalah lapisan otak neocortex. Lapisan terluar yang hanya dimiliki oleh manusia tidak oleh makhluk lain. Keberadaan  otak neocortex menjadi keistimewaan manusia. Dengan neocortex, manusia mampu membaca dan menulis, mampu melakukan perhitungan yang rumit, menyusun rumus- rumus dan sebagainya.Tidak ada satupun binatang yang dapat melakukannya.
Satu hal yang paling penting yang harus digarisbawahi adalah otak neocortexdapat bekerja secara optimal jika didukung oleh dua lapisan otak yang lebih bawah yaitu mamalia dan reptile.Neocortex dapat dapat berfikir secara kreatif jika emosinya senang, bersemangat, termotivasi, dan instinknya merasa aman.Sebaliknya otak neocortex tidak dapat bekerja dengan baik jika otak mamalia bosan dan otak reptile terancam.
            Perkembangan kognitif mengacu pada perkembangan anak dalam berfikir dan kemampuan untuk memberikan alasan. Malkus, Feldman, dan Gardner dalam Catron dan Allen (1999:2710 menggambarkan perkembangan kognitif sebagai “…… kapasitas untuk bertumbuh untuk mennyampaikan dan menghargai maksud dalam penggunaan beberapa sistem symbol yang secara kebetulan ditonjolkan dalam suatu bentuk pengaturan.”
Dengan kegiatan bermain dapat memenuhi kebutuhan anak untuk secara aktif terlibat dengan lingkungannya, untuk bermain dan bekerja dalam menghasilkan suatu karya, serta untuk memenuhi tugas- tugas perkembangan kognitif lainnya. Selama bermain, anak menerima pengalaman baru, memanipulasi bahan dan alat, berinteraksi dengan orang lain dan mulai merasakan dunia mereka. Bermain menyediakan kerangka kerja untuk anak untuk mengembangkan pemahaman tentang diri mereka sendiri, orang lain, dan lingkungan.Bermain adalah awalan dari semua fungsi kognitif selanjutnya, oleh karenanya bermain sangat diperlukan dalam kehidupan anak- anak (Catron dan Allen, 1999:269-286).Selain itu terdapat dua bagian/hamisfera otak yaitu otak kanan dan otak kiri. Kedua hamifera otak kanan dan otak kiri ini amat berpengaruh terhadap gaya pemikiran setiap manusia. Terdapat individu- individu yang pemikirannya lebih dipengaruhi otak kanandan terdapat juga individu- individu yang pemikirannya lebih dipengaruhi otak kiri.
Gaya pemikiran otak kanan adalah lebih bebas dan fleksibel, lebih mampu menyeluruh (Holistik), intuitif, subjektif, sintesis dan abstrak.Gaya pemikiran otak kiri pula lebih kepada logika, rasional, analistis sisiitematis, obyektif, berturutan, dan spesifik. Ilmu yang banyak dilihat banyak menggunakan otak kiri contohnya ialah ilmu matematik dan ilmu yang berkaitan dengan otak kanan ialah ilmu- ilmu sosial, psikologi, seni, dan sastra, namun terdapat juga ilmu yang menggabungkan pemikiran otak kiri dan kanan, seperti ilmu sains. Jika dilihat dari sudut pendidikan, kebanyakan sisitem pendidikan yang terdapat didunia lebih menjurus kepada aliran pemikiran otak kiri yang mengutamakan rasionalitas, logika, sistematika, dan obyektifitas.
Ringkasnya, segala ide dan imajinasi akan dipimpin oleh logika dan rasional, para peserta didik tidak akan bebas berfikir dan tidak mampu serta tidak berani melahirkan ide- ide baru apalagi ide- ide yang amat bertentangan dan dianggap sensitive oleh individu- individu yang berfikiran konvensionaldan tradisional. Pikiran konvensional ialah pemikiran yang berdasarkan pendapat- pendapat lama yang diterima masyarakat. Boleh jadi peserta didik cemerlang dalam akademik tetapi mungkin mereka tidak mampu menghargai apa yang telah dipelajari. Sekiranya para peserta didik dilatih lebih menggunakan otak kanan, mereka akan lebih menjadi kreatif dalam mengeluarkan ide, ide- ide yang dilahirkan adalah lebih bebas abstrak dan tidak terkuasai oleh pikiran- pikiran lama/konvensional. Berbeda dari corak pemikiran otak kiri, dalam gaya pemikiran otak kanan, logika, dan rasional akan mengatur imajinasi bukan imajinasi mengatur logika dan rasional. Di dalam ilmu teknik berfikir, gaya pemikiran otak kanan inidikenali sebagai gaya pemikiran gaya lateral. Jika gaya pemikiran ini diterapkan dengan lebih sisitematis dipendidikan anak usia dini sampai ke pendidikan Tinggi, maka kemajuan teknologi sudah pasti akan jauh lebih maju.
Tujuan sistem pembelajaran kognitif adalah mengembangkan pengetahuan dan kecakapan baru.Sistem ini juga sengaja direncanakan dan bersiap –siap untuk mewujudkan hasrat dari sistem pembelajaran emosional dan visi yang dihasiikan dari interaksi budaya.Tidak diragukan, kebanyakan anak-anak memasuki sekolah dengan hasrat yang besar untuk memenuhi kebutuhan kuat untuk mengetahui, tetapi jika mereka gagal menyamai teman-teman sekelas.Kebutuhan itu tidak terpenuhi dan belajar membaca dan menulis dan berhitung akann menjadi tugas-tugas sulit.
Disinilah peran guru untuk bisa merangsang dan memfasilitasi pembelajaran pada semua anak dengan menangai kebutuhan untuk mengetahui dengan cara beragam. Dengan menyediakan berbagai cara belajar melalui sistem-sistem yang berbeda, sistem bebas memperoleh informasi baru dengan cara yang paling nyaman bagi mereka.
Memberikan tugas kepada siswa bisa meningkatkan pelajaran yang biasanya diajarkan dengan membaca dan menjawab sejumlah pertanyaan. Sebagai contoh, siswa bisa:
·         Melakonkan konsep pembelajaran
·         Menciptakan sajak
·         Menulis lirik lagu dari bintang kecil
·         Menggambar gagasan mereka
·         Menggambarkan butir-butir pada poster
·         Membuat kartu-kartu pertanyaan dan pertanyaan untuk mengadakan kuis dikelas
·         Dll

D.    SISTEM PERKEMBANGAN FISIK          
Komponen inti dari kecerdasan kinestetik atau fisik adalah kemampuan keseimbangn fisik, seperti koordinasi, keseimbangn, keterampilan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsang ( proprioceptife ) dan hal yang berkaitan dengan sentuhan ( tactile dan haptic ) ( Armstrong, 2003 ).                                  
Perkembangn fisik merupakan perkembangan pengendalian gerakan  jasmaniah melalui kegiatan pusat syarat, urat syarat dan otot terkoordinasi ( Hurlock : 1980 ). Keterampilan motorik anak terdiri atas  Keterampilan motorik kasar dan keterampilan motorik halus. Keterampilan motorik anak usia 4-5 tahun lebih banyak berkembang pada motorik kasar setelah usia 5 tahun baru terjadi perkembangan motorik halus yang cukup pusat. Perkembangan fisik berlangsung secara teratur, tidak secara acak.Perkembangan bayi ditandai dengan adanya perubahan aktivitas yang tidak terkendali menjadi suatu aktifitas yang terkendali. Adalah merupakan hal yang mudah untuk mengamati aktivitas bayi yang tidak terkendali, jika bayi sedang bersemangat, maka seluruh tubuhnya akan ikut bergerak, sedangkan kaki dan lengan juga akan ikut bergerak- gerak. Secara berangsur- angsur, bayi akan lebih mampu bergerak seperti dalam usahanya untuk mencapai sesuatu yang bebas atau merayap.
Pergerakan yang dilakukan secara sengaja dan terkendali juga akan terorganisir ke dalam pola, seperti menarik dirinya persis sam abenar dengan posisi berdiri, melepaskan tangannya, dan menggerakan kaki untuk berjalan. Pola- pola ini kemudian berubah menjadi gerakan- gerakan anak dalam melakukan respons terhadap berbagai stimulasi yang berbeda.Jika anak menginginkan mainan di seberang ruangan, maka awalnya satu- satunya pilihan juga untuk mendapatkan mainan tersebut adalah dengan berlari- dan bergoyang- goyang. Seiring dengan perkembangan anak yang semakin maju, maka proses menyerap dan akhirnya berjalan atau berlari akan menjadi suatu polabagi perkembangan fisik anak.
E.     Sistem Pembelajaran Reflektif
Dari sistem otak ,kemampaun untuk melakukan refleksi adalah yang paling membutuhkan perhatian cermat.karena sistem ini membantu mengendalikan dan menjadi perantara bagi semua sitem lain dan membedakan perilaku yang diterima dengan yang tidak diterima masyarakat.sistem ini memungkinkan kita menjadi pribadi yang mampu meraih apa yang bisa kita raih secara emosional,sosial,kognitif,fisik dan metakognitif.
System pembelajaran reflektif memungkinkan manusia melakukan dialog dari dalam kepala mereka serta menciptakan pendengaran dan cerita pribadi untuk diri sendiri.jadi kita bisa  menguji coba gagasan , memikirkan kembali interaksi dan membayangkan konsekuensi masa depan dari tindakan yang kita rencanakan tanpa benar-benar melaksanakannya.
Mengajarkan siswa dalam pembelajaran reflektif
Siswa diminta untuk melakukan hal-hal dibawah ini ,yaitu
a.       Metakognisi
Kemampuan anak  untuk berfikir terutama kemampuannya untuk memikirlkan yang terbaik untuk dirinya dimasa yang akan datang .jadi ynag dimaksud metakognisi dalam konteks ini adalah ,anak diminta untuk membayangkan sesuatu yang akan dilakukannya dimasa yang kan datang .contohnya anak bercita-cita jika ia besar nanti.ia ingin menjadi seorang pilot.maka dari itu sikap guru memotivasi anak agar belajar dengan rajin ,supaya cita-citanya tesebut akan tercapai.
b.      Strategi pembelajarn
Strategia adalah rencana atau tindakan pintar  untuk menyelesaikan tugas dengan membuatnya lebih mudah dan lebih efektif dengan membuat perencanaan yang sistematis. Dengan melatih anak membuat strategi dalam proses pembelajaran ,anak akan terbiasa mengerjakan tugasnya dengan cara yang efisien.
Pada tahap ini guru bisa berperan sebagai eksekulatif yaitu guru mengajarkan  anak bagaimana mempertimbangkan pikiran sebelum mengambil keputusan .contoh dalam mewarnai ,anak mempertimbangkan terlebih dahulu warna apa yang digunakannya untuk mewarnai.
Sistem reflektif memiliki kebutuhan kuat untuk melakukan uji coba dan ekplorasi.peran guru adalah memandu ekplorasi itu. Untuk membantu siswa merenungkan emosi,interaksi,pemikiran,gagasan dan perilaku masa lalu, dan memikirkan kaitan semua itu dengan apa yang sedang terjadi saat ini.sistem pembelajaran reflektif ini nmelibatkan pertimbangan pribadi terhadap pembelajarannya sendiri.sistem ini menimbang-nimbang prestasi dan kegagalannya.serta menanyakan mana yang berhasil , mana yang tidak berhasil dan mana yang perlu di tingkatkan.

Kesimpulannya dalam system pembelajaran reflektif ini guru melakukan
·         Analisi terhadap pengalaman individual yang dialami
·         Proses pembelajaran dengan memfasilitasi peserta didik agar dapat terlibat secara aktif melalui pengalaman dirinya.
·         Kegiatan untuk membantu pengetahuan dan merangsang berfikir kreatif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki untuk menyelesaikan permasalahan nyata dalam kehidupan.
System pembelajaran ini mengajak anak unutk mengingat kembali materi pembeljaran yang pernah diajarkan sebelumnya dan bagaimana menggunakan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari atau bagaimana mengaplikasikannya sehari-hari.







DAFTAR PUSTAKA
Masitoh, dkk. 2007. Strategi Pembelajaran di TK. Jakarta: Universitas Terbuka
Ramelan, Purwanti. 2010. Merangsan IQ Anak 4-9 Tahun Dosis Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama
Rubiyanto, Nani dan Haryanto Dany. 2010. Strategi Pembelajaran Holistik di Sekolah. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya
Sujiono, Yuliani Nurani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks
Yuniarni, Desni. 2011. Bahan Ajar Neurosains dalam Pembelajaran. Pontianak: FKIP Untan
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar