Selasa, 11 Juni 2013

Karakteristik Perkembangan Emosi dan Sosial Anak Usia Taman Kanak-Kanak



BAB I
Karakteristik Perkembangan  Emosi dan Sosial Anak Usia
Taman Kanak-Kanak
Menurut Hurlock (1978) perkembangan emosi ini mencolok pada usia 2,5 – 3,5 tahun,dan  5,5 – 6,5 tahun
A.    Ciri Utama Reaksi Emosi pada Anak
Adapun karakteristik reaksi emosi anak adalah berikut ini.
1.      Reaksi Emosi Anak Sangat Kuat
Anak akan memperlihatkan reaksi emosi yang sama kuatnya dalam menghadapi setiap peristiwa, baik yang sederhana sifatnya maupun yang berat. Bagi anak semua  peristiwa adalah menarik dan menakjubkan. Tidak ada peristiwa yang di anggap sederhana oleh anak. Dalam hal kekuatan, makin bertambahnya usia anak, dan semakin bertambah matangnya emosi anak maka anak akan semakin terampil dalam memilah dan memilih kadar keterlibatan emsionalnya.
2.      Reaksi Emosi Sering Kali muncul pada setiap Peristiwa dengan Cara yang Diinginkan.
Anak tiba-tiba menangis atau merjuk dengan sebab yang tidak jelas. Anak melakukan hal tersebut , dikarenakan ia memang menginginkannya, sekalipun tidak ada pencetusnya misalnya anak tiba-tiba menangis karena merasa bosan. Untuk anak yang lebih muda usianya, hal ini masih bisa ditoleransi. Namun, bagi anak usia 4-5 tahun, hal ini tidak dapat diterima oleh lingkungannya. Semakin emosi anak berkembang menuju kematangannya, mereka akan belajar mengontrol diri dan memperhatikan reaksi emosi dengan cara yang dapat diterima lingkungan.
3.      Reaksi Emosi Anak Mudah Berubah dari Satu Kondisi ke Kondisi Lainnya.
Bagi seorang anak sangat mungkin saat ini ia menangis dengan kres. Namun, ketika ibunya mengalihkan perhatiannya pada benda-bendayang disukainya, ia dapat langsung berhenti menangis dan melupakan kejadian yang baru saja mmembuatnya marah dan kecewa. Reaksi emosi anak mudah teralihkan dan mudah berganti daru satu kondisi ke kondisi yang lain.
4.      Reaksi Emosi Bersifat Individual
Reaksi emosi bersifat individual, artinya sekalipun peristiwa pencetus emosi adalah sama, namun reaksi setiap orang akan berbeda dalam menyikapinya. Hal ini disebabkan oleh adanya pengalaman yang diperoleh dari lingkungan setiap individu berbeda sehingga menyebabkan reaksi emosi yang diperlihatkan pun dapat berbeda-beda pula.
5.      Keadaan Emosi Anak dapat Dikenali Melalui Gejala Tingkah Laku yang Ditampilkan
Pada dasarnya semua anak lebih mudah mengekspresikan emosinya melalui sikap dan perilaku, dibandingkan mengungkapkan secara verbal. Hal ini juga tampak pada anak yang mengalami hambatan dalam mengekpresikan kehidupan emosinya secara terbuka. Mereka biasanya sering memperlihatkan gejala tingkah laku, antara lain melamun, tingkah laku gelisah, seperti mengisap jari, menggigit kuku, kesulitan bicara (shuttering).

B.     Bentuk Reaksi Emosi pada Anak
Pada umumnya, bentuk reaksi emosi yang dimiliki anak sama dengan orang dewasa. Perbedaannya hanya terletak pada penyebeb tercetusnya reaksi emosi dan cara mengekspresikannya. Ada beberapa bentuk-bentuk emosi umum terjadi pada awal masa kanak-kanak sebagaimana  yang dikemukakan oleh Hurlock (1993: 117) adalah berikut ini:
1.    Amarah
Marah sering kali muncul sebagai reaksi terhadap frustasi, sakit hati, dan merasa  terancam. Pada umumnya frustasi atau keinginan yang tidak terpenuhi merupakan hal yang paling sering menimbulkan kemarahan pada tiap tingkat usia. Dibanding rasa takut, rasa marah lebih sering muncul pada masa kanak-kanak.
Secara umum hal-hal yang menimbulkan rasa marah, apabila anak terhambat melakukan sesuatu. Hambatan bisa berasal dari dirinya sendiri, misalnya ketidakmampuan anak melakukan sesuatu. Hambatan itu dapat pula berasal dari orang lain, misalnya larangan, berbagai macam batasan terhadap gerak yang diinginkan atau direncanakan anak, serta kejengkelan yang menumpuk.
Bayi-bayi biasanya marah karena secara fisik ia merasa tidak nyaman, dihambat untuk bergerak, dimandikan atau dipakaikan baju. Kadang-kadang ketidakmampuan anak untuk menyatakan sesuatu secara verbal pada saat awal anak belajar bicara dan kurang mendapat perhatian juga bisa membuat ia marah. Menurut Hurlock (1991) reaksi marah umumnya bisa dibedakan menjadi dua kategori besar, yaitu berikut ini.
a.    Marah yang implusif  biasanya diseut juga agresi. Marah jenis ini tujukan langsung pada orang lain binatang atau objek, bisa dalam bentuk reaksi fisik, bisa pula verbal, bisa ringan, bisa berat atau intens. Amukan atau temper tentrum adalah hal yang biasa dijumpai pada anak-anak. Biasanya anak-anak juga tidak ragu-ragu untuk menyakiti orang atau anak lain dengan cara, seperti memukul, menggigit, meludah, menendang, mendorong. Di usia sekitar empat tahun kemarahan itu masih ditambah lagi dengan kata-kata yang kasar atau ejekan-ejekan.
b.    Marah yang terhambat adalahmarah yang tidak dicetuskan karena dikendalikan atau ditahan. Biasanya anak menarik diri, melarikan diri  dari anak atau orang lain, yang menyebabkan ia marah. Biasanya sikap lesu, masa bodoh atau tidak berani. Oleh karenanya, anak yang marah dengan cara ini sering merasa sia-sia atau tak berguna. Inilah cara mereka untuk menerima frustasi dan mereka menanggap menahan marah adalah lebih baik daripada mengekspresikan karena mereka terbebas  dari risiko penolakan sosial.
2.    Takut
Reaksi takut pada bayi dan anak-anak berupa rasa tak berdaya. Hal ini tampak pada ekspresi wajah yang khas, tangisan yang merupakan permintaan tolong, mereka menyembunyikan muka dan sejauh mungkin menghindari objek atau orang yang ditakuti atau bersembunyi di belakang orang atau kursi. Semakin meningkatnya usia, reaksi rasa takut berubah karena adanya tekanan sosial. Reaksi menangis tidak ada lagi walau ekspresi wajah yang khas masih tetap ada, dan biasanya mereka menghindar dari objek yang ditakuti.
Setiap periode mempunyai ciri ekspresi rasa takut. Reaksi takut sering diperlihatan dengam gejala fisik, yaitu mata membelalak, menangis, sembunyi atau memegang orang, diam tidak bergerak.
Pada periode awal anak, rasa takut timbul disaat dirinya merasa terancam oleh benda-benda yang ditemuinya (misalnya pisau dan mobil). Stranger anxiety di sini anak belum mengenal/mampu memahami bahwa bukan dirinya yang terancam oleh benda tersebut. Reaksi yang ditampilkan adalah anak yang melakukan gerak motorik, misalnya berlari, bersembunyi, memegang orang yang dikenalnya.
Pada periode akhir anak-anak, rasa takut timbul akibat fantasi yang dibentuk oleh anak itu sendiri yang menyebabkan harga dirinya terancam oleh lingkungannya (misalnya takut gagal, berbeda dengan orang lain, status, dan sebagainya).  Keadaan ini disebabkan anak telah mengalami perkembangan kemampuan berpikir sehingga mampu membentuk fantasi dan menilai dirinya sendiri.
Berkenaan dengan rasa takut ini Hurlock (1991) menhemukakan adanya reaksi emosi yang berdekatan dengan reaksi takut, yaitu: shyness atau rasa malu, embarrassment atau merasa kesulitan, khawatir, dan anxienty  atau cemas. Adapun penjelasannya sebagai beikut.
a.    Shyness atau malu adalah reaksi takut yang ditandai dengan “rasa segan” berjumpa dengan orang yang dianggap asing. Sejak enam bulan anak mulai mengalami kematangan secara intelektual, keadaan ini menyebabkan merka mulai mampu membedakan anatara orang yang dikenalnya dan tidak dikenalnya, namun pada usia ini mereka belum matang untuk memahami dirinya. Reaksi yang ditampilkan adalah memalingkan muka atau merangkak biasanya bersembunyi dan mengintip. Pada periode awal anak dan akhir anak, reaksi ini timbul bila mereka memiliki perasaan tidak mengenal perlakuan orang lain kepadanya.
b.    Embarrassment (merasa sulit, tidak mampu atau malu melakukan sesuatu) merupakan reaksi takut terhadap penilaian orang lain pada dirinya. Timbulnya reaksi ini karena anak sudah mampu memahami harapan dan penilaian yang dapat diperoleh dari lingkungan sosial. Reaksi ini berhubungan dengan kesadaran akan dirinya yang terancam.
c.    Khawatir timbul disebabkan oleh rasa takut yang dibentuk oleh pikiran anak sendiri, biasanya mengenai hal-hal khusus, misalnya takut dihukum orangtua, takut tidak populer, dan lain sebagainya.
d.   Anxiety atau cemas, merupakan perasaan takut sesuatu yang tidak jelas dan dirasakan oleh anak sendiri karena sifatnya subjektif. Perasaan cemas dapat membuat anak terhambat perkembangannya karena dapat mengakibatkan ia tidak berani berbuat sesuatu, tidak mau bertemu orang lain, tidak mau ke sekolah, dan lain sebagainya. Perasaan cemas ini kadang ditandai dengan perubahan fisiologis, seperti berkeringat, muka pucat, dan tubuh tegang.
3.        Cemburu
Cemburu adalah reaksi normal terhadap hilangnya kasih sayang, baik kehilangan secara nyata terjadi  maupun yang hanya sekedar dugaan. Perasaan cemburu muncul karena anak takut kehilangan atau merasa tersaingi dalam memperoleh perhatian dan kasih sayang dari orang yang dicintainya. Cemburu adalah bentuk lain dari marah yang menumbulkan rasa kesal atau benci terhadap orang yang disayang maupun terhadap saingannya. Rasa cemburu biasanya bercampur dengan marah dan takut. Reaksi cemburu dapat langsung ataupun ditekan. Menurut Hurlock (1991) reaksi ini meliputi meliputi pengunduran diri ke arah bentuk perilaku yang infantile, seperti  mengompol, mengisap jari, makan-maknan yang aneh-aneh, kenakalan yang umum, perilaku merusak, menunjukkan kasih sayang atau sikap membantu yang tidak diminta, melampiaskan perasaan kepada binatang atau mainan.
Tiga penyebab utama yang menimbulkan kecumburuan pada masa kanak-kanak, yaitu sebagai berikut.
a.         Cemburu yang terjadi di masa kanak-kanak biasanya berasal dari kondisi rumah. Misalnya, kehadiran adaik baru yang menyita lebih banyak waktu sang ibu sehinggga si kakak merasa kurang mendapat perhatian. Dalam situasi ini biasanya si kakak menjadi kesal, sakit hati serta benci pada ibu dan si adik.
b.        Situasi sosial si sekolah juga bisa menjadi penyebab timbulnya rasa cemburu pada anak. Rasa cemburu yang berasal dari rumah sering dibawa pula ke sekolah. Dalam hali ini anak biasanya bersikap posesif (ingin memiliki sendiri perhatian) terhadap guru atau teman tertentu.

4.      Gembira
Setiap orang pada berbagai usia mengenal perasaan yang menyenangkan. Pada umumnya perasaan gembira dan senang diekspresikan dengan tersenyum, atau tertawa. Dengan perasaan menyenangkan seseorang dapat merasakan cinta, dan kepercayaan diri.
Pada dasarnya semua anak menempuh tahapan sosialisasi. Kurangnya kesempatan anak untuk bergaul secara baik dengan orang lain dapat menghambat perkembangan sosialnya.
C.    Karakteristik dan Tingkah Laku Sosial
Dalam perkembangan sosial anak terdapat beberapa ciri dalam setiap periodenya. Ciri- cirri tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Periode Bayi 
1-2 Bulan
Belum mampu membedakan objek dan benda
3 bulan
1.      Otak mata sudah kuat dan mampu melihat pada orang atau objek dan mengikuti gerakan
2.      Telinga sudah mampu membedakan suara. Mulai mampu membedakan objek dan orang, siap belajar untuk menjadi manusia sosiaL.
3.      Senyum sosial (social smiles) apabila orang yang dikenalnya datang dan menangis apabila ditinggal.
4 bulan
Memperlihatkan tingkah laku, memperhatikan apabila ada orang yang bicara, membuat penyesuaian dengan tertawa padanya.
4-6 bulan
Tersenyum dengan bayi lain.
5-6 bulan
Bereaksi berbeda terhadap suara yang ramah dan tidak.
7 bulan
Kadang- kadang agresif, menjambak, menyakar, dan sebagainnya.
6-8 bulan
Memegang, melihat, merebut benda dari bayi lain.
7-9 bulan
Mengikuti suara- suara, tingkah laku yang sederhana.
9-13 bulan
Meniru suara, mengeksplorasi bayi lain,menjambak dan sebagainya. Bisa bermain dengan peermainan tanpa komunikasi.
12 bulan/1 tahun
Mengenal larangan.
13-18 bulan
Mulai minat terhadap bayi lain.
15 bulan
Memperlihatkan minatyang tinggi terhadap orang dewasa dan selalu ingin dekat serta mutasi dengan mereka.
24 bulan (2 tahun)
Dapat membantu melakukan aktivitas sederhana. Menggunakan permainan sebagai alat untuk hubungan sosial. Di sini mereka bermain bersama, tetapi tidak ada interaksi – salutary a paralel play.

2.      Periode Prasekolah
Adapun cirri sosialisasi periode prasekolah adalah sebagaiberikut :
a.       Membuat kontak sosial dengan orang diluar rumahnya.
b.      Dikenal dengan istilah pregang age. Dikatakan pregang Karena anak prasekolah berkelompok belum mengikuti arti sosialisasi yang sebenarnya. Mereka mulai belajar menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan sosial.
c.       Hubungan dengan orang dewasa
Melanjutkan hubungan dan selalu ingin dekat dengan orang dewasa baik dengan orang tua maupun guru. Mereka selalu berusaha untuk berkomunikasi dan menarik perhatian orang dewasa.
d.      Hubungan dengan orang dewasa.
e.       3-4 tahun mulai bermain bersama (cooperative play). Mereka tampak mulai mengobrol selama bermain. Memilih teman untuk bermain,mengurangi tingkah laku bermusuhan.
3.      Periode usia sekolah
Minat terhadap kelompok makin besar, mulai mengurangi keikutsertaannya pada aktivitas keluarga. Mereka membentuk kelompok (gang) sehingga periode ini disebut periode gang age. Peranan teman sebaya pada tahap ini sangat penting dan berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Diantara pengaruh yang ditimbulkannya pada keterampilan sosialisasi anak diantaranya berikut ini.
a.       Membantu anak untuk belajar bersama dengan orang lain dan bertingkah laku yang dapat diterima oleh kelompok.
b.      Membantu anak mengembangkan nilai- nilai sosial lain di luar nilai orang tua.
c.       Membantu mengembangkan kepribadian yang mandiri dengan mendapatkan kepuasan smosional dari rasa berkawan.
Snowman dalam Patmonodewo 91995:29) mengemukakan beberapa karakteristik perilaku sosial pada anak usia prasekolah, diantaranya sebagai berikut:
a.     Pada umumnya anak pada usia dini memiliki satu atau dua sahabat.   Akan tetapi sahabat ini cepat  berganti. Mereka pada umumnya dapat dengan cepat menyesuaikan diri secara sosial. Sahabat yang dipilih biasanya dari jenis kelamin yang sama. Kemudian berkembang menjadi bersahabat dengan anak dengan jenis kelamin berbeda.
b.    Kelompok bermainnya cenderung kelompok kecil, tidak terlalu terorganisasisecara baku sehingga kelompok tersebut cepat berganti- ganti.
c.    Anak yang lebih kecil sering kali mengamati anak yang lebihj besar.
d.   Pola bermain anak prasekolah lebih bervariasi fungsinya sesuai dengan kelas sosial dan gender. Anak dari kelas menengah lebih banyak bermain asosiatif, kooperatif, dan konstruktif, sedangkan anak perempuan lebih banyak bermain soliter, konstruktif, paralel, dan dramatic. Anak laki- laki, lebih banyak bermain fungsional solitaire dan asosiatif dramatis.
e.    Perselisihan sering terjadi. Akan tetapi, sebentar kemudian mereka berbaikan kembali. Anak laki-laki banyak melakukan tindakan agresif dan menantang.
f.     Setelah masuk TK, pada umumnya kesadaran mereka terhadap peran jenis kelamin telah berkembang. Anak laki- laki lebih senang bermain di luar, bermain kasar dan bertingngkah laku agresif, sedangkan anak perempuan lebih suka bermain yang bersifat kesenian, bermain boneka atau menari.


Sementara itu Hurlock (1978)mengemukakan beberapa pola perilaku dalam situasi sosial pada awal masa kanak- kanak, yaitu sebagai berikut :
1.      Kerja sama
Anak belajar bermain atau bekerjasama hingga usia mereka empat tahun. Semakin banyak kesempatan yang mereka miliki untuk melatih keterampilan ini, semakin cepat mereka belajar dan menerapkannya secara nyata dalam kehidupannya.

2.      Persaingan
Persaingan ini dapat mengakibatkan perilaku baik atau burukpada anak. Jika anak melakukannya karena merasa terdorong untuk melakukan sesuatu sebaik mungkin, maka hal ini dapat berakibat baik pada prestasi dan pengolahan motivasinya, namun jika persaingan dianggap sebagai pertengkaran dan kesombongan maka hal ini dapat mengakibatkan timbulnya sosialisasi yang buruk.


3.      Kemurahan hati
Kemurahan hati merupakan perilaku kesediaan untuk berbagi dengan anak lain. Jika hal ini meningkat pada perilaku mementingkan diri sendiri akan berkurang. Perilaku kemurahan hati sangat disukai oleh lingkungan sehingga menghasilkan penerimaan sosial yang baik.

4.      Hasrat Akan Penerimaan Sosial
Jika anak memiliki hasrat yang kuat akan penerimaan sosial, hal ini akan mendorong anak untuk melakukan penyesuaian sosial secara baik.
5.      Simpati
Seorang anak belum mampu melakukan simpati sehingga mereka pernah mengalami situasi yang mirip dengan duka cita. Mereka mengekspresikan simpati dengan berusaha menolong atau menghibur seseorang yang sedang bersedih.

6.      Empati
Merupakan kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain serta menghayati pengalaman orang tersebut. Hal ini hanya akan berkembang jika anak telah dapat memahami ekspresi wajah orang lain atau maksud pembicaraan orang lain.

7.      Ketergantungan
Kebutuhan anak akan bantuan, perhatian, dan dukungan orang lain membuat anak memperhatikan cara- cara berperilaku yang dapat diterima lingkungannya. Namun, berbeda dengan anak yang bebas, ia cenderung mengabaikan ini.

8.      Sikap ramah
Seorang anak memperlihatkan sikap ramah dengan cara melakukan sesuiatu bersama orang lain, membantu teman, dan menunjukan kaish saying.

9.      Meniru
Anak- anak melakukan peniruan terhadap orang- orang yang diterima baik oleh lingkungannya. Dengan meniru anak- anak mendapatkan respons penerimaan kelompok terhadap diri mereka.

10.  Perilaku kelekatan
Berdasarkan pengalamannya pada masa bayi, tatkala anak merasakan kelekatan yang hangat dan penuh cinta kasih bersama ibunya, anak mengembangkan sikap ini untuk membina persahabatan dengan anak lain.

D.    Tahapan Penerimaan Sosial
Salah satu perkembangan sosial yang dialami anak adalah proses penerimaan sosial. Pengalaman ini akan membekali anak dalam melakukan penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Fungsi teman sangat penting dalam mengembangkan keterampilan ini. Menurut Hetherington (1987) fungsi teman ini diantaranya adalah membantu anak belajar mematuhi aturan- aturan melalui bermain, menjadi sumber informasi, teman berfungsi sebagai pendorong perilaku positif atau negative bagi anak.
Berkebnaan dengan penerimaan sosial ini, Hurlock (1991) mengemukakan beberapa tahapan (stage) dalam penerimaaan oleh kelompok teman sebaya, adalah sebagai berikut :
1.      A Reward – Cost Stage
Pada saat ini ditandai dengan adanya harapan yang sama, aktivitas yang sama dan kedekatan. Biasanya pada anak kelas 2 dan 3, tetapi belum mendalam.
2.      A Normative Stage
Pada stage ini ditandai oleh dimilikinya nilai yang sama, sikap terhadap aturan, dan sanksi yang diberikan. Biasanya terjadi pada anak kelas 4 dan 5.
3.      An Emphatic Stage
Pada stage ini dimilikinya pengertian, pembagian minat, self disclosure adanya kedekatan yang mulai mendalam. Biasanya di atas kelas 6.
  




























DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar