welcome

selamat datang selamat membaca dan semoga bermanfaat

Minggu, 03 November 2013

filsafat tentang hakikat manusia



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk ciptaan Alloh yang paling sempurna, karena manusia dibekali dengan berbagai kelebihan dibanding dengan makhluk lain, yaitu nafsu (sifat dasar iblis), taat/patuh/tunduk (sifat dasar malaikat) dan akal (sifat keistimewaan manusia). Ketiga hal tersebut membuat manusia memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan-Nya, jika manusia dapat mengatur ketiganya dan dapat memposisikan diri sebagaimana yang dititahkan oleh sang Robb.
Dalam Al qur’an surat Az-Zariyat (51) ayat 56, Alloh swt telah berfiman yang artinya kurang lebih demikian; “Aku (Alloh swt) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. Dari tafsir tersebut terlihat jelas bahwa jin dan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Alloh swt. Namun, banyak dari golongan manusia yang tidak dapat melakukan sebagaimana yang diharapkan oleh sang pencipta (Alloh SWT), malah manusia berbuat sebaliknya dan mengingkari apa yang telah dikaruniakan. Itu karena manusia belum memahami betul hakikat dirinya diciptakan dan diturunkan dibumi dilihat dari segi agama islam.
Dengan adanya akal, membuat manusia selalu ingin tahu tentang apapun. Untuk memenuhi rasa ingin tahu itu manusia menggunakan jalur pendidikan. Melalui pendidikan manusia memperoleh berbagai ilmu baru dan dapat mengembangkan ilmu tersebut.
Filsafat merupakan cabang ilmu pengetahuan yang selalu menggunakan pemikiran mendalam, luas, radikal (sampai keakar-akarnya), dan berpegang pada kebijakansanaan dalam melihat suatu problem. Dengan kata lain, filsafat selalu mencoba mencari hakikat atau maksud dibalik adanya sesuatu tersebut.
Dalam makalah ini, penulis mencoba membahas sedikit tentang hakekat manusia dilihat dari segi filsafat (menyeluruh). Sebenarnya untuk apa manusia hidup, bagaiman ia harus hidup, dll. Yang nantinya, dengan melihat hakekat manusia tersebut, apa kaitanya dengan proses pendidikan.
Mengingat manusia merupakan makhluk yang istimewa dan tidak akan pernah cukup membahas tentang manusia yang luas hanya dengan satu makalah, maka penulis sangat mengharap saran dan kritikan yang membangun dari peserta ketika nanti dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan (bauk pernyataan maupun penulisan) atau masih ada yang belum lengkap (kurang).

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pandangan ilmu pengetahuan tentang manusia?
2.      Apasaja masalah jasmani dan rohami ?
3.      Bagaimana pandangan antropologi metafisika ?
4.      Bagaimana kepribadian manusia dan pendidikan ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui padangan ilmu pengetahuan tentang manusia.
2.      Untuk mengetahui masalah jasmani dan rohani.
3.      Untuk mengetahui pandangan antropologi metafisika.
4.      Untuk mengetahui kepribadian manusia dan pendidikan




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakekat Manuisa
Ilmu yang mempelajari tentang hakekat manusia disebut antropologi filsafat. Hakekat berarti adanya berbicara mengenai apa manusia itu, ada empat aliran yang dikemukakan yaitu : aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, aliran eksistensialisme.
1.        Aliran Serba Zat
Aliran serba zat ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi.
2.      Aliran Serba Ruh
Aliran ini berpendapat bahwa segala hakekat sesuatu yang ada didunia ini ialah ruh, juga hakekat manusia adalah ruh, adapun zat itu adalah manifestasi dari pada ruh diatas dunia ini. Fiche mengemukakan bahwa segala sesuatu yang lain (selain ruh ) yang rupanya ada dan hidup hanyalah suatu jenis perumpamaan, perubahan atau penjelmaan dari ruh ( Gazalba, 1992: 288 ). Dasar pikiran aliran ini ialah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari pada materi. Hal ini mereka buktikan dalam kehidupan sehari-hari, yang mana betapapun kita mencintai seseorang jika ruhnya pisah dengan badannya, maka materi/jasadnya tidak ada artinya. Dengan demikian aliran ini menganggap ruh itu ialah hakekat, sedangkan badan ialah penjelmaan atau bayangan.
3.       Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua substransi yaitu jasmani dan rohani. Kedudukannya substansi ini masing-masing merupakan unsur asal, yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh, dan ruh tidak  berasal dari badan. Perwujudannya manusia tidak serba dua,  jasat dan ruh. Antara badan dan ruh terjadi sebab akibat yang mana keduanya saling mempengaruhi.
4.      Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berfikir tentang hakekat manusia merupakan kewajiban eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya hakekat manusia itu yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Disini manusia dipandang tidak dari sudut serba zat atau serba ruh atau dualisme dari dua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri didunia ini. Filsafat berpandangan bahwa hakekat manusia ialah manusia itu merupakan berkaitan antara badan dan ruh. Islam secara tegas mengatakan bahwa badan dan ruh adalah substansi alam, sedangkan alam adalah makhluk dan keduanya diciptakan oleh allah, dijelaskan bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan manusia menurut hukum alam material. Pendirian islam bahwa manusia terdiri dari substansi yaitu materi dari bumi dan ruh yang berasal dari tuhan, maka hakekat pada manusia adalah ruh sedang jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh saja. Tanpa kedua substansi tersebut tidak dapat dikatakan manusia.
Pandangan tentang hakekat manusia ini poespoprodjo mengemukakan bahwa:
a)      Hakekat manusia haruslah diambil dengan seluruh bagiannya yaitu bagian esensional manusia, baik yang ,metafisis ( animalitas dan rasionalitas ) maupun fisik ( badan dan jiwa ) juga semua bagian yang integral ( anggota-anggota badan dan pelengkapannya ). Manusia wyamajib menguasai hakekatnya yang kompleks san mengendalikan bagian bagian tersebut agar bekerja secara harmonis. Manusia menurut hakekatnya adalah hewan dan harus hidup seperti hewan ia wajib menjaga badannya dan memberi apa kebutuhannya. Tetapi hewan yang berakal budi dan ia harus juga hidup seperti makhluk yang berakal budi.

b)      Hakekatnya manusia harus diambil dengan seluruh nisbahnya, seluruh kaitannya tidak hany terdapat keselarasan batin antara bagian-bagian dan kemampuan –kemampuan yang membuat manusia itu sendiri, tetapi juga harus terdapat keselarasan antara manusia denagn lingkungannya. Keberadaan manusia dimuka bumi suatu yang menarik.sebab selain manusia itu sendiri selalu menjadi pokok permasalahan ,juga dapat dilihat bahwa segala peristiwa apapun yang terjadi didunia ini dan masalah apapun yang harus dipecahkan dibumi ini ,pada intinya dan akhirnya berhubungan juga dengan manusia .untuk itu usaha mempelajari hakikat manusia memerlukan pemikiran yang filosofis .karena setiap manusia akan selalu berfikir tentang dirinya sendiri .namun tingkat pemikiran itu selalu mempunyai perbedaan (nawawi ,1993:65). Hal itu disadarkan pada pemikiran bahwa selain sebagai subyek pandidikan ,manusia merupakan objek pendidikan itu sendiri .

 Kedudukan manusia yang paling menarik ialah bahwa manusia itu menyelidiki kedudukannya sendiri dalam lingkungan yang diselidiki pula (Drijarkara, 1986:50).suatu kenyataan terkadang yang diperoleh, ternyata hasil penyelidikan mengenei lingkungannya itu lebih memuaskan dari pada penyelidikan tentang manusia itu sendiri. Pemikiran tentang hakikat manusia sejak jaman dahulu sampai jaman modern ini belum berakhir dan tak akan pernah berakhir karena dalam pandangan yang lebih jauh, antara badan dan ruh menyatu dalam pribadi manusia yang disebut “aku”. Manusia yang pada dasarnya hewan memiliki banyak sifat yang serupa
dengan makhluk lain. Meski demikian ada seperangkat perbedaan antara manusia dengan makhluk lain yang tidak disamai, yang menganugrahi keunggulan pada diri manusia ( Muthahhari,1992: 62). Kenyataan seperti ini terkadang membuat manusia mempunyai versi yang berbeda dalam fikirannya. Sesuatu saat manusia akan berfikir bahwa mereka merupakan salah satu anggota margasatwa ( Animal kingdom). Disaat lain dia juga akan merasa warga dunia idea dan nilai ( Anshari, 1992:6). Pandangan seperti itulah yang pada akhirnya akan memperlihatkan keberadaan manusia secara utuh, bahwa mereka adalah pencari kebenaran.

B.     Pandangan Ilmu Pengetahuan Tentang Manusia
Hampir semua disiplin itu pengetahuan dalam bahasannya berusaha menyelidiki dan dan mengerti tentang makhluk yang bernama manusia. Secara khusus tujuan-tujuan pendidikan adalah memahami dengan mendalam tentang hakekat manusia itu sendiri. Aritoteles (384-32 SM) mengatakan bahwa manusia itu adalah hewan berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya yang berbicara berdasarkan akal pikirannya ( Zaini dan ananto, 1986 :4) hal itu tentu saja dengan tetap menilai seperangkat perbedaan antara manusia dengan hewan itu secara umum.
Menurut tinjauan islam, manusia adalah pribadi atau individu, yang berkeluarga dan selalu bersilaturrohmi dan mengabdi Tuhan. Manusia juga adalah pemeliharaan alam sekitar, wakil Allah SWT. Diatas permukaan bumi ini( Muntasir, 1985 : 5). Manusia dalam pandangan islam selalu berkaitan dengan kisah tersendiri, tidak hanya sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku pipih, berjalan dengan dua kaki, berbicara. Islam memandang manusia sebagai makhluk sempurna dibandingkan sengan hewan. Dan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, karena itu manusia disuruh menggunakan akalnyadan indranya agar tidak salah memahami mana kebenaran yang sesungguhnya dan mana kebenaran yang dibenarkan, atau dianggap benar (jalaludin dan usman said , 1994: 28).
Eksistensi manusia yang padat itulah yang perlu ( dan seharusnya) dimengerti untuk pemikiran selanjutnya. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk religius, yang dengan pernyataan itu mewajibkan manusia memperlakukan agama sebagai suatu kebenaran yang harus dipatuhi dan diyakini ( muhaimin, 1989 : 69). Untuk itu, adalah sangat penting membangun manusia yang sanggup melakukan pembangunan diniawi, yang mempunyai arti bagi hidup pribadi diakherat kelak. Dengan kata lain, usaha ilmu tersebut dalam rangka pembinaan manusia ideal merupakan progarm utama dalam pendidikan modern ( pendidikan yang lebih maju) pada masa-masa sekarang ini.

C.     Masalah Rohani Dan Jasmani
Terlalu banyak sebutan dan istilah yang diberikan untuk makhluk-makhluk berakal pikiran ciptaan Tuhan , seperti homo sapiens , homo rasionli ,animal social ,al-insan dan lain sebagainya. Bentuk sebutan itu mencerminkana keragaman sifat dan sikap manusia.hal itu dapat terjadi karena didalam diri manusia itu sendiri terdapat enam rasa yang menjadi satu , yaitu rasa intelek , rasa agma,rasa susilah, rasa sosial, rasa seni dan rasa harga diri/sifat ke-aku-an(muhaimin:63).
Maka tidak heran kalau sejak dulu manusia tiada henti-hentinya berusaha membedakan antara unsur manusia yang bersifat lahiriah dan maknawiah. Kebanyakan ahli filsafat yunani bependapat bahwa ruh itu merupakan satu unsur yang harus , yang dapat meninggalkan badan. Jika dia pergi dari badan, dia kembali ke alamnya yang tinggi , meluncur keangkasa luar dan tidak mati , sebagai mana ungkapan phytagoras kepada diasgenes(umar,1984:223).
Islam berpandangan bahwa hakikat manusia merupakan perakitan antara badan dan ruh.islam mengatakan dengan tegas bahwa kedua substansi ini adalah substansi alam(zuhairini : 75 ). Islam memandang permasalahan roh/ruh merupakan suatu hal yang terbatas untuk dipelajari secara mendalam(Q.S, 17:85). Hal itu menjadi landasan bukti walaupun banyak ilmu yang telah dimiliki oleh manusia, namun sampai kapan pun ia tidak akan melebihi Tuhannya, dalam kaitan masalah ruh ( Basalamah, 1993: 155). Itulah yang membedakan hasil yang telah dicapai islam dari segi sistem kerohaniannya yang tampak pada manusia adalah sosok tubuhnya, dalam hal efektifitas dirinya bersumber pada jiwa dan ruh. Karena itu hidup seorang muslim haruslah diarahkan atas kerjasama yang sempurna antara kepentingan dan kebutuhan jasmani-rohani.

D.    Pandangan Antropologi Dan Metafisika
Dalam studi filsafat untuk memahami secara baik,kita harus mempelajari lima bidang pokok yaitu :
a)       Metafisika,merupakan cabang filsafat yang memuat satu bagian dari persoalan filsafat :
1)      Membicarakan prinsip yang paling universal
2)      Membicarakan sesuatu yang bersifat keluarbiasaan
3)      Membicarakan karakteristik hal-hal yang sangat mendasar diluar pengalaman manusia
4)      Berupaya menampilkan suatu pandangan yang komprehensif tentang segala sesuatu
5)      Membicarakan tentang hubungan akal dengan benda,hakikat perubahan pengertian tentang kemerdekaan,wujud tuhan,kehidupan setelah mati dan sebagainya
b)      Epistemologi,yaitu teori pengetahuan yang secara umum membicarakan tentang sumber-sumber karakteristik dan kebenaran pengetahuan yang berpusat pada :
A)    problem asal pengetahuan ( origin )
B)   problem penampilan
C)    problem mencoba kebenaran
  1. Logika ,merupakan bidang pengetahuan yang mempelajari segenap azas,aturan dan tata cara penalaran yang benar
  2. Etika ,cabang filsafat yang membahas tindakan manusia dengan penekanan yang baik dan yang buruk
  3. Sejarah ,sejarah filsafat adalah laporan peristiwa yang berhubungan dengan pemikiran filsafat,didalamnya memuat pemikiran kefilsafatan mulai dari zaman yunani sampai zaman modern.dalam sejarah filsafat bisa diketahui pemikiran-pemikiran yang jenius hingga pemikir itu dapat mengubah dunia dengan ide-ide yang cemerlang.
Pada mulanya istilah metafisika digunakan di yunani untuk merujuk pada karya-karya tertentu aristoteles (384-322 sm). Namun sebenarnya istilah metafisika bukanlah dari aristoteles, metafisika oleh aristoteles disebut sebagai filsafat pertama atau theologia, dalam pandangan aristoteles, metafisika belum begitu jelas dibedakan dengan fisika. Secara etimologis, metafisika berasal dari bahasa yunani, meta ta fisika yang artinya menurut louis o. Katsoff adalah hal-hal yang terdapat sesudah fisika. Aristoteles mendefinisikannya sebagai ilmu pengetahuan mengenai yang-ada sebagai yang-ada, yang dilawankan misalnya dengan yang-ada sebagai yang-digerakkan atau yang-ada sebagai yang-jumlahkan. Pada masa sekarang, metafisika dipahami sebagai bagian dari filsafat yang mempelajari dan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan terdalam tentang hakikat segala sesuatu. Pertanyaan-pertanyaan filosofis tersebut membahas dan tertuju pada beberapa konsep metafisik, dengan kata lain yang lebih tepat agaknya adalah, konsep-konsep di luar hal-hal yang bersifat fisik.
Menurut cristian wolf (1679-1754), metafisika terbagi menjadi dua jenis. Pertama, metafisika generalis, yakni ilmu yang membahas mengenai yang ada atau pengada atau yang lebih dikenal sebagai ontologi, dan kedua, metafisika spesialis yang terbagi menjadi tiga bagian besar,
1)      antropologi, yang menelaah mengenai hakikat manusia, tentang diri dan kedirian, tentang hubungan jiwa dan raga,
2)      kosmologi, yang membahas asal-usul alam semesta dan hakikat sebenarnya, dan
3)      teologi, membahas mengenai tuhan secara rasional.
Sementara itu driyarkara menyamakan metafisika dengan ontologi, ia menyatakan bahwa filsafat tentang ada dan sebab-sebab pertama adalah metafisika atau ontologi, yang di samping membahas tentang ada dan sebab-sebab pertama tersebut, juga membahas mengenai apakah kesempurnaan itu, apakah tujuan, apakah sebab-akibat, apa yang merupakan dasar yang terdalam dalam setiap barang yang ada (hylemorfism), intinya adalah, apakah hakikat dari segala sesuatu itu.
Salah satu contoh penalaran metafisika tentang ada adalah yang pernah dilakukan oleh plotinos sebagai seorang neo-platonis yang diperkirakan lahir di mesir pada 204 atau 205 sm, dan hampir semua pengetahuan para filsuf tentang kehidupan dan pemikiran plotinos didapatkan dari buku vita plotini yang ditulis oleh porphyrius, salah seorang muridnya (232-305 sm).
Kedua, naturalisme. William r. Dennes (1944) menyatakan bahwa naturalisme -modern- menyatakan bahwa hakikat kenyataan adalah bersifat kealaman, kategori pokok untuk memberikan keterangan mengenai kenyataan adalah kejadian. Kejadian-kejadian dalam ruang dan waktu merupakan satuan-satuan penyusun kenyataan yang ada, dan senantiasa dapat dialami oleh manusia biasa. Secara umum, naturalisme menyatakan alam ini adalah hakikat terdalam dari kenyataan. Di titik singgung inilah naturalisme yang menegaskan dunia-ini (alam kodrati) dilawankan dengan supernaturalisme yang menegaskan bahwa hakikat kenyataan yang sebenarnya adalah dunia-lain (adi kodrati). Supernaturalisme menganggap bahwa dunia-lain lebih tinggi dan berkuasa dibandingkan dunia-ini.
Animisne adalah salah satu contoh dari pemikiran supernaturalisme yang paling tua. Sementara itu dari rahim pandangan naturalisme lahirlah materialisme yang menganggap bahwa roh berasal dari materi, kaum materialisme menyatakan bahwa gejala-gejala alam disebabkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan demikian dapat kita ketahui.

Manusia merupakan salah satu dari berbagai jenis makhluk hidup, yang sudah ribuan abad lamanya  menghuni bumi sebagai satu-satunya planet yang paling sesuai untuk dijadikan sebagai tempat hidupnya. Sebelum menjadi proses pendidikan diluar dirinya , manusia cenderung pada awalnya berusaha melakukan pendidikan pada dirinya sendiri. Pendidikan dimaksud , manusia berusaha mengerti dan mencari hakekat kepribadian tentang siapa mereka yang sebenarnya.
Dalam kondisi ilmu mantiq ( logoka berfikir ) manusia dikenal dengan sebutan Al- insani hayawaanun nathiq ( manusia adalah hewan yang berfikir ). Berfikir pada batasnya   ini maksudnya berkata-kata, dan mengeluarkan pendapat serta fikiran ( anshari, 1982 : 4 ). Pada perjalanan proses pendidikan, peranan efektif terhadap pembinaan kepribadian manusia dapat melalui lingkungan dan juga didukung oleh faktor pembawaan sejak manusia mulai dilahirkan. Dalam kaitan ini perlu ditinjau tentang teori natifisme, empirisme dan konfergensi. Pada dasarnya tujuan pendidikan secara umum adalah untuk membina kepribadian manusia secara sempurna . pengertian kriteria sempuna ditentukan oleh masing-masing pribadi ,masyarakat ,bangsa suatu tempat dan waktu. Pendidikan yang terutama dianggap sebagai transfer kebudayaan , pengembangan ilmu pengetauan akan membawa manusia mengerti dan memahami lebih luas tentang masalah seperti itu. Dengan demikian ilmu pengetahuan memiliki nilai-nilai praktis di dalam kehidupan,baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat.








BAB III
KESIMPULAN
Hubungan antara manusia, filsafat dan pendidikan terletak pada; filsafat digunakan untuk mencari hakekat manusia, sehingga diketahui apa saja yang ada dalam diri manusia. Hasil kajian dalam filsafat tersebut oleh pendidikan dikembangkan dan dijadikannya (potensi) nyata berdasarkan esensi keberadaan manusia.
Dalam filsafat, pemahaman manusia dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu: pertama, masalah rohani dan jasmani; Aliran Serba zat (Faham Materialisme), Aliran Serba Ruh, Aliran Dualisme, dan Aliran Eksistensialisme. Kedua, sudut pandang antropologi; manusia sebagai makhluk individu (individual being), manusia sebagai makhluk sosial (sosial being) dan manusia sebagai makhluk susila (moral being). Ketiga, pandangan Freud tentang struktur jiwa (kepribadian); bagian dasar atau das Es (the Id), bagiantengahatau das Ich (aku) dan bagianatasatau das UberIch (superego). Keempat, sudut pandang asal-mula dan tujuan hidup manusia ; kehidupan ini berawal dari causa prima (Tuhan) dan pada akhirnya kembali kepada causa prima (Tuhan) pula.




DAFTAR PUSTAKA
Noor Syam, Mohammad. 1988 cet.4. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional
Dakker, Anton.2000.Antropologi Metafisika.Yogyakarta: KANASIUS

peran sistem-sistem filsafat pendidikan



BAB II
PEMBAHASAN
A.    PERANAN SISTEM-SITEM FILSAFAT PENDIDIKAN
Sistem filsafat pendidikan adalah Kata sistem barasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang berarti “cara, strategi”. Dalam bahasa Inggris system berarti “system, susunan, jaringan, cara”. System juga diartikan “suatu strategi, cara berpikir atau model berpikir”.

Definisi Tradisional menyatakan bahwa system adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Definisi modern juga tidak jauh berbeda dengan definisi tradisional seperti apa yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:
1.    Immegart mendifinisikan system adalah suatu keseluruhan yang memiliki bagian-bagian yang tersusun secara sistematis, bagian-bagian itu terelasi antara satu dengan yang lain, serta peduli terhadap kontek lingkungannya.
2. Roger A Kanfman mendifinisikan system dengan sutu totalitas yang tersusun dari bagian-bagian yang bekerja secara sendiri-diri atau bekerja bersama-sama untuk mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan berdasarkan kebutuhan.
3. Zahara Idris mengemukakan bahwa system adalah suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau element-element, atau unsur-unsur sebagai sumber-sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur untuk mencapai suatu hasil.
Sedangkan pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja serta penuh tanggung jawab yang dilakukan orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan.

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokraris serta bertanggung jawab.Untuk mengembangkan fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
                                           Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Sistem yang dimaksud dalam hal ini adalah satu-kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu, lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Satu kesatuan bagian-bagian.
2.      Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3.      Saling berhubungan, saling ketergantungan.
4.      Kesemua dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem).
5.      Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974:122)
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organik. Sila-sila dalam pancasila saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa dikualifikasikan oleh sila-sila lainnya. Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian (sila-silanya) saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh.
Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa dan negara.
KenyataanPancasila yang demikian ini disebut kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang. Sehingga Pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistem-sistem filsafat yang lain misalnya: liberalisme, materialisme, komunisme, dan aliran filsafat yang lain.


a.       ONTOLOGI (METAFISIKA) dan PENDIDIKAN
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.Ontologi membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari suatu pengetahuan dengan jalan melakukan pengamatan atau pun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat tersebut berusaha membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan atau penelitiannya tersebut. Dengan demikian, ilmu merupakan suatu kegiatan yang sifatnya operasional. Jadi terdapat runtut yang jelas dari mana suatu ilmu pengetahuan berasal.
Pada dasarnya pengertian pendidikanUU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikanadalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Sedangkan pengertian pendidikan menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Hubungan antara ontologi dengan pendidikan
Ontologi merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan.Berisi mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang ingin diketahui manusia dan objek apa yang diteliti ilmu. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi pendidikan ialah sisi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan.
 Jadi hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.

b.      EPISTIMOLOGI dan PENDIDIKAN
Secara historis, istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier, untuk membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi ternyata menyimpan “misteri” pemaknaan atau pengertian yang tidak mudah dipahami. Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian para ahli, tetapi mereka memiliki sudut pandang yang berbeda ketika mengungkapkannya, sehingga didapatkan pengertian yang berbeda-beda, buka saja pada redaksinya, melainkan juga pada substansi persoalannya.
Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam upaya memahami pengertian suatu konsep, meskipun ciri-ciri yang melekat padanya juga tidak bisa diabaikan. Lazimnya, pembahasan konsep apa pun, selalu diawali dengan memperkenalkan pengertian (definisi) secara teknis, guna mengungkap substansi persoalan yang terkandung dalam konsep tersebut. Hal iini berfungsi mempermudah dan memperjelas pembahasan konsep selanjutnya. Misalnya, seseorang tidak akan mampu menjelaskan persoalan-persoalan belajar secara mendetail jika dia belum bisa memahami substansi belajar itu sendiri. Setelah memahami substansi belajar tersebut, dia baru bisa menjelaskan proses belajar, gaya belajar, teori belajar, prinsip-prinsip belajar, hambatan-hambatan belajar, cara mengetasi hambatan belajar dan sebagainya. Jadi, pemahaman terhadap substansi suatu konsep merupakan “jalan pembuka” bagi pembahasan-pembahsan selanjutnya yang sedang dibahas dan substansi konsep itu biasanya terkandung dalam definisi (pengertian).
Demikian pula, pengertian epistemologi diharapkan memberikan kepastian pemahaman terhadap substansinya, sehingga memperlancar pembahasan seluk-beluk yang terkait dengan epistemologi itu. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu.
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Dalam Epistemologi, pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui”? Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah: 1.Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?; 2). Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?; 3). Bagaimanakah validitas pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman) (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2003, hal.32).
Pengertian lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005).
Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Hubungan antara epistemologi dengan pendidikan
            Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan,sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,metode atau caraa memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan. Aspek epistemologi adalah kebenaran fakta atau kenyataan dari sudut pandang mengapa dan bagai mana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau dibuktikan kebenarannya.
Jadi hubungan epistemologi dengan pendidikan adalah untuk mengembangkan ilmu secara produktif dan bertanggung jawab serta memberikan suatu gambaran-gambaran umum mengenai kebenaran yang diajarkan dalam proses pendidikan.
c.       LOGIKA PENDIDIKAN
Logika adalah cabang atau bagian filsafatyang menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan formal dan prosedur-prosedur normatif,serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpuian demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan secara rasional (Rapar, 1996). Sebagai ilmu, logika berasal dari pandangan Aristoteles, meski ia tidak menyebutnya logikaq, tetapi filsafat analitika. Istilah logika digunakan pertama kali oleh Zeno dari Citium (334-262 SM) dari kata logikos dan kataini berasal dari kata logosyang tentunya anda telah mengetahui artinya, yaitu akal atau pikiran, sedangkan logikos mempunyai arti sesuatu yang diutarakan dengan akal. Logika ini akan di bahas tersendiri dalam modul mengenai argumentasi ilmiah.