PERANAN AGAMA DALAM PERKAWINAN
A. Peranan Agama dalam Perkawinan
1. Pentingnya agama dalam perkawinan
Perkawinan adalah Ketuhanana yang maha esa. Manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki dorongan untuk berhubungan dengan kekuatan yang ada diluar diri manusia tersebut, yaitu hubungan dengan Tuhan. Manusia merupakan mkhluk yang lemah, sehingga manusia sewaktu-waktu pasti akan akan teringat pada kekuatan Tuhan.
Dengan adanya kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam agama yang dianutnya, akan memberikan tuntunan dan bimbingan kepada orang yang memeluknya. Agama akan menuntun ke hal-hal yang baik dan menghindari perilaku tercela. Demikian pula jika agama dikaitkan dengan perkawinan, maka agama yang dianut oleh masing-masing anggota pasangan akan memberikan tuntunan dan bimbingan bagaimana bertindak secara baik. Dengan agama atau kepercayaan yang kuat, keadaan ini akan dapat digunakan sebgai benteng yang tangguh untuh menanggulangi perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji.
Cukup banyak maslah-masalah yang dapat dipecahkann bila dikembalikan kepada agama yang dianutnya. Dengan agama yang cukup kuat pada seseorang, maka dapat diperhitungakan bahwa penyelewengan-penyelewengan dalam keluarga akan dapat dihindarkan, karena ajaran agama dijadikan sebagai acuan.
Kalau suami isteri memiliki agama yang sama, keadaan tersebut merupakan hal yang ideal. Dengan kesamaan agama yang dianutnya, hal tersebut akan memberikan pandangan, sikap, frame of refrence yang relatif sama. Dengan demikian persoalan yang timbul karena soal agama telah dapat dihindari.
2. Pasangan yang beda agama
Perkawinan antara pasangan yang memiliki agama yang berbeda akan mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk timbulnya masalah bila dibandingkan dengan perkawinan yang seagama, yang dapat meningkat sampai perceraian. Secara langsung hal-hal tersebut bukan semata-mata karena perbedaan agama, tetapi denga bedanya agama yang dianut oleh psangan tersebut akan membawa perbedaan pendapat, sikap, kerangaka acuan, dan ini dapat berkembang lebih jauh, yang akhirnya dapat terjadi perceraian.
Berhubungan dengan uraian diatas, bila dalam mencari pasangan yang berbeda agama, maka perlu dipertimbangkan secara masak, karena hal tersebut akan berakibat, antara lain :
o Adanya tekanan dari pihak keluarga, lembaga agama, karengan adanya penyimpangan dari keadaan yang biasa.
o Dapat terjadi tidak bersatunya interpretasi mengenai sesuatu, karena memang kerangka acuannya berbeda, sehingga kadang-kadang membawa kesulitan.
o Setelah pasangan itu mempunyai anak, keadaan ini akan lebih terasa, karena agama mana yang akan dididikan kepada anak akan menjadi persoalan. Dalam menentukan ini mungkin sekali akan terjadi pertentangan antara suami isteri. Bila masing-masing pihak bersitegang memegan pendapatnya sendiri yang akan makin merumitkan keadaan. Keadaan itu akan tamnah rumit lagi kalau keluarga masing-masing pihak ikut campur tangan dalam menentukan agama mana yang akan diberikan kepada anak.
Perbedaan agama antara suami isteri akan memberikan lingkungan yang kurang menguntungkan bagi perkembangan anak, karena banyak hal yang menjadi tanda tanya bagi anak dan anak akan menjadi bingung. Karena itu jalan yang baik bagi pasangan yang beda agama ini, ialah apabila salah satu pihak mengalah dan menyetujui agama pihak lain. Namun langkah ini bukanlah langkah-langkah yang mudah, bukan semudah seperti orang mengganti pakaian.
Pada waktu ini memang ada pasangan keluarga yang beda agama. Kiranya hal ini menunjukan gejala yang sudah tidak asing lagi. Banyak faktor yang menjadi pendorong perkawinan yang demikian itu, antara lain:
a. Kenyataan di Indonesia masyarakat yang heterogen, yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa, juga adanya agama yang beragam di Indonesia. Hal ini akan sangat berpengaruh dalam pergaulan sehari-hari, dalam kehidupan bermasyarakat, bergaul begitu erat dan tidak membedakan agama yang satu dengan yang lain.
b. Dengan makin majunya jaman, makin banyak anggota masyarakat yang menikmati pendidikan dan makin banyak system sekolah campuran, baik campuran dalam sekse, maupun campuran dalam hal agama, yang berarti tidak adanya batasan agama tertentu.
c. Makin dirasakan usang terhadap pendapat bahwa keluarga memiliki peranan penentu dalam pemilihan calon pasangan bagi anak-anaknya, bahwa mereka harus kawin dengan orang yang mempunyai agama yang sama
d. Makin meningkatnya pendapat bahwa adanya kebebasan memilih pasangan, dan pemilihan tersebut didasarkan atas cinta. Jika cinta telah mendasarinya dalam hubungan seorang pria dan seorang wanita, tidak jarang pertimbangan secara matang juga termasuk menyangkut agama kurang dapat berperanan.
e. Dengan meningkatnya hubungan anak muda di Indonesia dengan anak muda d manca negara, dengan berbagai macam bangsa, kebudayaan, agama serta latar belakang yang berbeda, hal tersebut, sedikit atau banyak ikut menjadi pendorong atau melatar belakangi terjadinya perkawinan beda agama. Sehingga bagi anak muda, kawin dengan agama yang berbeda seakan-akan sudah tidak menjadi masalah lagi.
Namun masih ada sementara orang yang meragukan mengenai hal ini, sebab belum tentu yang bersangkutan akan menjadi oenganut agama yang baik. Karena mengubah kepercayaan bukanlah hal yang mudah. Tetapi bagaimanapun keadaanya, demi untuk kebahagiaan keluarga, kebahagiaan anak, sebaiknya salah satu pasangan itu harus rela berkorban menyerahkan kepercayaan agmanya, untuk mengkuti agama pihak lain. Sebab kalau tidak, anak-anak akan menjadi bingung, agama mana yang mau diambil.
BAB II
PERANAN KOMUNIKASI DALAM PERKAWINAN
A. Peranan Komunikasi Dalam Perkawinan
Perkawinan merupakan bersatunya seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri untuk membentuk keluarga. Pada umumnya masing-masing pihak, telah memiliki pribadi sendiri. Karena itu untuk menyatukan satu dengan yang lain perlu adanya saling penyesuaian, saling pengertian, dan hal tersebut perlu disadari benar-benar oleh kedua pihak yaitu suami-isteri.
Dalam kaitan dengan hal tersebut, maka peranan komunikasi dalam keluarga adalah hal yang sangat penting. Antara suami dan isteri harus saling berkomunikasi dengan baik untuk mempertemukan satu dengan yang lain, sehingga dengan demikian kesalahan dapat dihindarkan.
Dengan berkembangnya keluarga, dengan hadirnya anak dalam keluarga maka komunikasi pun akan lebih meningkat, dengan pengertian harus ada komunikasi antara orang tua dan anak, dan sebaliknya. Cukup banyak persoalan yang timbul disebabkan kurang adanya komunikasi dalam lingkungan keluarga.
Walaupun masing-masing pihak telah terbentuk keadaan pribadinya namun adakalanya salah satu pihak atau keduanya ingin merubah atau membentuk sikap baru, sehingga demikian masing-masing saling berusaha untuk menyatukan diri dengan baik.
1. Sifat Komunikasi Dalam Keluarga
Komunikasi antara suami dan isteri harus saling terbuka, berlangsung dua arah. Pada dasarnya tidak ada rahasia antara suami dan isteri, dengan demikian satu sama lain saling “membuka kartu”, kecuali menyangkut rahasia jabatan.
Dengan komunikasi yang saling terbuka diharapkan tidak ada hal yang tertutup, sehingga apa yang ada disuami juga diketahui isteri, demikian sebaliknya. Sifat keterbukaan tersebut sampai pada hal yang sekecil-kecilnya, masalah ranjang pun harus saling terbuka untuk menghidari hal-hal yang tidak dikehendaki.
Sifat keterbukaan itu dalam waktu-waktu tertentu juga harus dilaksanakan kepada anak, bila anak telah dapat berfikir secara baik dan mempertimbangkan hal yang baik terhadap hal yang dihadapinya.
Dengan komunikasi yang terbuka antara anggota keluarga, maka akan terbina saling pengertian, mana-mana yang baik perlu dipertahankan dan dikembangkan, dan mana-mana yang tidak baik perlu di dihindarkan. Dengan demikian terbentuklah sikap saling terbuka, saling mengisi, dan akan terhindar dari kesalahpahaman.
2. Sikap Dalam Hubungannya Dengan Komunikasi
Salah satu pengertian sikap mengenai sikap yaitu merupakan organisasi keyakinan – keyakinan seseorang mengenai sesuatu objek yang disertai adanya perasaan – perasaan tertentu yang sedikit banyak bersifat ajeg, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk bertindak dalam cara yang tertentu.
Pengertian tersebut diatas memberikan pengertian kepada kita bahwa sikap yang ada pada seseorang akan memberi warna bagaimana seseorang itu bertindak. Tindakan seseorang akan dilatar belakangi oleh sikap yang ada padanya. Apa yang diperbuat oleh suami – isteri adalah menggambarkan sedikit banyak mengenai sikapnya.
Suatu sikap selain menjadi salah satu pendorong yang akan mewarnai dalam seseorang bertindak juga adanya perasaan yang timbul yang menyertai suatu sikap tertentu itu. Misalnya seseorag isteri mempunyai sikap senang terhadap sesuatu, maka dengan sikap senang itu adanya tendensi dari isteri untuk berbuat sesuai dan mendekati kepada objekyang disenangi itu. Dengan demikian maka bagaimana sikap seorang isteri terhadap suaminya atau sikap seorang suami terhadap isterinya akan mempunyai peranan penting dalam hubungan antara suami dan isteri itu. Jadi kalau sudah ada sikap yang tak tenang terhadap pasangannya ini berarti sudah ada tanda bahaya dalam kehidupan keluarga tersebut, yang mungkin komunikasi antara suami dan isteri akan terganggu.
Menurut Katz (lih. Secord & Backman, 1964)ada 4 fungsi mengenai sikap yaitu :
a. Sikap sebagai instrumen atau alat untuk mencapai tujuan
Seseorang mengambil sikap tertentu terhadap sesuatu objek karna atas dasar pemikiran sampai sejauh mana objek tersebut dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Kalau objek itu berguna untuk mencapai tujuannya, maka sikapnya akan baik dan positif, begitu pula sebaliknya.
b. Sikap sebagai pertahanan ego
Kadang – kadang orang akan mengambil sikap tertentu karena hanya untuk mempertahankan egonya atau akunya. Karna merasa harga dirinya terdesak atau terancam, maka seseorang akan mengambil sikap tertentu terhadap suatu objek.
c. Sikap berfungsi sebagai ekspresi nilai
Yang dimaksud dengan ini adalah bahwa sikap seseorang menunjukkan bagaimana nilai – nilai yang ada pada seseorang itu.
d. Sikap berfungsi sebagai pengetahuan
Ini berarti bagaimana sikap seseorang terhadap sesuatu, juga mencerminkan keadaan pengetahuan dari orang yang bersangkutan. Seseorang ingin mengerti, ingin membentuk pengalaman – pengalamannya dengan benar, jika elemen – elemen yang diperolehnya tidak konsisten dengan apa yang telah diketahuinya, maka hal tersebut akan disusun kembali atau diubah menjadi konsisten.
3. Komunikasi Dalam Kaitannya Dengan Pengubahan Dan Pembentukan Sikap.
Sikap suami atau isteri terhadap sesuatu telah melekat pada individu yang bersangkutan. Walaupun sikap itu mempunyai tendensi bersifat ajeg, tetapi sikap pada diri seseorang masih dapat berubah. Walaupun tak dipungkiri sikap itu sulit untuk dirubah, tergantung bagaimana sikap tersebut mendarah daging pada seseorang.
Kalau telah ada sikap yang mendalam bahwa isteri adalah sebagai “pelengkap”, sebagai “teman belakang” dan ini merupakan kerangka acuannya, ini agak sulit mengubah bahwa isteri itu tidak hanya pelengkap, tetapi untuk sama-sama membina hubungan keluarga, bukan teman belakang, tetapi teman hidup bersama yang mempunyai kedudukan yang seimbang. Walau sikap ini sulit untuk diubah, tetapi pada dasarnya sikap itu dapat diubah, dapat dibentuk.
Untuk mengubah dan membentuk sikap dapat ditempuh dengan secara langsung, dengan tukar pikiran, dengan tatap muka, tetapi juga dapat dengan cara tak langsung, yaitu dengan menciptakan suasana yang dikehendaki atau dengan melalui media masa, misalnya, melalui tv, radio, surat kabar, majalah-majalah dan sebagainya. Peranan media masa sangat penting dalam mempengaruhi dan mengubah sikap, oleh karena itu hendaklah menyajikan bacaan-bacaan yang bermanfaat bagi keluarga.
Tidak kalah pentingnya dalam pembentukan pengubahan sikap dengan menciptakan suasana yang mendukung kearah pembentukan sikap yang diinginkan. Ini berarti bahwa lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa hingga akan menunjang pembentukan sikap tersebut.
Dapat juga dengan menggunakan cara analisis sarana-tujuan yaitu dengan memberikan keyakinan bahwa objek sikap itu sangat berguna, sangat membantu dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Bila seorang isteri atau suami menyakini pasangannya bahwa hal tersebut baik dan dapat menunjang kehidupan keluarga, maka dapat diperhitungkan bahwa hal tersebut baik untuk keduanya. Misalnya, isteri meyakini bahwa ikut arisan akan menunjang kehidupan keluarga, kemudian suami meyakini dan menerima ide yang dikemukakan oleh isterinya.
Disamping cara-cara tersebut diatas juga dapat ditempuh dengan cara komponen yang membentuk sikap itu. Walaupun para ahli memiliki pendapat yang berbeda mengenai komponen sikap, namun pada umunya para ahli sepakat bahwa dalam sikap terkandung komponen-komponen :
a. Komponen Kognitif, yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pendapat, pandangan, kepercayaan seseorang kepada objek sikap tertentu. Dalam komponen ini menyangkut bagaimana individu mempersepsi objek sikap itu. Bagaimana sikap isteri tentang keluarga bencana, tentang pemakaian obat tertentu, merupakan komponen yang menyangkut komponen kognitif tersebut.
b. Komponen afektif, atau komponen yang berkaitan dengan perasaan, yaitu bagaimana perasaan yang timbul pada seseorang terhadap objek tertentu. Perasaan dapat berwujud perasaan senang atau sebaliknya. Komponen ini akan berkaitan dengan arah dari sikap. Kalau objek sikap dapat menimbulkan perasaan senang, maka objek tersebut akan bersikap positif, demikian sebaliknya.
c. Komponen konatif, komponen tingkah laku atau action component, sering disebut komponen psiko-motor. Komponen ini berkaitan sampai sejauh mana sikap itu akan mendorong seseorang dalam perbuatan atau tindakannya, komponen ini berhubungan dengan kecendrungan untuk bertindak. Sikap memang bukan hanya tindakan, tetapi perbuatan seseorang pada umumnya akan diwarnai oleh sikap yang ada padanya.
Dalam rangka pengubahan dan pembentukan sikap dapat melalui komponen-komponen tersebut. Ini berarti bahwa untuk mengubah atau membentuk sikap yang baru dapat melalui komponen kognitif, afektif, dan konatif.
Bila melalui komonen kognitif, ini berarti dalam rangka pengubahan sikap tersebut dengan cara memberikan pengertian-pengertian baru sesuai dengan apa yang dikehendaki. Misalnya, seorang istri ingin membentuk sikap baru pada suaminya agar memiliki sikap keterbukaan terhadap isteri. Langkah yang ditempuh oleh isteri ialah memberikan pengertian tentang keterbukaan itu, bagaimana keuntunganya bagi kehidupan keluarga.
Komponen afeksi yaitu melalui perasaan. Perasaan senang kana menimbulkan sikap positif, demikian sebaliknya. Kalau seorang suami berbuat sesuatu yang dikehendaki oleh isteri, dan atas perbuatan itu isterti memberikan pujian atau hadiah,maka akan ada kecendrungan bahwa perbuatan itu akan diulangi lagi, yang pada akhirnya akan mengubah sikap objek tersebut.
Pembentukan sikap dengan melalui komponen konatif, yaitu dengan cara berlatih bentindak, berbuat seperti yang diinginkan, bila telah dibiasakan demikian, diharapkan akan terbentuknya perbuatan serta sikap yang dikehendaki. Misalnya ini dapat ditempuh dimana orang tua memaksa anaknya berbuat sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan orang tua dalam pembentukan sikap maupun perbuatannya yang kemudian diikuti dengan pengertian-pengertian.
Bila pengubahan dan pembentukan itu dengan melalui komponen kognitif, ada beberapa jalan yang dapat ditempuh sebagai berikut :
a. Sugesti
Ialah dengan memberikan gambaran apa yang dikehendaki itu secara berulang kali. Dengan demikian hal tersebut dikemukakan berulang kali, maka secara tidak terasa, apa yang dikemukakan itu akam diambil oper oleh pihak lain, misalnya oleh isteri atau suami.
b. Persuasi
Adalah cara membujuk untuk mengerjakan sesuatu seperti apa yang dikehendaki.dengan persuasi tidak ada unsur paksaan tetapi memberikan pengertian bahwa sesuatu itu adalah baik, dan perlu dijalankan atau dilaksanakan. Karena tidak ada unsur paksaan, jika seseorang tersebut belum menanggapi, maka perlu diberkan pengertian lagi mengenai hal tersebut.
c. Konformitas
Adalah usaha untuk menjadikan konform dengan pihak lain. Dalam rangka ini diberikan gambaran dari pihak lain ada hal yang kiranya dapat dijadikan acuan, sehingga ada baiknya kita menjadi konform dengan pihak tersebut.. dalam hal ini menggunakan keluarga lain sebagai acuan, karena keluarga tersebut dianggap dalam keadaan baik.
d. Diskusi
Dengan diskusi maka akan dapat saling bertukar pikiran antara suami isteri atau pun dengan anggota keluarga yang lain, sehingga demikian maka akan terbentuklah akan sikap yang dikehendaki. Dengan diskusi, apa yang diterimanya akan benar-benar dapat diyakini, sehingga dengan demikian bila ada pendapat atau pemikiran lain akan mendapat pertimbangan yang mendalam.
e. Indoktrinisasi
Adalah pembentukan atau pengubahan sikap dengan cara memberikan sikap yang dikehendaki itu tanpa adanya kesempatan untuk mendiskusikan hal tersebut. Suami isteri, anak dan orang lain tinggal menerima begitu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar