welcome

selamat datang selamat membaca dan semoga bermanfaat

Rabu, 09 April 2014

ABK Berkelainan Fisik


ANAK  BERKEBUTUHAN KHUSUS BERKELAINAN FISIK

A.    Klasifikasi Anak Tunanetra
Tunanetra adalah anak-anak yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang memiliki tingkatan atau klasifikasi yang berbeda.
-          Berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan
Seseorang yang dikatakan penglihatannya normal apabila hasil tes shellen menunjukkan ketajaman penglihatan 20/20 atau 6/6 meter. Sedangkan untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan kategori low vision (kurang lihat), yaitu penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan 6/20 m- 6/60 m. Kondisi yng demikian sesungguhnya penderita masih dapat melihat dengan bantuan alat khusus. Sedangkan untuk kategori berat atau blind, yaitu penyandang tunanetra yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan 6/60 atau kurang.untuk yang kategori yang berat ini, masih ada dua kemungkinan yaitu; penderita ada kalanya masih dapat melihat gerakan-gerakan tangan, ataupun hanya dapat membedakan gelap dan terang. Sedangkan tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan dengan visus 0, sudah sama sekali tidak dapat melihat.
-          Berdasarkan adaptasi pendagogis
Kirk, SA(1989) mengklasifikasikan penyandang tunanetra berdasarkan kemampuan penyesuaian dalam pemberian layanan pendidikan khusus yang diperlukan. Klasifikasi dimaksud adalah:
~  kemampuan melihat sedang (moderate visual disability), dimana pada taraf ini mereka masih dapat melaksanakan tugas-tugas visual yang dilakukan orang awas dengan menggunakan alat bantu khusus serta dengan bantuan cahaya yang cukup.
~ ketidak mampuan melihat taraf berat (severe visual disability), pada taraf ini mereka memiliki penglihatan yang kurang baik atau kurang akurat meskipun dengan menggunakan alat bantu visual dan modivikasi, sehingga mereka membutuhkan banyak dan tenaga dalam mengerjakan tugas-tugas visual.
-          Ketidak mampuan melihat taraf sangat berat (rofound visual disability),  pada taraf ini mereka mengalami kesulitan dalam melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail seperti membaca dan menulis.
Secara fisik mungkin anak mampu mencapai kematangan sama dengan anak awas pada umumnya, tetapi dikarenakan fungsi psikisnya, seperti pemahaman terhadap realita lingkungan, kemungkinan adanya bahaya dan cara – cara menghadapinya, keterampilan gerak serba terbatas, serta kurangnya keberanian dalam melakukan sesuatu mengakibatkan kematangan fisiknya kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam melakukan aktivitas gerakan motorik. Anak tunanetra mengalami hambatan dalam sistem umpan balik persepsi penginderaan yang sangat penting dalam konsep belajar, seperti : pengenalan bentuk, ukuran dan ruang (spatial).
Fallen dan Umansky (1985) menjelaskan bahwa anak tunanetra cenderung gagal dalam memahami gambaran tubuh (body image) secara akurat, sebagai dampak dari eksplorasi yang terbatas, gerakan yang terbatas dan overprotection, yang semua ini kan berpengaruh terhadap kelambatan dalam perkembangan motoriknya.

B.     Klasifikasi Anak Tunarungu
Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidak fungsian organ pendengaran atau telinga seseorang anak. Tunarungu terdiri atas 2 tingkatan yaitu umum dan khusus.
-          Tunarungu secara umum
~ the deaf atau tuli, yaitu peyandang tunarngu berat dan sangat berat dengan tingkat ketulian di atas 90 dB.
~ heard of hearing, atau kurang dengan yaitu penyandang tunarungu ringan atau sedang dengan derajat ketulian 20- 90 dB.
-          Tunarungu secara khusus
~tunarungu ringan adalah penyandang tunarungu yang mengalami tingkt ketulian 25-45 B. Seseorang yang mengalami ketunarunguan taraf ringan  dimana ia mengalami kesulitan untuk merespon suara-suara yang datangnya agak jauh.
-          Tunarungu sedang, adaah penyandan tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46-70 dB. Seseorang yang mengalami ketnarunguan taraf sedang dimana ia hanya dapat mengerti percakapan pada jarak 3-5 feet secara berhadapan, tetapi idak dapat mengikuti diskusi-diskusi dikelas. Pada kondisi anak tunarungu yang demikian sudah memerlukan alat bantu dengar  (heardingan  aid)  memerukan pembinaan komunikasi, persepsi, bunyi dan irama.
-          Tunarungu berat, adalah penyandang tunarungu yang mengalami tingkat kesulitan 71-90 dB. Seseorang yang mengalami ketunarunguan taraf berat, hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat dekat dan diperkeras. Pada anak tunarungu demikian memerlukan alat bantu dengar dalam mengikuti pendidikan disekolah, selain itu juga diperlukan pembinaan dan latihan berkomunikasi dan pengembangan bicaranya.
-          Tunarungu sangat berat (profound) adalah penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB ke atas. Pada tahap ini seseorang sudah tidak dapat lagi merespon suara sama sekali, kemungkinan hanya bisa merespon melaui getaran-getaran suara yang ada. Untuk menyandang tunarungu ini lebih mengandalkan kemampuan visual atau penglihatannya. 
Perkembangan fisik atau motorik anak tunarungu tidak begitu jauh berbeda dengan perkembangan anak pada umunya. Bahkan tidak jarang anak tunarungu baru dapat dikendali ketika diajak berbicara atau berkomunikasi, tetapi terkadang ditemui pada beberapa anak tunarungu yang letak gangguan pendengarannya pada teliga bagian dalam ( auri internal) yang mengenai bagian organ keseimbangan (semiciculas canals) yang pada giliranya juga dapat mempengaruhi nerves cochlearis (saraf keseimbangan ) yang menyebabkan anak ketika berjalan seperti terhuyung – huyung (akan jatuh). Anak kurang memiliki keseimbangan yang baik. Tetapi selain dari pada itu, jika anak murni mengalami ketunarunguan maka perkembangan fisik tidak banyak mengalami ketunarunguan maka perkembangan fisiknya mengalami ketunaan penyerta (double handicapped).

C.     Klasifikasi Anak Tunadaksa
Anak tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat tubuh yang mencakup kelainan anggota tubuh maupun yang mengalami kelainan garak dan kelumpuhan yang sering disebut sebagai cerebral palsy (CP).
-          Crebral palsy
~ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, mampu berbicara dan dapat mendorong dirinya sendiri.
~sedang,  memerlukan bantuan untuk berjalan, latihan berbicara, dan mengurus diri sendiri.
~Berat, memerlukan perawatan tetap dalam ambulansi, berbicara, dan menolong diri sendiri.
-          Berdasarkan letaknya
~spastic, kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya.
~dyskenisia, gerakannya tak terkontrol (athetosis), serta terjadinya kelakuan pada seluruh tubuh yang ulit digerakkan. (rigid).
~ataxia, gangguan keseimbangan, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi dan cara berjalannya gontai.
~campuran, yang mengalami kelainan ganda.
-          Folio
~tipe spinal, kelumpuhan pada otot-otot leher, sekad dada, tangan dan kaki.
~tipe bulbair, kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tapi yang menyebabkan adanya gangguan adanya gangguan pernapasan.
~tipe bulbispinalis gangguan antara tipe spinal dan bulbair.
~tipe encephalitis yang umumnya ditandai dengan adanya demam, kesadaran menurun, tremor dan kadang-kadang kejang.
Anak CP mengalami kerusakan pada pyramidal tract dan atau extrapyramidal. Kedua sistem tersebut berfungsi mengatur sistem motorik manusia, oleh karena itu anak CP mengalami gangguan fungsi motoriknya. Seluruh gerakan otot anak cerebral palsy juga berkerja secara kelompok dan membuat pola – pola gerak, tetapi pola – pola itu tidak normal dan tidak ada koordinasi yang disebabkan oleh adanya kerusakan dalam otak. Mereka tidak dapat melakukan pola gerakan yang benar, gerakannya dilakukan dengan salah. Anak cerebral palsy dan juga anak normal, mereka belajar gerak dengan perasaannya dan mencobanya dengan mengingat – ingat yang pernah dilakukannya.
Anak normal memiliki kemampuan menyesuaikan gerakan dengan tujuan yang dimaksudkan, sedangkan anak cerebral palsy gerakan terbatas. Gerakan menonton (stereotype) dan asal gerak, yang pemting dapat melakukan gerakan. Jika anak mulai dengan pola yang  gerakan yang salah, maka ia akan meneruskannya dan mengabaikan gerakan yang salah tersebut. Hal ini menghambat perkembangan fisik yang normal dan kesalahan gerakan yang berulang – ulang akan menimbulkan kekakuan sendi (contracture) dan salah bentuk (derformities).
































DAFTAR PUSTAKA
Yuline M.Pd, Dra.2010.Bahan Ajar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.Pontianak
Sunardi dan Sunaryo.2007.Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar