welcome

selamat datang selamat membaca dan semoga bermanfaat

Rabu, 09 April 2014

karakteristik anak berkelinan emosional (tuna grahita dan tuna laras)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan perlakuan khusus yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Adanya kekhususan pada anak berkebutuhan khusus menuntut guru harus dapat memberikan layanan pendidikan sesuai dengan kekhususannya tersebut. Untuk itu guru diharapkan dapat mengenali karakteristik anak berkebutuhan khusus secara umum. Pada materi kali ini akan dijelaskan karakteristik anak berkelainan emosional, yaitu anak tunagrahita dan tunalaras.
            Tunagrahita merupakan satu jenis anak berkebutuhan khusus yang berkaitan dengan keterbatasan fungsi intelektual dan adaptasi. Pada perkembangan saat ini, anak tunalaras dimaknai sebagai anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku. Kedua jenis anak berkelainan emosional ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Untuk itu guru pendidikan anak usia dini diharapkan dapat mengetahui apa saja karakteristik anak berkelainan emosional agar dapat melakukan tindakan apabila peserta didiknya memiliki karakteristik serupa dengan anak berkelainan emosional sehingga dapat ditangani secara tepat sedini mungkin.

B.     Masalah
1.      Apa saja karakteristik anak tunagrahita?
2.      Apa saja karakteristik anak tunalaras?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui karakteristik anak tunagrahita.
2.      Untuk mengetahui karakteristik anak tunalaras

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Karakteristik Anak Tunagrahita
            Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektua di bawah rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dan lain-lain.
            Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut.
            Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi di mana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Ada beberapa karakteristik umum tunagrahita yang dapat kita pelajari, yakni:
1.      Keterbatasan Intelegensi
Intelegensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar dan berhitung, menulis dan membaca juga terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
2.      Keterbatasan Sosial
Disamping memiliki keterbatasan intelegensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan.
Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggungjawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
3.      Keterbatasan Fungsi-fungsi Mental Lainnya
Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama.
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat pengolahan (perbendaharaan kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka membutuhkan kata-kata konkret yang secara berulang-ulang. Latihan-latihan sederhana seperti mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah, pertama, kedua, dan terakhir, perlu menggunakan pendekatan yang konkret.
Selain itu, anak tunagrahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan yang buruk, dan membedakan yang benar dan yang salah. Ini semua karena kemampuannya terbatas sehingga anak tunagrahita tidak dapat membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan.

Berdasarkan beberapa definisi anak tunagrahita, maka anak dengan hendaya perkembangan (tunagrahita), meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.      Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama seperti anak-anak yang tidak menyandang tunagrahita.
2.      Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali melakukan kesalahan (expectancy for filure)
3.      Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness)
4.      Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri
5.      Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (social behavioral)
6.      Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar
7.      Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan
8.      Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik
9.      Kurang mampu untuk berkomunikasi
10.  Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak
11.  Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatrik, adanya gejala-gejala depresif menurut hasil penelitian dari Meins tahun 1995 (Smith, et al., 2002:278-279).

Untuk memahami karakteristik anak tunagrahita maka perlu disesuaikan dengan klasifikasinya, karena setiap setiap kelompok memiliki ciri yang berbeda – beda sesuai dengan aspek – aspeknya yaitu antara lain : kecerdasan, sosial, fungsi mental, dorongan dan emosi, kepribadian serta organisme. Dibawah ini masing – masing aspek akan dijelaskan karakteristiknya sebagai berikut :
1.      Anak tunagrahita memiliki tingkat kecerdasan hanya mampu mencapai setingkat usia mental anak sekolah dasar kelas 2 sampai dengan 4. Dalam hal belajar sukar memahami  masalah yang bersifat abstrak  dan cara belajarnya banyak membeo bukan dalam pengertian.
2.      Dalam hal bersosialisasi anak tunagrahita memahami kelambatan jika dibandingkan dengan anak normal pada umumnya. Selain itu anak tunagrahita kurang dapat mengurus atau memelihara dirinya sendiri, sehingga selalu tergantung pada orang lain
3.      Anak tunagrahita mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian. Jangkauan perhatiannya sangat sempit dan cepat beralih, mudah lupa, sulit mengungkapkan kembali suatu ingatannya sehingga kurang sanggup untuk mengerjakan suatu tugas.
4.      Anak tunagrahita keadaan emosinya lemah, dorongan biologisnya dapat berkembang tetapi penghayatannya terbatas pada perasaan senang, takut, marah dan benci. Bagi anak tunagrahita ringan mempunyai kehidupan emosi hampir sama dengan anak normal hanya saja kurang mampu menghayati perasaan bangga serta kurang bertanggung jawab.
5.      Anak tunagrahita kemampuan bahasanya sangat terbatas, terutama yang berkaitan dengan perbendaharaan kata yang abstrak. Pada anak tunagrahita berat banyak yang mengalami gagguan bicara yang disebabkan cacat artikulasi serta masalah pada pembentukan bunyi.
6.      Anak tunagrahita mengalami kesulitan membaca dan menghitung, namun demikian masih bisa dilatih untuk menghitung
7.      Anak tunagrahita mempunyai kepribadian tidak percaya diri, tidak mampu mengontrol dan mengarahkan dirinya sehingga lebih banyak tergantung pada orang lain.
8.      Anak tunagrahita yang kategorinya berat kurang mampu mengorganisasikan dirinya sendiri, hal ini dapat dilihat dari sikap gerak langkahnya kurang serasi, pendengaran dan penglihatannya tidak dapat difungsikan, kurang rentan terhadap parasaan sakit, terhadap bau yang kurang enak, serta makanan yang kurang enak.

            Selain karakteristik yang dijelaskan diatas, dapat juga dispesifikasikan berdasarkan berat ringannya kelainan pada anak tunagrahita yaitu :
1.      Mampu didik, yaitu anak tunagrahita yang mempunyai kecerdasan antara 50 – 70 pada skala binet maupun weschler . anak seperti ini masih mempunyai kemampuan untuk didik dalam bidang akademik secara sederhana yaitu membaca, menulis dan berhitung .
2.      Mampu latih, yaitu anak tunagrahita yang mempunyai IQ berkisar antara 30 – 50, kemampuan berfikirnya setara dengan anak normal umur 8 tahun. Anak seperti ini kurang mampu mengikuti pelajaran yang bersifat akademik walaupun sederhana, seperti membaca, menulis dan berhitung.
3.      Perlu rawat, yaitu anak tunagrahita yang paling berat, mempunyai IQ dibawah 25, anak seperti ini tidak mampu lagi dilatih keterampilannya dan selama hidupnya akan tergantung pada orang lain.

B.     Karakteristik Anak Tunalaras
            Anak tunalaras adalah anak yang mengalami hambatan emosi dan tingkah laku sehingga kurang dapat atau mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan hal ini akan mengganggu situasi belajarnya.
            Anak yang memiliki kelainan perilaku umumnya tidak mampu untuk berteman karena yang bersangkutan selalui menemui kegagalan saat melakukan hubungan dengan orang lain. kegagalan mengadakan hubungan dengan orang lain disebabkan oleh adanya ketidakpuasan dirinya terhadap elemen-elemen lingkungan sosialnya (Hallahan & Kauffman, 1986:144-148). Oleh karenanya perilaku guru dan teman sekelasnya harus dikondisikan agar situasi interaksi di dalam kelas dapat memberikan kesempatan bagi anak-anak dengan hendaya perilaku menyimpang untuk melakuakn interaksi dengan kompetensi sosial dan perangai yang memadai (Thomas et al., 1968 dalam Hallahan &  Kauffman, 1986:159). Maka program pembelajaran individual yang disusun guru hendaknya lebih menekankan pada bentuk-bentuk interaksi antara guru – murid – teman sekelasnya. Aplikasi gerak irama terhadap program pembelajaran individual semacam ini sangat membantu guru kelas dalam mewujudkan interaksi antara ketiga unsur murid, guru, dan teman sekelas melalui pola-pola gerak tubuh. Dengan kata lain bahwa gerak irama bertujuan untuk “membentuk” jalinan hubungan interaksi dalam proses kegiatan pembelajaran terhadap anak dengan hendaya kelainan perilaku.
            Definisi tentang anak dengan hendaya perilaku saat ini masih memakai pendapat Eli M. Bower (1981), yang menyatakan bahwa “anak-anak yang mempunyai hendaya perilaku secara emosional adalah mereka yang menunjukkan satu atau lebih dari lima karakteristik berikut ini yang terjadi secara terus-menerus serta menjadi lebih berkembang”. Karekteristik anak-anak yang mempunyai kelainan perilaku menyimpang menurut Geddes, D. (1981:124) dan Kauffman, J.M. (1985:22) adalah mereka yang menunjukkan lima karakteristik berikut:
1.      Mempunyai masalah belajar yang tidak dapat dikemukakan oleh faktor-faktor intelektual, sensori, atau faktor kesehatan
2.      Ketidakmampuan untuk membangun hubungan antarpribadi secara memuaskan, sehingga hubungan antarpribadi (dengan teman-teman dan guru) yang sangat rendah
3.      Berperilaku dan berperasaan yang tidak semestinya
4.      Pada umumnya, mereka merasa tidak bahagia atau depresi
5.      Bertendensi terjadi peningkatan gejala-gejala fisik yang kurang sehat, rasa sakit, atau rasa takut yang bersifat psikologis berkaitan dengan masalah-masalah saat melakukan hubungan dengan orang dan sekolah (Bower, 1969 daam Geddes, D., 1981:124 dalam Kauffman, J.M., 1986:22).
            Anak tunalaras adalah anak – anak yang mengalami gangguan perilakuyang ditunjukkan dalam aktivitas kehidupan sehari – hari, baik disekolah maupun dalam lingkungan sosialnya. Anak seperti ini mempunyai kecerdasan seperti anak normal pada umumnya, hanya bedanya mereka mengalami masalah pada perilaku sosialnya.




Beberapa karakteristik yang menonjol dari anak – anak tunalaras adalah :
1.      Karakteristik umum
a.       Mengalami gangguan perilaku, suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik sendiri, atau orang lain, melawan, berbohong, mencuri, tidak bisa diam, tidak bisa dipercaya dan sebagainya.
b.      Mengalami kecemasan, khawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering menangis, malu dan sebagainya.
c.       Kurang dewasa, suka berfantasi, berangan – angan, mudah dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan dan sebaginya.
d.      Agresif, memiliki geng jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, suka minggat dari rumah, dan sebaginya.
2.      Karakteristik sosial atau emosi
a.       Sering melanggar norma masyarakat
b.      Sering mengganggu dan bersifat agresif
c.       Secara emosional sering merasa rendah dan mengalami kecemasan
3.      Karakteristik akademik
a.       Prestasi belajarnya sering kali jauh dibawah rata – rata
b.      Sering kali tidak naik kelas
c.       Sering kali membolos sekolah
d.      Sering kali melanggar peraturan sekolah dan lalu lintas.






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Anak berkebutuhan khusus memiliki kekhususannya masing-masing. Untuk itu diperlukan perlakuan yang sesuai bagi setiap anak agar dapat membantu mengembangkan kemampuan anak secara optimal. Dengan mengetahui karakteristik anak berkebutuhan khusus, khususnya anak berkelainan emosional dapat memudahkan guru untuk melakukan tindakan yang tepat dalam menangani anak tunagrahita dan tunalaras.

B.     Saran
            Guru pendidikan anak usia dini sebaiknya mengetahui karakteristik anak berkebutuhan khusus, untuk dapat mendeteksi adanya kelainan-kelainan yang terjadi pada anak didik sehingga dapat melakukan tindakan secepat mungkin dengan cara yang tepat.















DAFTAR PUSTAKA

Yuline. 2010. Bahan Ajar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusu. Pontianak.
Soemantri, T,Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi. Bandung: Refika Aditama.

Suharmini, Tin. 2007. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar