BAB
II
PEMBAHASAN
1.
TEORI
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI
Semua anak di dunia ini dari
kalangan manapun mereka berasal, pasti gemar bermain. Berrmain merupakan
sesuatuaktivitas yang khas dan sangat berbeda dengan aktivitas lain seperti
berkerja yang selalu dilakukan orang dewasa dalam rangka mencapai suatu hasi akhir.
Pengetahuan tentang teori belajar
dan pembelajaran bagi anak usia dini bermanfaat tidak tidak saja bagi guru pada
lembaga PAUD, tetapi juga bermanfaat bagi para orang tua dan orang dewasa lainnya
yang memiliki tanggung jawab dalam
membelajarkan anaknya dimanapun dan kapanpun.
A.
Makna
Belajar melalui Bermain bagi Anak.
Menguti pernyataan Mayesty (1990:196-197) bagi seorang
anak, bermain adalah kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari karena bagi
anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan. Anak usia dini tidak
membedakan antara bermain, belajar dan berkerja. Anak-anak umumnya sangat
menikmati permainan dan akan terus melakukannya dimanapun mereka memiliki
kesempatan; sehingga bermain adalah salah satu cara anak usia dini belajar,
karena melalui bermainlah anak belajar tentang apa yang ingin mereka ketahui
dan pada akhirnya mampu mengenal semua peristiwa yang terjadi disekitarnya.
Piaget dalam Mayesty (1990:42) bermain adalah suatu
kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan/kepuasan bagi
diri seseorang; sedangkan partner memandang kegiatan bermain sebagai sarana
sosialisasi, di harapkan melalui bermain dapat memberikan kesempatan anak
bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar
secara menyenangkan (Mayesty:61-62). Selain itu kegiatan bermain dapat membantu
anak mengenal diri sendiri, dengan siapapun ia hidup serta lingkungan dimanapun
ia hidup.
Setiap anak tentu saja sangat menikmati permainannya, tanpa
terkucuali. Melalui bermain anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya
dan dapat menjadi lebih dewasa.
Buhler dan Danziger dalam Roger dan Sawyers(1995;95),
berpendapat bahwa bermain adalah kegiatan yang menimbulakan kenikmatan;
sedangkan Freud meyakini bahwa walaupun bermain tidak sama dengan berkerja
tetapi anak menganggap bermain sebagai sesuatu yang serius.
Docket dan Fleer (2000:41-43) bermain merupakan kebutuhan
bagi anak, karena melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat
mengembangkan kemampuan dirinya. Bermain merupakan suatu aktivitas yang khas
dan sangat berbeda denganaktivitas lain seperti belajar dan berkerja yang
selalu dilakukan dalam rangka mencapai
sesuatu hasil akhir.
Vygotsky dalam
Naughton (2003:46) percaya bermain membantu perkembangan kognitif anak secara
langsung., tidak sekedar hasil dari perkembangan kognitf seperti yang
dikemukakan oleh piaget. Ia menegaskan bahwa bermain simbolik memaionkan peran
yang sangat penting dalam perkembangan berfikir abstrak. Sejak anak mulai
bermain pura-pura, maka anak menjadi mampu berfikir tentang makna-makna objek
yang mereka representasikan secara independen.
Berhubung dengan pembelajaran, Vygotsky dalam Naughton
(2003:52) berpendapat bermain dapat menciptakan suatu zona perkembangan
proximal pada anak. Dalam bermain, anak selalu berprilaku diatas usia
rata-ratanya, di atas prilaku sehari-hari, dalam bermain anak dianggap ‘lebih’
dari dirinya sendiri.
Dua ciri utama bermain, yaitu pertama semua aktivitas
bermain representasional menciptakan imajiner yang memungkinkan anak untuk
menghadapi keinginan-keinginan yang tidak dapat direalisasikan dalam kehidupan
nyata, dan kedua bermain representasional memuat aturan-aturan prilaku yang
harus diikuti oleh anak untuk dapat menjalankan adegan bermain.
Irawati berpendapat bermain adalah kebutuhan semua anak,
terlebih lagi bagi anak-anak yang berada direntang usia 3-6 tahun. Bermain
adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan anak-anak dengan atau tanpa mepergunakan
alat yang menghasilkan pengertian dan memberikan informasi, memberikan
kesenangan dan mengembangkan imajinasi anak secara spontan dan tanpa beban.
Pada saat pembelajaran berlangsung hampir semua aspek perkembangan anak dapat
terstimulasi dan berkembang dengan baik termasuk didalamnya perkembangan
kreativitas (http://groups,yahoo.com/group
/ppindia/).
Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Carton dan Allen
(1999:21) yang mengmukakan bahwa bermain dapat memberikan pengaruh secara
langsung terhadap semua area perkembangan. Anak-anak dapat mengambil kesempatan
untuk belajar tentang dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan
B.
Periode
Sensitif untuk Belajar
Anak dalam tumbuh
kembangnya melewati “periode sensitif”
yang merupakan ,masa awal untuk belajar. Periode dan kesempatan seperti ini
tidak akan datang untuk kedua kalinya. Selama periode sensitif, anak menjadi
peka atau mudah terstimulasi oleh aspek-aspek yang berada dilingkungannya.
Montessori telah menandai bahwa anak-anak tumbuh dan
berkembang melalui sejumlah tahapan berupa ketertarikan dan keingintahuan
terhadap sesuatu yang disebut sebagai “periode
sensitif”, dimana mereka menjadi bangkit minatnya terhadap aspek-aspek
tertentu dan lingkungannya.
Montessori dalam Seldin (2007:14-17) telah
mengidentifikasikan beberapa perbeddaan dalm periode sensitif yang terjaddi
dari mulai lahir sampai usia 6 tahun. Setiap perbedaan itu mengacu pada
kecendrungan yang mendorong un tuk memperoleh karekter khusus. Contoh: pada
masa-masa awal tahun pertama kehidupan anak, umumnya mereka berada dalam
periode sensitif dalam bahasa. Mereka sangat perhatian pada apa yang diucapkan
seseorang dan bagaimana cara orang mengucapkannya.
Setiap periode sensitif adalah khusus dan bersifat
‘mendesak-memaksa’, dan sekaligus memotivasi anak untuk fokus secara
sungguh-sungguh pada beberapa aspek tertentu pada lingkungannya, setiap harinya
tanpa menjadi lelah atau bosan (Montessori dalam Seldin, 2007:15). Jelasnya,
ini merupakan alamiah yang pasti pada anak,yang membantu mereka untuk
mengembangkan keterampilan dan bakatnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan
faktor-faktor keturunan sebagai manusia.
Montessori dalam Seldin ( 2007:15) mengatakan masa ini
merupakan “kesempatan yang terbatas”.
Selama periode sensitif, anak dapat belajar sesuatu yang baru, memperbaiki
keterampilan baru atau mengembangkan aspek kemampuan berpikir- otaknya tanpa
“rasa sakit” dan hampir tanpa disadarinya. Bagaimanapun periode sensitif adalah
sesuatu tanpa transisi,sekali anak telah menguasai keterampilan atau konsep
yang telah diresapnya,periode sensitif terlihat lenyap, sehingga jika anak
tidak diperlihatkan pada pengalaman stimulasi yang benar, kesempatan itu akan
hilang begitu saja.
C.
Pembelajaran
pada Pendidikan Anak Usia Dini.
Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini pada hakikatnya
adalah pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat rencana yang
berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan pada anak
usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus dikuasai dalam
rangka pencapaian kopetensi yang harus dimiliki oleh anak (Sujiono dan
Sujiono,2007:206).
1.1
Hakikat
Program Pembelajaran pada Anak Usia Dini
Bennett,
Finn dan Cribb (1999:91-100),menjelaskan bahwa pada dasarnya pengembangan
program pembelajaran adalah pengembangan sejumlah pengalaman belajar melalui
bermain yang dapat memperkaya pengalaman bermain anak tentang berbagai hal,
seperti cara berpikir teentang diri sendiri, tanggap pada pertanyaan, dapat
memberikan argumen untuk mencari berbagai alternatif.
Mengutif pendapat Kitano dan Kirby (1989:127-167),
pembelajaran haruslah terkait dengan pengembangan kurikulum yang merupakan
rencana pendidikan yang dirancang untuk memaksimalkan interaksi pembelajaran
dalam rangka menghasilkan perubahan prilaku yang potensial. Kurikulum yang
komprehensif seharusnya memiliki elemen utama dari setiap bidang pengembangan
yang disesuaikan dengan tingkat atau jenjang pendidikannya serta mengetengahkan
target pencapaian perserta didik yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran
dilembaga pendidikan.
Unsur utama dalam pengembangan program pembelajaran bagi
anak usia dini adalah bermain. Allbrecht dan Miller (2000:216-218) berpendapat
bahwa dalam pengembangan program pembelajaran bagi anak usia dini harusnya
sarat dengan aktivitas bermain yang mengutamakan program adanya kebebasan bagi
anak untuk bereksplorasi dan beraktivitas, sedangkan orang dewasa seharusnya
lebih berperan sebagai fasilitator saat anak membutuhkan bantuan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
1.2
Tujuan
dan Fungsi Program Pembelajaran
Catron dan Allen (1999:23) tujuan program pembelajaran yang
utama adalah untuk mengoptimalkan perkembangan anak secara menyeluruh serta
terjadi komunikasi interaktif.
Tujuan program pembelajaran adalah membantu meletakkan
dasar kearah perkembangan sikap pengetahuan, keterampilan dan kreativitas yang
diperlukan oleh anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan
untuk pertumbuhan serta perkembangan pada tahap berikutnya. Untuk mencapai
tujuan progran pembelajaran tersebut, maka diperlukan strategi pembelajaran
bagi anak usia dini yang berorientasi pada: (1) Tujuan yang mengarah pada
tugas-tugas perkembangan disetiap rentang usia anak; (2) materi yang diberikan
harus mengacu dan sesuai dengan karekteristik dan kebutuhan yang sesuai dengan
taraf perkembangan anak (DAP=Developmentally
Approriate Praciticce) ; (3) metode yang dipilih seharusnya bervariasi
sesuai dengan tujuan kegiatan belajar dan mampu melibatkan anak secara aktif
dan kreatif serta menyenangkan; (4) media dan lingkungan bermain yang digunakan
haruslah aman, nyaman dan menimbulkan ketertarikan bagi anak dan perlu adanya
waktu yang cukup untuk bereksplorasi; (5) evaluasi yang terbaik dan dianjurkan
untuk dilakukan adalah rangkaian sebuah assesment
melalui observasi parsitipan terhadap segala sesuatu yang dilihat, didengar dan
diperbuat oleh anak (Bredekamp,1998:30-31).
1.3
Fungsi
Program Pembelajaran
Fungsinya antara lain adalah (1) untuk mengembangkan
seluruh kemampuan yang dimiliki anak sesuai dengan tahap perkembangannya, (2)
mengenalkan anak dengan dunia sekitar, (3) mengembangkan sosial anak, (4)
mengenalkan peratuan dan menanamkan disiplin pada anak, (5)memberikan
kesempatan kepada anak untuk menikmati masa bermainnya.
Berdasarkan paparan diatas, maka tujuan program
pembelajaran pada anak usia dini adalah
untuk mengoptimalkan perkembangan anak secara menyeluruh berdasarkan berbagai
dimensi perkembangan anak usia dini baik perkembangan sikap pengetahuan,
keterampilan dan kreativitas yang diperlukan oleh anak untuk dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungannya serta untuk pertumbuhan dan perkembangan pada tahap
selanjutnya.
D.
Model
Pembelajaran Anak Usia Dini
Model
pembelajaran anak usia dini memiliki dua jenis model pembelajaran yang berpusat
pada Guru dan pembelajaran berpusat pada Anak. pembelajaran yang berpusat pada
Guru diprakasai oleh Povdov, Skinner, dan tokoh-tokoh behavioris lainnya.
Adapun pembelajaran berpusat pada Anak diprakasai oleh Piaget, Erikson dan
Isaacs.
Teori Behavioris, berdasarkan penelitian pavlov dalam
mengamati prilaku hewan, bahwa jika hewan diberikan stimulasi tertentu, maka
menimbulkan respon yang tertentu sesuai dengan stimulasi yang diberikan.
Skinner mengemukakan bahwa seluruh prilaku manusia dapat dijelaskan atau
diamati sebagai respon yang terbentuk dari berbagai stimulus yang pernah
diterima dari lingkungannya.
Teori Perkembangan, para ahli psikologi perkembangan
melihat bahwa anak memiliki motivasi diri yang dimilikinya sejak lahir untuk
menjadi mampu. “Motivasi berkemampuan” inilah yang kemudian dipandang oleh para ahli
psikologi sebagai dasar untuk mengembangkan pembelajaran yang berepusat pada
anak, dengan mengharrgai seluruh proses perkembangan yang dimiliki oleh anak
dan berkembang sesuai dengan ritme yang dimiliki masing-masing anak, dengan
menciptakan lingkungan dan menyediakan peralatan yang menyediakan kesempatan
pada anak untuk belajar dan berkembang.
Para ahli psikologi telah menemukan pola dan tahapan dalam
perkembangan yang berasal dari pengendalian yang muncul dari dalam diri anak,
seperti kognitif, sosial-emosional, dan perkembangan fisik. Melalui pengetahuan
ini dapat diciptakan lingkungan bekajar yang berbasis bermain untuk anak
sehingga dapat mendukung perkembangan anak.
1.1
PENERAPAN
PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA ANAK DAN GURU
Metode pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran
memberikan kesempatan dan kebebasan pada anak untuk menggunakan pikirannya,
mereka menggunakan pikirannya sendiri dan mengidentifikasi kegiatannya. Segala
sesuatu yang munculnya dari diri anak dikembangkan menjadi sebuah kurikulum.
Aspek yang terpenting dalam metode yang berdassarkan permainan adalah kebebasan
anak dalam bermain. Kebaikan dari kurikulum berdasarkan pembelajaran memandang
kebutuhan anak sebagai kebutuhan individu yang unik dan bernilai.
Sedangkan pembelajaran yang berpusat pada guru atau dikenal
dengan istilah, pengajaran langsung, dimana guru atau instruktur memberikan
petunjuk atau instruksi langsung tentang apa yang harus dilakukan oleh anak dan
guru mengevaluasi kegiatan anak berdasarkan tindakan yang muncul dari dalam
diri anak.
Pembelajaran
berpusat pada anak
|
Pembelajaran
berpusat pada guru
|
|
Bahan,
ruang dan waktu.
Peran
guru.
Keranjang
kerja pengajaran.
Motivasi.
Konsep
belajar.
Individu
vs fokus kelompok.
Metodologi.
|
Dapat
digunakan secara bebas.
Mengikuti
minat dan keinginan anak, pengalaman langsung. Berpusat pada anak.
Beroriantasi
pada kegiatan: menguji, menggali, dan mempunyai tantangan.
Keinginan
belajr instrinsik.
Pengalaman
langsung menggunakan untuk dalam bermain untuk memahami situasi yang nyata.
Individual,
berdasarkan kebutuhan anak.
Kebebasan
sepenuhnya bagi guru untuk menggunakan instuisi, perasaan dan penilaian.
|
Berdasarkan
petunjuk guru.
Lansgung,
inisiasi, mengevaluasi, menekan, dan berdasarkan penampilan anak.
Memiliki
tahapan berdasarkan tujuan akhir yang akan dicapai.
Eksternal,berdasarkan
penghargaan Drill atau pengulangan untuk menguasai keterampilan.
Kebutuhan
kelompok sebagai sati kesatuan.
Kemampuan
untuk berkelompok berdassarkan model/contoh yang dilihat.
|
Secara khusus proses
pembelajaran pada anak usia dini haruslah didasarkan prinsip-prinsip
perkembangan anak usia dini, berikut ini : (1) proses kegiatan belajar bagi
anak usia dini harus didasarkan prinsip belajar melalui bermain, (2) proses
kegiatan belajar bagi anak usia dini dilaksanakan dalam lingkungan yang
kondusif dan inofatif baik didalam ruangan ataupun diluar ruangan, (3) proses
kegiatan belajar bagi anak usia dini dilaksanakan pendektan tematik dan
terpadu, (4) proses kegiatan belajar bagi anak usia dini harus diarahkan pada
pengembangan potensi kecerdasan secara menyeluru dan terpadu.
E.
Beberapa
Pokok Pikiran Tentang Belajar Dan Pembelajaran
Berbagai
teori tentang belajar terkait dengan penekanan terhadap pengaruh lingkungan dan
pengaruh potensi yang dibawa sejak lahir. Potensi itu biasanya merupakan
kemungkinan kemampuan umum. Seseorang secara genetis telah lahir dengan suatu
organ yang disebut kemampuan umum (intelegensi) yang bersumber dari otaknya.
Dan Otak yang dibawa sejak lahir tersebut terdiri dari dua belahan otak kiri
dan kanan yang disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpus callosum.
Kedua belahan otak tersebut mempunyai fungsi, tugas dan respon yang berbeda dan
seharusnya tumbuh dalam keseimbangan (semiawan, C., 1997). Kedua belahan otak
itu dalam pembelajaran sebaiknya berfungsi dalam keseimbangan, jadi konsep
mengandung implikasi memberfungsi aspek nalar, logis maupun kreatif.
1.1
Belajar
Menurut Visi Behaviorisme
Behaviorisme adalah aliran psikologi
yang percaya bahwa manusia terutama belajar karena pengaruh lingkungan. Belajar
menurut teori behaviorisme yang agak radikal adalah perubahan perilaku yang
terjadi melalui proses stimulus dan respon yang bersifat mekanis. Dua tokoh
terkenal dalam behaviorisme yang mempelopori teori ini dan mempunyai perbedaan
dalam menjelaskan proses terjadinya belajar.
a. Adalah pavlov yang berbicara tentang stimulus yang
dipersyaratkan untuk memberikan respons yang diharapkan oleh lingkungan sesuai
dengan tuntutan lingkungan selanjutkan disebut classical conditioning.
b. Adalah
skinner yang agak berbeda pendiriannya dengan pavlov. Skinner beranggapan bahwa
perilaku menusia yang dapat diamati secara langsung, adalah akibat konsekuensi
dari perbuatan sebelumnya. Konsekuensi-konsekuensinya adalah kekuatan pengulang
(reinforcement) untuk berbuat sekali lagi.
1.2
Sekelumit
Tentang Belajar Menurut Konstruktivisme
Berbeda
dari pendapat behaviorisme adalah konstruktivisme yang merupakan salah satu
pandangan psikologi kognitif. Konstruktivisme bertolak dari pendapat bahwa
belajar adalah membangun (to construct) pengetahuan itu sendiri (Bootzin,
1996), setelah dipahami, dicernakan dan merupakan perbuatan dari dalam diri
seseorang (from within).
F.
Konsep
Belajar Sepanjang Hayat
Artinya memang belajar tidak terjadi
hanya karena proses kematangan dari dalam saja (innate tendencies, yang
merupakan faktor genetis), melainkan juga karena pengalaman yang perolehannya
bersifat eksistensial. Psikologi tersebut ditinjau dari perspektif humanistik
eksistensial dilandasi oleh asumsi yang bersumber dari pendekatan
fenemenologis, yaitu suatu pendekatan yang menekan persepsi individualnya
sendiri.
Aktualisasi diri yang berawal dari
tergeraknya potensi dari dalam (from within), adalah permulaan manusia belajar
mencapai realisasi diri secara optimal. Untuk itu, ia belajar bagaimana ia
harus belajar sepanjang hayat.
2.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR ANAK
Pada bulan mei 1996 telah diadakan
seminar setengah hari oleh majalah intisari dengan tema “Mana yang lebih
penting: IQ atau EQ.” judul tersebut agak mengherankan saya, karena IQ dan EQ
bukanlah dua hal yang saling bertentangan, bahkan sering kali saling menunjang.
Namun dapat dimengerti bahwa dalam upaya agar dengan dimunculkannya tema yang
amat catching (menarik perhatian)
ini, perhatian terhadap seminar tertingkatkan.
a.
TUMBUH
KEMBANG ANAK
Manusia belajar, tumbuh dan
berkembang dari pengalaman yang diperolehnya melalui kehidupan keluarga, untuk
sampai pada penemuan bagaimana ia menempatkan dirinya ke dalam keseluruhan
kehidupan dimanaia berada. Namun perkembangan manusia tidak dimulai dari suatu
tabula rasa melainkan mengandung sumber daya yang memiliki kondisi social
cultural, fisik dan biologis yang berbeda-beda, yang tidak dapat dilihat
terlepas dari kondisi social, cultural, fisik dan biologis dalam lingkungannya.
Dengan demikian selain sekolah dan guru, lingkungan keluarga dan orang tua juga memainkan peranan penting dalam tumbuh
kembang putra-putrinya. Berbagai perbedaan cirri ini berkenaan dengan factor
perkembangan yang ikut mempengaruhi peserta belajar yang akan dijelaskan pada
uraian di bawah ini.
b.
FAKTOR
UTAMA YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
Piaget berbicara tentang skema (scheme), yang adalah unit dasar kognisi
seorang. Istilah behavioristic untuk
skema ini adalah respons atau kebiasaan (habit) (Good dan Brophy, 1990). Namun
Piaget membedakan dua jenis scheme,
yaitu yang sensorimotorik umpama keterampilan berjalan, membuka botol, dan cognitive scheme seperti pengembangan
konsep, berpikir, pemahaman dan sebagainya.
Dua mekanisme adaptasi terkait dalam
setiap tindakan, yaitu yang disebut akomodasi dan asimilasi. Akomodasi adalah
perubahan respons terhadap tuntutan lingkungan yang mencakup perkembangan scheme baru dari adaptasi scheme yang sudah ada, terhadap situasi
baru. Asimilasi secara umum diartikan dalam istilah behavioristic sebagai transfer atau proses member respons terhadap
stimulus tertentu. Dengan menggunakan scheme yang sudah ada, semua tindakan
yang disebut belajar mencakup asimilasi dan akomodasi (Hall, 1983). Maka
belajar menurut aliran Piaget adalah adaptasi yang holistic dan bermakna yang
dating dari dalam diri seseorang terhadap situasi baru, sehingga mengalami
perubahan yang relative permanen. Berbeda dari para behavioris, Piaget percaya
bahwa harus ada kesiapan (readiness) dan kematangan (maturity) dari dalam diri
seseorang sebelum perubahan tersebut terjadi.
c.
FAKTOR-FAKTOR
LAIN YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR ANAK
1.1
Pemenuhan
kebutuhan psikologis
Secara umum diketahui bahwa dalam
perkembangan anak perlu dipenuhi berbagai kebutuhan, yaitu primer, pangan,
sandang dan perumahan serta kasih sayang, perhatian, penghargaan terhadap
dirinya dan peluang mengaktualisasikan dirinya.
Pemenuhan kebutuhan dalam
perkembangan ini banyak tergantung dari cara lingkungannya berinteraksi dengan
dirinya. Sebagaiman orgenisme ditentukan secara alamiah oleh sifat-sifat
keturunan dan ciri-ciri yang unik yang dibawa sejak lahir, perkembangan
organism itu juga ditentukan oleh cara-cara lingkungan berinteraksi dengan
individu, yaitu melalui pendekatan yang sifatnya memberikan perhatian, kasih
sayang dan peluang mengaktualisasikan diri.
1.2
Inteligensi,
emosi dan motivasi
Prestasi belajar, kita ketahui
semua, bukan saja dipengaruhi oleh kemampuan intelektual yang bersifat
kognitif, tetapi juga dipengaruhi oleh factor-faktor non-kognitif seperti
emosi, motivasi, kepribadian serta juga berbagai pengaruh lingkungan.
Pengembangan potensi anak mencapai
aktualisasi optimal bukan saja dipengaruhi factor bakat, melainkan juga faktor
lingkungan yang membimbing dan membentuk perkembangan anak. Perkembangan
seluruh kepribadiannya selain dilator belakangi kedua faktor tersebut di atas
juga terkait dengan kemampuan intelektual, motivasi, pengetahuan dan konsep
dirinya.
1.3
Pengembangan
kreativitas
Setiap anak dilahirkan dengan bakat
yang merupakan potensi kemampuan (inherent component of ability) yang
berbeda-beda dan yang terwujud karena interaksi yang dinamis antara keunikan
individu dan pengaruh lingkungan.
Berfungsinya otak kita, adalah hasil
interaksi dari cetakan biru (blue print) genetis dan pengaruh lingkungan itu.
1.4
Interpretasi
Mencatat ciri khas suatu obyek suatu
tahap perkembangan atau kejadian untuk menghubungi pengamatan yang satu dengan
yang lain, merupakan pola-pola yang harus dideteksi dalam suatu rangkaian
pengamatan (beberapa kejadian berkaitan harus ditemui).
1.5
Ramalan
Pola
dan hubungan yang sudah diamati digunakan untuk meramalkan kejadian yang belum
diamati. Suatu ramalan adalah suatu terkaan bila tidak didasarkan pada hubungan
yang diketahui ada, melalui observasi hari ini atau pada masa yang lalu.
Ramalan ini bisa merupakan prakiraan
secara analogi atau merupakan tindakan menggunakan konsep yang telah dipelajari
dalam situasi baru, maupun menggunakan pengalaman
baru sebagaiman timbul dalam usaha menterjemahkan apa adanya.
1.6
Eksperimen
dan/atau penerapan konsep/teori
Perencanaan penelitian yang bertolak
dari pertanyaan apa yang harus dijawab secara jelas (penemuan masalah),
hipotesa apa yang mau dicoba atau apa yang diujicobakan, nilai apa yang dianut,
kejelasan tentang dan mempu melihat persoalan apa yang harus dijawab dalam arti
penelitian empirik atau penyajian nilai, adalah bagian dari keseluruhan
kegiatan intelektual yang memiliki kadar mental yang tinggi dalam pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar