BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang memerlukan perlakuan khusus yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Adanya kekhususan pada anak berkebutuhan khusus menuntut guru harus dapat
memberikan layanan pendidikan sesuai dengan kekhususannya tersebut. Untuk itu
guru diharapkan dapat mengenali karakteristik anak berkebutuhan khusus secara
umum. Pada materi kali ini akan dijelaskan karakteristik anak berkelainan
emosional, yaitu anak tunagrahita dan tunalaras.
Tunagrahita merupakan satu jenis
anak berkebutuhan khusus yang berkaitan dengan keterbatasan fungsi intelektual
dan adaptasi. Pada perkembangan saat ini, anak tunalaras dimaknai sebagai anak
yang mengalami gangguan emosi dan perilaku. Kedua jenis anak berkelainan
emosional ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Untuk itu guru
pendidikan anak usia dini diharapkan dapat mengetahui apa saja karakteristik
anak berkelainan emosional agar dapat melakukan tindakan apabila peserta
didiknya memiliki karakteristik serupa dengan anak berkelainan emosional
sehingga dapat ditangani secara tepat sedini mungkin.
B. Masalah
1. Apa
saja karakteristik anak tunagrahita?
2. Apa
saja karakteristik anak tunalaras?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui karakteristik anak tunagrahita.
2. Untuk
mengetahui karakteristik anak tunalaras
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik
Anak Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang
digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektua di bawah
rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardation, mentally retarded,
mental deficiency, mental defective, dan lain-lain.
Istilah tersebut sesungguhnya
memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh
di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan
ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita atau dikenal juga
dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya
mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa
secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan
pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut.
Tunagrahita atau terbelakang mental
merupakan kondisi di mana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan
sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Ada beberapa
karakteristik umum tunagrahita yang dapat kita pelajari, yakni:
1. Keterbatasan
Intelegensi
Intelegensi
merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
mempelajari informasi dan keterampilan-keterampilan menyesuaikan diri dengan
masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman
masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari
kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk
merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal
tersebut. Kapasitas belajar dan berhitung, menulis dan membaca juga terbatas.
Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan
membeo.
2. Keterbatasan
Sosial
Disamping
memiliki keterbatasan intelegensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan
dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan
bantuan.
Anak
tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya,
ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul
tanggungjawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing
dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu
tanpa memikirkan akibatnya.
3. Keterbatasan
Fungsi-fungsi Mental Lainnya
Anak
tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada situasi
yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti
hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak
tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka
waktu yang lama.
Anak
tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya
mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat pengolahan (perbendaharaan
kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka
membutuhkan kata-kata konkret yang secara berulang-ulang. Latihan-latihan
sederhana seperti mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah, pertama,
kedua, dan terakhir, perlu menggunakan pendekatan yang konkret.
Selain
itu, anak tunagrahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan
antara yang baik dan yang buruk, dan membedakan yang benar dan yang salah. Ini
semua karena kemampuannya terbatas sehingga anak tunagrahita tidak dapat
membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan.
Berdasarkan
beberapa definisi anak tunagrahita, maka anak dengan hendaya perkembangan (tunagrahita), meliputi hal-hal sebagai
berikut :
1. Mempunyai
dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama seperti anak-anak yang tidak
menyandang tunagrahita.
2. Selalu
bersifat eksternal locus of control sehingga
mudah sekali melakukan kesalahan (expectancy
for filure)
3. Suka
meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi
kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness)
4. Mempunyai
perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri
5. Mempunyai
permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (social behavioral)
6. Mempunyai
masalah berkaitan dengan karakteristik belajar
7. Mempunyai
masalah dalam bahasa dan pengucapan
8. Mempunyai
masalah dalam kesehatan fisik
9. Kurang
mampu untuk berkomunikasi
10. Mempunyai
kelainan pada sensori dan gerak
11. Mempunyai
masalah berkaitan dengan psikiatrik, adanya gejala-gejala depresif menurut
hasil penelitian dari Meins tahun
1995 (Smith, et al., 2002:278-279).
Untuk
memahami karakteristik anak tunagrahita maka perlu disesuaikan dengan
klasifikasinya, karena setiap setiap kelompok memiliki ciri yang berbeda – beda
sesuai dengan aspek – aspeknya yaitu antara lain : kecerdasan, sosial, fungsi
mental, dorongan dan emosi, kepribadian serta organisme. Dibawah ini masing –
masing aspek akan dijelaskan karakteristiknya sebagai berikut :
1. Anak
tunagrahita memiliki tingkat kecerdasan hanya mampu mencapai setingkat usia
mental anak sekolah dasar kelas 2 sampai dengan 4. Dalam hal belajar sukar
memahami masalah yang bersifat
abstrak dan cara belajarnya banyak
membeo bukan dalam pengertian.
2. Dalam
hal bersosialisasi anak tunagrahita memahami kelambatan jika dibandingkan
dengan anak normal pada umumnya. Selain itu anak tunagrahita kurang dapat
mengurus atau memelihara dirinya sendiri, sehingga selalu tergantung pada orang
lain
3. Anak
tunagrahita mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian. Jangkauan
perhatiannya sangat sempit dan cepat beralih, mudah lupa, sulit mengungkapkan
kembali suatu ingatannya sehingga kurang sanggup untuk mengerjakan suatu tugas.
4. Anak
tunagrahita keadaan emosinya lemah, dorongan biologisnya dapat berkembang
tetapi penghayatannya terbatas pada perasaan senang, takut, marah dan benci.
Bagi anak tunagrahita ringan mempunyai kehidupan emosi hampir sama dengan anak
normal hanya saja kurang mampu menghayati perasaan bangga serta kurang
bertanggung jawab.
5. Anak
tunagrahita kemampuan bahasanya sangat terbatas, terutama yang berkaitan dengan
perbendaharaan kata yang abstrak. Pada anak tunagrahita berat banyak yang
mengalami gagguan bicara yang disebabkan cacat artikulasi serta masalah pada
pembentukan bunyi.
6. Anak
tunagrahita mengalami kesulitan membaca dan menghitung, namun demikian masih
bisa dilatih untuk menghitung
7. Anak
tunagrahita mempunyai kepribadian tidak percaya diri, tidak mampu mengontrol
dan mengarahkan dirinya sehingga lebih banyak tergantung pada orang lain.
8. Anak
tunagrahita yang kategorinya berat kurang mampu mengorganisasikan dirinya
sendiri, hal ini dapat dilihat dari sikap gerak langkahnya kurang serasi,
pendengaran dan penglihatannya tidak dapat difungsikan, kurang rentan terhadap
parasaan sakit, terhadap bau yang kurang enak, serta makanan yang kurang enak.
Selain
karakteristik yang dijelaskan diatas, dapat juga dispesifikasikan berdasarkan
berat ringannya kelainan pada anak tunagrahita yaitu :
1. Mampu
didik, yaitu anak tunagrahita yang mempunyai kecerdasan antara 50 – 70 pada
skala binet maupun weschler . anak seperti ini masih mempunyai kemampuan untuk
didik dalam bidang akademik secara sederhana yaitu membaca, menulis dan
berhitung .
2. Mampu
latih, yaitu anak tunagrahita yang mempunyai IQ berkisar antara 30 – 50,
kemampuan berfikirnya setara dengan anak normal umur 8 tahun. Anak seperti ini
kurang mampu mengikuti pelajaran yang bersifat akademik walaupun sederhana,
seperti membaca, menulis dan berhitung.
3. Perlu
rawat, yaitu anak tunagrahita yang paling berat, mempunyai IQ dibawah 25, anak
seperti ini tidak mampu lagi dilatih keterampilannya dan selama hidupnya akan
tergantung pada orang lain.
B.
Karakteristik
Anak Tunalaras
Anak tunalaras adalah anak yang
mengalami hambatan emosi dan tingkah laku sehingga kurang dapat atau mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan hal
ini akan mengganggu situasi belajarnya.
Anak yang memiliki kelainan perilaku
umumnya tidak mampu untuk berteman karena yang bersangkutan selalui menemui
kegagalan saat melakukan hubungan dengan orang lain. kegagalan mengadakan
hubungan dengan orang lain disebabkan oleh adanya ketidakpuasan dirinya
terhadap elemen-elemen lingkungan sosialnya (Hallahan & Kauffman,
1986:144-148). Oleh karenanya perilaku guru dan teman sekelasnya harus
dikondisikan agar situasi interaksi di dalam kelas dapat memberikan kesempatan
bagi anak-anak dengan hendaya perilaku
menyimpang untuk melakuakn interaksi dengan kompetensi sosial dan perangai yang
memadai (Thomas et al., 1968 dalam Hallahan & Kauffman, 1986:159). Maka
program pembelajaran individual yang disusun guru hendaknya lebih menekankan
pada bentuk-bentuk interaksi antara guru – murid – teman sekelasnya. Aplikasi
gerak irama terhadap program pembelajaran individual semacam ini sangat
membantu guru kelas dalam mewujudkan interaksi antara ketiga unsur murid, guru,
dan teman sekelas melalui pola-pola gerak tubuh. Dengan kata lain bahwa gerak
irama bertujuan untuk “membentuk” jalinan hubungan interaksi dalam proses
kegiatan pembelajaran terhadap anak dengan hendaya
kelainan perilaku.
Definisi tentang anak dengan hendaya perilaku saat ini masih memakai
pendapat Eli M. Bower (1981), yang
menyatakan bahwa “anak-anak yang mempunyai hendaya
perilaku secara emosional adalah mereka yang menunjukkan satu atau lebih dari
lima karakteristik berikut ini yang terjadi secara terus-menerus serta menjadi
lebih berkembang”. Karekteristik anak-anak yang mempunyai kelainan perilaku
menyimpang menurut Geddes, D. (1981:124)
dan Kauffman, J.M. (1985:22) adalah
mereka yang menunjukkan lima karakteristik berikut:
1. Mempunyai
masalah belajar yang tidak dapat dikemukakan oleh faktor-faktor intelektual,
sensori, atau faktor kesehatan
2. Ketidakmampuan
untuk membangun hubungan antarpribadi secara memuaskan, sehingga hubungan
antarpribadi (dengan teman-teman dan guru) yang sangat rendah
3. Berperilaku
dan berperasaan yang tidak semestinya
4. Pada
umumnya, mereka merasa tidak bahagia atau depresi
5. Bertendensi
terjadi peningkatan gejala-gejala fisik yang kurang sehat, rasa sakit, atau
rasa takut yang bersifat psikologis berkaitan dengan masalah-masalah saat
melakukan hubungan dengan orang dan sekolah (Bower, 1969 daam Geddes, D.,
1981:124 dalam Kauffman, J.M.,
1986:22).
Anak
tunalaras adalah anak – anak yang mengalami gangguan perilakuyang ditunjukkan
dalam aktivitas kehidupan sehari – hari, baik disekolah maupun dalam lingkungan
sosialnya. Anak seperti ini mempunyai kecerdasan seperti anak normal pada
umumnya, hanya bedanya mereka mengalami masalah pada perilaku sosialnya.
Beberapa karakteristik yang
menonjol dari anak – anak tunalaras adalah :
1. Karakteristik
umum
a. Mengalami
gangguan perilaku, suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik sendiri,
atau orang lain, melawan, berbohong, mencuri, tidak bisa diam, tidak bisa
dipercaya dan sebagainya.
b. Mengalami
kecemasan, khawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul,
menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering menangis, malu dan
sebagainya.
c. Kurang
dewasa, suka berfantasi, berangan – angan, mudah dipengaruhi, kaku, pasif, suka
mengantuk, mudah bosan dan sebaginya.
d. Agresif,
memiliki geng jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman
jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, suka minggat dari
rumah, dan sebaginya.
2. Karakteristik
sosial atau emosi
a. Sering
melanggar norma masyarakat
b. Sering
mengganggu dan bersifat agresif
c. Secara
emosional sering merasa rendah dan mengalami kecemasan
3. Karakteristik
akademik
a. Prestasi
belajarnya sering kali jauh dibawah rata – rata
b. Sering
kali tidak naik kelas
c. Sering
kali membolos sekolah
d. Sering
kali melanggar peraturan sekolah dan lalu lintas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus memiliki
kekhususannya masing-masing. Untuk itu diperlukan perlakuan yang sesuai bagi
setiap anak agar dapat membantu mengembangkan kemampuan anak secara optimal.
Dengan mengetahui karakteristik anak berkebutuhan khusus, khususnya anak
berkelainan emosional dapat memudahkan guru untuk melakukan tindakan yang tepat
dalam menangani anak tunagrahita dan tunalaras.
B.
Saran
Guru pendidikan anak usia dini
sebaiknya mengetahui karakteristik anak berkebutuhan khusus, untuk dapat
mendeteksi adanya kelainan-kelainan yang terjadi pada anak didik sehingga dapat
melakukan tindakan secepat mungkin dengan cara yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Yuline. 2010. Bahan Ajar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusu. Pontianak.
Soemantri, T,Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung:
Refika Aditama.
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam
Setting Pendidikan Inklusi. Bandung: Refika Aditama.
Suharmini, Tin. 2007. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar