STRES DAN
ANCAMAN
Salah satu masalah
kesehatan jiwa yang umum dialami masyarakat adalah stres. Menurut ilmu
kedokteran, stres merupakan suatu tekanan pada manusia yang menimbulkan reaksi
fisik maupun emsional yang non-spesifik keadaan tersebut bisa membuat orang
yang mengalami menjadi rapuh. Namun dalam menghadapi sters, pada hakikatnya,
laki-laki dan perempuan berbeda. Setidaknya ada 3 proses jasmani yang rumit,
yang jelas-jelas membedakan mereka. Proses tersebut adalah haid, kehamilan,
menopause. Ketiga proses tersebut menurut Dr. G. W. Lanoil dalam bukunya Coping With Stress, sesungguhnya
merupakan anugerah yang berharga yang berkaitan dengan kemampuan reproduksi.
Tetapi, “ketiga proses tersebut diduga merupakan penyebab utama terjadinya
rangkaian stres pada kaum perempuan.
Stres
yang dihadapi yaitu pola rasa takut yang dimulai sebagai suatu impuls dan otak
kita, yang merangsang saraf simpatis untuk menggerakkan berbagai bagian ulit
dan organ tubuh (jantung, paru-paru, usus besar), untuk menghasilkan tanda sdan
gejala ketakutan: tangan berkeringat, jantung berdebar, nafas pendek, tenggorokan
kering, dan sebagainya. Jika
merasa takut, kita juga merasakan semacam sensasi mengerikan dalam rongga perut
kita. Inilah unsur rasa takut yang paling menyebabkan stres. Namun demikian,
gambaran lengkap dari rasa takut meliputi semua gejala yang didorong oleh
keluarnya adrenalin.
Keadaan
stres yang datang secara tiba-tiba dan berkepanjangan dapat membuat saraf
pelepas adrenalinnya menjadi sensitif, sehingga menimbulkan gejala-gejala
dangguan saraf secara berlebihan dan mengejutkan. Keadaan menjadi sensitif ini
memang sudah dikenal baik oleh para dokter, tetapi kurang dimengerti oleh orang
pada umumnya. Karenanya ketika pertama kali mengalaminya, orang akan menjadi
bingung dan kemudian terperangkap rasa takut.
Depresi
adalah salah satu tahap paling buruk dalam gangguan saraf, karena ini merampas
begitu banyak keinginan untuk sembuh. Depresi disebabkan oleh keletihan
jasmani.
Stres
dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:
1) Ketakutan yang dulu datang
lagi.
2) Melihat sepintas sudut
pandangan yang baru.
3) Problem
yang tak terpecahkan
4) Bergantinya
suasana
5) Rasa
bersalah dan malu
Ancaman
dari stres yaitu:
1) Perut
mulas
2) Tangan
berkeringat dan gemetar
3) Denyut
jantung tidak teratur
4) Sakit
kepala
5) Tenggorokan
tersumbat
6) Mual
dan muntah berat badan menurun
7) Kehilangan
rasa percaya diri
Sedangkan Distres (stres yang
negatif) yang terjadi secara berlebihan dan berkepanjangan akan berubah menjadi
ancaman yang dapat membahayakan keselamatan seseorang yang mengalami distres.
Ancaman adalah sesuatu yang tidak dapat diterima, berupa peristiwa intens yang
melelahkan diluar kendali dan sangat mengganggu dan hal tersebut dapat
mempertaruhkan nyawa dan keselamatan.
A. Pembelajaran
yang mengalami distres
Perbedaan
antara stres positif (eustres) atau stres moderat dengan ancaman adalah gres
yang moderat baik bagi siswa sedangkan distres dan ancaman tidak baik. Tubuh
merespons pada stres kronis atau stres tingkat tinggi dengan melepaskan hormon
kortisol dari kelenjar-kelenjar adrenal. Jumlah kartisol yang kecil terasa
nyaman dan menjadi dorongan motivasi. Namun, jika terlalu banyak dapat menekan
sistem kekebalan, menegangkan otot dan mengganggu pembelajaran. Akhirnya
tingkat kortosol yang tinggi tersebut mengakibatkan munculnya perasaan putus
asa atau terlalu terbebani. Namun yang lebih buruk lagi, pelepasan kortisol
alam jangka panjang dapat menghancurkan neuron-neuron hipokampal yang
berhubungan dengan pembelajaran (sapolky 1996, 1996;sylwester 1995).
Banyak
siswa yang berperforma buruk barangkali hanya karena sedang dalam keadaan
terlalu stres. Bagi pembelajar yang merasakan kesulitan untuk menemukan
alternatif atau jalan keluar dari permasalahannya, yang berada dalam kondisi
takut atau terancam, mereka mengalami bukan hanya berkurangnya kemampuan
kognitif, tetapi sistem kekebalan tubuhnya juga berkurang.
B. Otak
yang mengalami stres
Wilayah
otak yang paling terpengaruh oleh stres atau ancaman yang berat adalah pada
hipokampus yang sangat sensitif terhadap kortisol. Kortisol dapat memperlemah
tempat penyimpanan memori dan sistem pengindeks bagian terbesar dari kita,
misalnya ketika siswa dalam menghadapi ujian ia stres, akibatnya siswa bisa
menjadi sakit atau terkadang nilainya menurun.
Stres
tingkat tinggi(distres). Keadaan stres yang berkepanjangan atau trauma akan
berpengaruh pada memori. Memori sangat sensitif terhadap gangguan. Pengaktifan
amigdala yang berlebihan melalui trauma dapat menghalangi berfungsinya
hipokampal. Penelitian baru mengungkapkan bahwa lingkungan yang mengancam dapat
memicu ketidak seimbamgan unsur kimiawi dan khususnya kekhawatiran. Serotin
adalah modulator yang kuat dari emosi dan perilaku kita. Dan ketika tingkat
serotin menurun, seringkali muncul kekerasan.
Perubahan
aliran darah ke otak juga membawa pengaruh negatif pada pembelajaran yang
terancam. Wayne Drevets.Ph.I) dari University of Pittsburgh (Drevets dan
Raicle.1998). mengatakan bahwa ketika dihadapkan pada ancaman. Kita mengalami
peningkatan aliran darah yang menuju ke lobus frontal (ventra) yang lebih
rendah dan menurun aliran darah menuju wilayah bagian atas (dorsal) dari lobus
frontal. Hal ini artinya wilayah otak yang memproses emosi mendapatkan pasokan
darah yang sangat besar yang menciptakan rasa seperti meluap-luap. Sementara
wilayah otak yang digunakan untk berfikir kritis, menilai dan kreativitas
pasokan darahnya berkurang, sehingga kita kurang dapat berfikir kritis, menilai
dan kurang dapat melakukan kreativitas.
Ancaman
dapat didefinisikan sebagai segala macam stimulasi yang dapat menyebabkan
/memicu rasa takut, tidak percaya, gelisah atau ketidakberdayaan pada umumnya.
Keadaan ini merupakan akibat dari ancaman fisik atau bahaya yang dirasakan.
Dalam keadaan terancaman, jenis apapun otak akan:
1) Kehilangan
kemampuan untuk menginterprestasi secara benar isyarat-isyarat dari lingkungan.
2) Kembali
kepada perilaku yang sudah terbiasa.
3) Kehilangan
beberapa kemampuan untuk mengindeks, menyimpan, mengakses informasi.
4) Menjadi
lebih otomatis dan terbatas dalam responsnya.
5) Kehilangan
beberapa kemampuan merasakan hubungan dan pola.
6) Berkurangnya
ketrampilan berfikir tinggi.
7) Kehilangan
jumlah kapasitas memori jangka panjang.
Tabel berikut
menggambarkan gejala-gejala stres:
Gejala
Emosional/Kognitif
|
Gejala Fisik
|
§
Mudah merasa ingin
marah
§
Merasa putus asa
saat harus menunggu sesuatu
§
Merasa gelisah
§
Tidak dapat
berkonsentrasi
§
Sulit berkonsentrasi
§
Jadi mudah bingung
§
Bermasalah dengan
ingatan (mudah lupa, susah mengingat)
§
Setiap saat
memikirkan hal-hal negatif
§
Berpikir negatif
tentang diri sendiri
§
Mood naik turun
(mood mudah berubah-ubah, misalnya merasa gembira tapi tak lama kemudian
merasa bosan dan ingin marah)
§
Makan terlalu banyak
§
Makan padahal tidak
lapar
§
Merasa tidak
memiliki cukup energi untuk menyelesaikan sesuatu
§
Merasa tidak
mampu mengatasi masalah
§
Sulit membuat
keputusan
§
Emosi suka
meluap-luap (baik gembira, sedih, marah, dan sebagai- nya)
§
Biasanya merasa
marah dan bosan
§
Kurang
memiliki sense of humor
|
§
Otot-otot tegang
§
Sakit punggung
bagian bawah
§
Sakit di bahu atau
leher
§
Sakit dada
§
Sakit perut
§
Kram otot
§
Iritasi atau ruam
kulit yang tidak dapat dijelaskan kategorinya
§
Denyut jantung cepat
§
Telapak tangan
berkeringat
§
Berkeringat padahal
tidak melakukan aktivitas fisik
§
Perut terasa
bergejolak
§
Gangguan pencernaan
dan cegukan
§
Diare
§
Tidak dapat tidur
atau tidur berlebihan
§
Napas pendek
§
Menahan napas
|
Adapun Gejala stres yang lain dari segi emosi dan tingkah laku
yaitu :
a)
Gejala emosi yang
paling sering terlihat ialah anak merasa bosan (bahkan dengan hal-hal yang
selama ini cukup dia sukai), kemauan dan keingintahuannya melemah, tidak
partisipatif dalam kegiatan di rumah atau sekolah, sering marah-marah dan menangis,
sering berbohong, bersikap kasar terhadap teman atau anggota keluarga yang
lebih kecil, suka melanggar dan memberontak terhadap aturan-aturan, serta
sering bereaksi secara berlebihan terhadap masalah-masalah kecil.
b)
Gejala tingkah
laku merupakan
gejala yang lebih sering dikenali perubahannya dalam diri anak. Biasanya, anak
menunjukkan rasa tidak senang dan memusuhi, menunjukkan ketidakmampuan
mengontrol emosi,
keras kepala, suka membantah dengan sikap dan kata-kata kasar, temperamen yang
berubah-ubah dan perubahan dalam pola tidur, serta munculnya
kebiasaan-kebiasaan baru seperti mengisap jempol, memutar-mutarrambutnya, atau
mencubit-cubit hidung.
- Faktor-Faktor Penyebab Stres
Secara
umum, ada 2 faktor penyebab sres pada anak, yaitu faktor internal, seperti rasa
lapar, rasa sakit, sensitif terhadap suara gaduh, ribut, keramaian orang dan
perubahan suhu, serta faktor eksternal yang meliputi faktor orang tua,
keluarga, sekolah, teman atau lingkungan anak tersebut.
- Faktor internal
Faktor
ini berkaitan dengan kemampuan fisik dan kesiapan mental anak menghadapi hal-hal yang bisa membuatnya
stress, sehingga anak perlu dibekali kesiapan menghadapi stres sejak masa
kecilnya agar anak dapat menikmati kebahagiaan masa kecilnya. Dalam kondisi
tertentu, rasa lapar dan rasa sakit seringkali memicu amarah si kecil,
uring-uringan dan marah-marah. Dorongan rasa lapar atau rasa sakit yang sangat
bisa membuatnya tidak mampu mengontrol emosi dan keinginan mengelurakan emosi
negatifnya sangat tinggi. Tidak terpenuhinya keinginan akan makanan tertentu
yang dia sukai atau rasa sakit yang tak kunjung hilang bisa membuatnya
meledak-ledak karena daya tahannya menurun, sehingga stres dengan mudah
menyerangnya. Perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu juga bisa membuat
kita stres karena kita sulit menyesuaikan diri. Anak-anak pun demikian,
sehingga hal ini berpengaruh terhadap semangat dan kemauannya. Banyak pula
anak-anak yang mengalami stres di keramaian orang, dengan suasana keributan dan
gaduh.
- Faktor eksternal
a)
Orang tua dan
keluarga
Hubungan kedua orang tua yang tidak
harmonis, konflik rumah tangga, pertengkaran, perceraian dan perubahan
komposisi dalamkeluarga bisa membuat anak-anak stres. Selain
itu, adanya tuntutan orang tua terhadap anak untuk selalu menjadi yang terbaik
atau berprestasi akademik bagus bisa membuatnya tertekan. Serta sikap orang tua yang suka melakukan labelling (seperti anak bodoh, anak nakal,dll.)
atau membanding-bandingkan antaranggota keluarga.
b) Sekolah
Tugas sekolah atau pekerjaan rumah (PR) yang bertubi-tubi dan bertumpuk, bisa membuat anak kewalahan, lelah dan stres. Di samping itu, suasanabelajar yang tidak nyaman dan metode pembelajaran yang kurang efektif (kurang menyentuh aspek emosional/afektifnya) bisa membuat anak sulit mengikuti dan menyesuaikan kemampuannya, sehingga lama-lama anak menjadi malas, jenuh dan stres menghadapi pelajaran di sekolah.
Tugas sekolah atau pekerjaan rumah (PR) yang bertubi-tubi dan bertumpuk, bisa membuat anak kewalahan, lelah dan stres. Di samping itu, suasanabelajar yang tidak nyaman dan metode pembelajaran yang kurang efektif (kurang menyentuh aspek emosional/afektifnya) bisa membuat anak sulit mengikuti dan menyesuaikan kemampuannya, sehingga lama-lama anak menjadi malas, jenuh dan stres menghadapi pelajaran di sekolah.
c) Lingkungan
Pertengkaran yang berlanjut menjadi sebuah permusuhan hingga terjadi kekerasan sesama teman(bulliying) bisa membuatnya takut bermain di luar rumah dan enggan berteman. Tayangan atau tontonan yang tidak mendidik, menonjolkan kekerasan juga merupakan faktor yang perlu. Selain itu, kehilangan sesuatu yang berharga pun misalnya mainan atau hewan kesayangan, serta kehidupan sehari-hari yang cepat berubah dan tidak teratur (dengan baik) bisa menyebabkan stres.
Pertengkaran yang berlanjut menjadi sebuah permusuhan hingga terjadi kekerasan sesama teman(bulliying) bisa membuatnya takut bermain di luar rumah dan enggan berteman. Tayangan atau tontonan yang tidak mendidik, menonjolkan kekerasan juga merupakan faktor yang perlu. Selain itu, kehilangan sesuatu yang berharga pun misalnya mainan atau hewan kesayangan, serta kehidupan sehari-hari yang cepat berubah dan tidak teratur (dengan baik) bisa menyebabkan stres.
Secara umum,
faktor penyebab stres meliputi:
a)
Ancaman
Persepsi
tentang adanya ancaman membuat seseorang merasa stres, baik ancaman fisik,
sosial, finansial, maupun ancaman lainnya. Keadaan akan menjadi buruk bila
orang yang mempersepsikan tentang adanya ancaman ini merasa bahwa dirinya tidak
dapat melakukan tindakan apa pun yang akan bisa mengurangi ancaman tersebut.
b)
Ketakutan
Ancaman bisa
menimbulkan ketakutan. Ketakutan membuat orang membayangkan akan terjadinya
akibat yang tidak menyenangkan, dan hal ini membuat orang menjadi stres.
c)
Ketidakpastian
Saat kita
merasa tidak yakin tentang sesuatu, maka kita akan sulit membuat prediksi.
Akibatnya kita merasa tidak akan dapat mengendalikan situasi. Perasaan tidak
mampu mengendalikan situasi akan menimbulkan ketakutan. Rasa takut menyebabkan
kita merasa stres.
d)
Disonansi
kognitif
Bila ada
kesenjangan antara apa yang kita lakukan dengan apa yang kita pikirkan, maka
dikatakan bahwa kita mengalami disonansi kognitif, dan hal ini akan dirasakan
sebagai stres. Sebagai contoh, bila kita merasa bahwa kita adalah orang yang
baik, namun ternyata menyakiti hati orang lain, maka kita akan mengalami
disonansi dan merasa stres. Disonansi kognitif juga terjadi bila kita tidak
dapat menjaga komitmen. Kita yakin bahwa diri kita jujur dan tepat janji, namun
adakalanya situasi atau lingkungan
tidak mendukung kita untuk jujur atau tepat janji. Hal ini akan membuat kita
merasa stres karena kita terancam dengan sebutan tidak jujur atau tidak mampu
menepati janji.
- Stress Membuat Memori Otak Melemah
Hati-hati dalam menghadapi masalah.
Terlalu banyak pikiran dan stress dapat berbahaya bagi kualitas kinerja otak. Sebuah
penelitian dari State University of New York membuktikan, stress memicu
kerusakan di bagian otak yang disebut prefrontal cortex. Area ini dijuluki
sebagai bosnya otak, karena memimpin nyaris seluruh fungsi otak, termasuk
mengatur pemikiran abstrak dan analisis kognitif.
Prefrontal cortex juga bertugas
menentukan respon dalam menghadapi sesuatu. Jika otak terus-menerus diterjang
stress, area prefrontal cortex akan melemah, begitu pula dengan memori otak. Kualitas
memori otak menurun karena adanya campur tangan sinyal glutamate yang amat
penting dalam menjaga agar kinerja prefrontal cortex tetap stabil. Seperti
dimuat dalam jurnal Neuron, saat otak mengalami stress, penerimaan sinyal
glutamate pun akan melemah dan menghasilkan proses negatif dalam kinerja otak. Hasil
penelitian ini didukung riset serupa di tahun 2008. Dalam Journal of
Neuroscience disebutkan, stress yang hanya berlangsung dalam waktu singkat
dapat menyulut adanya miskomunikasi antar komponen otak.
Gangguan tersebut berkaitan dengan
kualitas memori dan proses pembelajaran dalam otak. Saat cortisol –hormon
penyebab stress- berada dalam level tinggi, otak mulai kesulitan dalam
mengingat sesuatu dan mengambil tindakan. “Hormon memang berpengaruh terhadap
kinerja memori, tapi riset ini juga menunjukkan bahwa reseptor yang mengalami
gangguan dapat mengubah otak yang semula bekerja dengan baik menjadi lemah
seperti pada orang-orang lanjut usia,” papar ilmuwan Dr. Joyce Yau seperti
dilansir Huffington Post.
Daftar Pustaka
Etty,
Maria. 2004. Mengelola Emosi.
Grasindo: Jakarta.
Mulyadi, Seto. 2004. Membantu Anak Balita Mengelola Amarahnya.
Grasindo: Jakarta.
Supratiknya, A. 1995 Mengenal Perilaku Abnormal . interfidei:
Yogyakarta
Weeks,
Claire. 1991. Mengatasi Stres.
Kanisius: Yogyakarta.
Yurisaldi, Arman . 2010. Metode aktivasi otak. Pustaka
Widiyatama: Jakarta.
Dikutip
dari:
http://lalaaliya.blogspot.com/2011/10/makalah-mengenal-stres-serta.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar