welcome

selamat datang selamat membaca dan semoga bermanfaat

Kamis, 04 Oktober 2012

TEORI - TEORI KREATIVITAS

. TEORI-TEORI KREATIVITAS
A. Pengertian Kreativitas
Menurut Clark Moustakis (1967), ahli psikologi humanistic menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain.

Menurut Rhodes, umumnya kreativitas didefinisikan sebagai Person, Process, Press, Product. Keempat P ini saling berkaitan, yaitu Pribadi (Person) kreatif yang melibatkan diri dalam proses (Process) kreatif, dan dengan dorongan dan dukungan (Press) dari lingkungan, menghasilkan produk (Product) kreatif.
Menurut Hulbeck (1945), “ Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an unique and characteristic way”. Dimana tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Sternberg (1988), kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis, yaitu intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi.
Menurut Baron (1969) yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru.

Menurut Haefele (1962), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna social.
Menurut Torrance (1988), kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya.
B. Teori Pembentukan Pribadi Kreatif
1. Teori Psikoanalisa
Psikoanalisa memandang kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu masalah, yang biasanya dimulai sejak di masa anak-anak. Priadi kreatif dipandang sebagai seseorang yang pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari dan yang tidak disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif dari trauma.

Adapun tokoh-tokohnya adalah:
• Sigmund Freud
Ia menjelaskan proses kreatif dari mekanisme pertahanan, yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak menyenangkan atau yang tidak dapat diterima. Sehingga biasanya mekanisme pertahanan merintangi produktivitas kreatif. Meskipun kebanyakan mekanisme pertahanan menghambat tindakan kreatif, namun justru mekanisme sublimasi justru merupakan penyebab utama dari kreativitas.
• Ernest Kris
Ia menekankan bahwa mekanisme pertahanan regresi (beralih ke perilaku sebelumnya yang akan memberi kepuasaan, jika perilaku sekarang tidak berhasil atau tidak memberi kepuasaan) juga sering muncul dalam tindakan kreatif.
• Carl Jung
Ia juga percaya bahwa ketidaksadaran memainkan peranan yang amat penting dalam kreativitas tingkat tinggi. Alam pikiran yang tidak disadari dibentuk oleh masa lalu pribadi. Dengan adanya ketidaksadaran kolektif, akan timbul penemuan, teori, seni, dan karya-karya baru lainnya. Prose inilah yang menyebabkan kelanjutan dari eksistensi manusia.

2. Teori Humanistik
Humanistik lebih menekankan kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Dan kreativitas dapat berkembang selama hidup dan tidak terbatas pada usia lima tahun pertama.
• Abraham Maslow
Ia menekankan bahwa manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan itu, diwujudkan Maslow sebagai hirarki kebutuhan manusia, dari yang terendah hingga yang tertinggi.
• Carl Rogers
Ia menjelaskan ada 3 kondisi dari pribadi yang kreatif, adalah keterbukaan terhadap pengalaman, kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan Patoka pribadi seseorang, kemampuan untuk bereksperiman atau untuk ‘bermain’ dengan konsep-konsep.

C. Teori-Teori tentang ‘Press’
kreativitas membutuhkan adanya dorongan dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik).
1. Motivasi untuk Kreativitas
Dorongan ada pada setiap individu dan bersifat universal ada dalam diri individu itu sendiri namun membutuhkan kondisi yang tepat untuk diekspresikan.
2. Kondisi Eksternal yang Mendorong Perilaku Kreatif
Menurut Rogers, penciptaan kondisi keamanan psikologis dan kebebasan psikologis memungkinkan timbulnya kreativitas yang konstruktif.

II. KESIMPULAN
a. Identifikasi dan Pengukuran Kreativitas
Menurut Dacey (1989), dasar pertimbangan untuk mengukur bakat kreatif anak, yaitu untuk tujuan pengayaan, remedial, bimbingan kejuruan, evaluasi pendidikan, dan untuk mengkaji kreativitas pada berbagai tahap kehidupan. Davis (1992) melihat tiga kegunaan utama untuk tes kreativitas, yaitu ntuk tujuan identifikasi bakat kreatif, penelitian, serta untuk bimbingan dan konseling.
Kreativitas atau bakat kreatif dapat diukur secara langsung dan tidak langsung, dan dapat menggunakan metode tes dan non- tes. Ada pula alat untuk mengukur cirri-ciri kepribadian kreatif, dan dapat dilakukan pengamatan langsung terhadap kinerja kreatif.
Sesuai dengan definisi USOE (U. S Office of Education) yang membedakan enam jenis bakat dikembangkan alat identifikasi untuk masing-masing bidang tertentu.
Untuk mengukur kemampuan intelektual umum, tes individual lebih cermat, tetapi lebih banyak memakan waktu dan biaya. Yang sudah dugunakan di Indonesia adalah tes Stanford-Binet dan Wechsler intelligence Scale for Children. Tes inteligensi kelompok lebih efisien dalam ukuran waktu dan biaya. Keterbatasannya adalah kita tidak tahu apakah prestasi anak sudah optimal. Di Indonesia yang sudah banyak digunakan adalah tes Progressive Matrices, Culture-Fair Intelligence Test dan Tes Inteligensi Kolektif Indonesia yang khusus dikontruksi untuk Indonesia.
Tes Potensi Akademik (TPA) yang khusus dirancang untuk Indosnesia, dapat digunakan untuk mengukur bakat akademik, misalnya sejah mana seseorang mampu mengikuti pendidikan tersier.
Tes untuk mengukur bakat kepemimpinan belum banyak digunakan di Indonesia, demikian pula tes untuk mengukur bakat dalam salah satu bidang seni atau bakat psikomotorik. Tes luar negeri yang mengukut kreativitas adalah tes dari Guilford yang mengukur kemampuan berpikir divergen, dengan membedakan aspek kelancaran, kelenturan, orisionalitas dan kerncian dalam berpikir.
Tes Torrance untuk mengukur berpikir kreatif (Torrance Test of Creative Thinking) dapat digunakan mulai usia prasekolah sampai tamat sekolah menengah, mempunyai bentuk verbal dan figural. Tes ini telah digunakan di Indonesia untuk tujuan peneltian. Tes lainnya untuk mengukur berpikir kreatif dan termasuk baru ialah Tes Berpikir Kreatif-Produksi Menggambar (TRest for Creative Thinking-Drawing Production) dari Jellen dan Urban (1985). Penilaiannya mencakup sembilan dimensi.
Tes yang khusus di konstruksi di Indonesia ialah Tes Kreativitas Verbal (Utami Munandar,1977). Tes ini disusun berdasarkan model Struktur Intelek dari Guilford, dengan dimensi operasi berpikir divergen, dimensi konten, dimensi berpikir verbal, dan berbeda dalam dimensi produk. Untuk setiap kategori produk ada satu sub-tes. Ada enam sub-tes, yaitu permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifat yang sama, macam-macam penggunaan, dan apa akibatnya. Setiap sub-tes terdiri dari empat butir. Pada bentuk parallel (ada dua bentuk) hanya dua butir. Tes ini seperti tes Guilford mengukur kelancara, kelenturan, orisionalitas, dan elaborasi dalam berpikir. Tahun 1986 telah dilakukan penelitian pembakuan TKV yang menghasilkan nilai baku untuk umur 10 – 18 tahun, dan pengukuran “Creative Questient”.
Tes Kreativitas Figural diadaptasi dari Torrance “Circles Test”, dan dibukukan untuk umur 10-18 tahun oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. TKF kecuali mengukur aspek kreativitas tersebut di muka, juga mengukur kreativitas sebagai kemampuan untuk kombinasi antara unsure-unsur yang diberikan.
Skala Sikap Kreatif yang juga khusus disusn di Indonesia mengukur dimensi efektif dari kreativitas, yaitu sikap kreatif, yang dioperalisasi dalam tujuh dimensi. Skala ini disusun untuk anak SD dan SMP. Skala Penilaian Anak Berbakat oleh Guru disusun oleh Renzulli dan terdiri dari empat sub-skala, yaitu untuk mengukur fungsi kognitif (belajar), motivasi, kreativitas dan kepemimpinan. Sub-skala untuk kreativitas meliputi 10 butir untuk dinilai guru. Akibat kesuliatan dalam menggunakan alat dari Renzulli, maka disusun Alat Sederhana untuk Identifikasi Kreativitas, dengan format untuk Sekolah Dasar dan format untuk Sekolah Menengah. Disnilah dimensi kreativitas digabungka dengan dimensi lain dari keberbakatan.
Skala Nominasi Keberbakatan yang dapat digunakan oleh guru, teman sebaya, dan diri sendiri dikembangkan oleh Lydia Freyani Akbar untuk siswa SD. Ketiga skala tersebut ternyata mempunyai hubungan yang bermakan dengan pengubah keberbakatan.

B. Peranan Keluarga Dalam Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak
Mengenai Persimpangan Kreativitas, Amabile menekankan bahwa keberhasilan dalam perwujudan kreativitas ditentukan oleh tiga factor yang saling terkait, dan titik pertemuan antara ketig factor inilah yang menentukan keunggulan kreatif, yaitu keterampilan dalam bidang tertentu, keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsic.
Penelitian Dacey (1989) membandingkan karakteristik keluarga yang anak remajanya sangat kreatif, dengan keluarga yang anak remajanya biasa saja. Hasil peelitian ini menunjukkan peran besar dari lingkungan keluarga; dalam keluarga dengan remaja kreatif, tidak banyak aturan diberlakukan dalam kelaurga dibandingkan keluarga yang biasa. Banyak diantara remaja yang kretif pernah mengalami masa krisis atau trauma dalam hidup mereka. Humor juga merupakan cirri yang sering tampil dalam keluarga kreatif. Lebih dari separo remaja tinggi kreatifnya ada pada keluarga dimana salah seorang dari orang tua dinilai sebagai sangat kreatif. Keluarga kreatif lebih sering pindah rumah, penataan rumahnya pun berbeda dari rumah pada umumnya.
Orang tua mengukur tanda-tanda kekereatifan anak sudah pada usia dini, dan mereka mendorong dan memberi banyak kesempatan untuk mengmbangkan bakat anak. Banyak dari orang tua keluarga kreatif mempunyai hobi yang dikembangkan di samping karier mereka. Orang tua dan anak dari keluarga kreatif sama-sama berpendapat bahwa peranan sekolah tidak penting dalam pengembangan kreativitas anak. Tetapi remaja kreatif cendrung untuk bekerja lebih keras daripada teman sekolah mereka. Agaknya dominasi dari belahan otak kanan (yang diasumsikan dengan fungsi kreatif) lebih kuat pada kelompok remaja yang kreatif.
Beberapa penelitian di Indonesia mengenai hubungan antara latar belakang keluarga, tingkat pendidikan orang tua, nilai-nilai yang dipentingkan orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak, baik pada jenjang pendidikan dasar maupun pada jenjang pendidikan menengah dan tinggi pada umumnya memperkuat teroi dan hasil penelitian di luar negeri mengenai factor-faktor penentu dalam memupuk dan meningkatkan bakat dan kinerja kreatif anak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar