AUDIENCE DALAM KOMUNIKASI
RESUME MATERI
Oleh
Okviriana Providensia Majisa F54011010
Bina Indri Hapsari F54011011
Nismah Murni F54011021
Maullusyanur F54011027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2012
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………………………………....i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………1
A. Latar Belakang………………………………………………...1
B. Masalah………………………………………………………..1
C. Tujuan………………………………………………………....2
D. Manfaat………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………...3
A. Guru dan Anak dalam Komunikasi…………………………...4
B. Perubahan Konsep terhadap Peranan Audience………………7
C. Audience sebagai Pengolah Informasi……………………….11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………..14
B. Saran………………………………………………………....14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan kegiatan/aktivitas yang sering dilakukan oleh manusia. Komunikasi tidak terlepas dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu: (1) individu (orang) yang “mengajak” berkomunikasi (berhubungan/berbicara), disebut dengan komunikator, (2) orang yang diajak berhubungan/berbicara, disebut dengan komunikan, (3) pesan yang ingin disampaikan dalam komunikasi disebut dengan message. Kegiatan yang melibatkan orang banyak, komunikan biasanya berjumlah lebih dari satu. Pertemuan umum, sekolah, kegiatan pendidikan (yang melibatkan orang banyak), kampanye, ceramah, adalah kegiatan yang melibatkan orang banyak. Komunikan dalam jumlah yang banyak, disebut dengan audience. Anggapan lama menyatakan bahwa audience hanya merupakan obyek pasif penerima pesan yang tidak mempunyai pengaruh sama sekali bagi komunikator. Untuk itu di dalam makalah ini menjelaskan bagaimana peran audience dalam komunikasi.
B. Masalah
1. Masalah Umum
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka fokus dalam makalah ini menitik beratkan pada “Audience dalam Komunikasi”.
2. Masalah Khusus
Berdasarkan masalah umum tersebut selanjutnya dirumuskan menjadi beberapa sub masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana cara guru dan anak dalam komunikasi?
b. Bagaimana perubahan konsep terhadap peranan audience (komunikan)?
c. Bagaimana audience sebagai pengolah informasi?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan yang diharapkan dari makalah ini adalah agar kita semua mengetahui bagaimana peran audience dalam komunikasi.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini :
a. Untuk mengetahui peran audience dalam komunikasi.
b. Untuk mengetahui cara guru dan anak dalam komunikasi.
c. Untuk mengetahui perubahan konsep terhadap peranan audience (komunikan).
d. Untuk mengetahui bagaimana audience sebagai pengolah informasi.
D. Manfaat
Manfaat yang bisa diperoleh dari makalah ini adalah :
Sebagai bahan peningkatan dalam pembelajaran bagi kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN
Komunikasi merupakan kegiatan/aktivitas yang tidak terlepas dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu: (1) individu (orang) yang “mengajak” berkomunikasi (berhubungan/berbicara), disebut dengan komunikator, (2) orang yang diajak berhubungan/berbicara, disebut dengan komunikan, (3) pesan yang ingin disampaikan dalam komunikasi disebut dengan message.
Kegiatan yang melibatkan orang banyak, komunikan biasanya berjumlah lebih dari satu. Pertemuan umum, sekolah, kegiatan pendidikan (yang melibatkan orang banyak), kampanye, ceramah, adalah kegiatan yang melibatkan orang banyak. Komunikan dalam jumlah yang banyak, disebut dengan audience.
Audience mempunyai peran yang sangat penting dalam rangka pencapaian tujuan komunikasi. Anggapan lama menyatakan bahwa audience hanya merupakan obyek pasif penerima pesan yang tidak mempunyai pengaruh sama sekali bagi komunikator. Pandangan baru menepis paradigma lama, dengan menyatakan bahwa audience mempunyai peran yang begitu besar, tidak bisa diabaikan begitu saja sehubungan dengan adanya perbedaan dari audience yang satu dengan yang lain. Perbedaan audience dikarenakan adanya perbedaan sifat berupa perbedaan penerimaan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, sehingga reaksi secara kelompok sosial pun tidak sama terhadap suatu pesan. Komunikator yang bijak hendaknya menyerap adanya perbedaan tersebut untuk merencanakan serta memproses kembali message sebelum disampaikan kembali kepada audience.
Pengaruh komunikator terhadap audience (komunikan) dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: usia, tingkat pendidikan, status sosial, status dalam kekerabatan, jabatan, performance (wibawa), tingkat hubungan (kenal tidaknya), materi, kepentingan, psikologis, dan faktor x. Demikian sebaliknya kekuatan pengaruh audience terhadap komunikator juga ditentukan oleh faktor-faktor yang kurang lebih sama dengan pengaruh komunikator terhadap audience.
A. Guru dan Anak dalam Komunikasi
Pada TK dan PAUD terdapat dua bentuk komunikasi, yaitu komunikasi personal atau komunikasi antar pribadi, dan komunikasi massa. Guru TK dan PAUD diharapkan mempunyai keterampilan dalam kedua komunikasi tersebut.
Komunikasi antar pribadi dimaksudkan sebagai komunikasi perseorangan antara Guru dengan Guru, Guru dengan personil sekolah lainya, Guru dengan anak didikya secara individual, perserta didik dengan sesamanya, Guru dengan orangtua siswa. Komunikasi antar pribadi, mengenal 3 (tiga) komponen, yaitu; komunikator (penyampai pesan), message (pesan), dan komunikan (penenrima pesan). Audience tidak dikenal dalam komunikasi yang sifatnya pribadi; namun apabila harus dipersamakan, audience bisa diidentikkan dengan komunikan.
Guru sebagai komunikator mempunyai peran yang sangat strategis (sebagai penyampaian pesan yang akan mengisi “kehidupan dasar” siswa). Orangtua dan/atau masyarakat memperhatikan bahkan menyorot guru sampai pada kehidupan pribadinya, sehingga ketika kita dimasyarakat, seorang guru bertindak dan tidak bisa berbuat apa-apa, ia bahkan seolah-olah melakukan suatu kejahatan, padahal orang lain yang biasa melakukan kejahatan seolah-olah menjadi “lebih baik” dari pada guru tersebut. Kesiapan mental dalam kehidupan di masyarakat memang harus dimiliki oleh guru yang baik. Lebih dari itu kaitannya dengan siswa disekolah (ketika guru menjalankan profesinya), Guru hendaknya mempunyai sikap-sikap yang mendukung, antara lain; perhattian, spontan, dan berfikiran terbuka.
Perhatian yaitu tingkah laku Guru yang menunjukan bahwa ia benar-benar bersama siswa. Anak dapat mengetahui/merasakan seberapa besar perhatian dari seorang guru dari beberapa komponen yaitu; kontak mata, posisi badan, gerakan anggota badan (isyarat tubuh), jarak, tingkah laku verbal (ucapan/pilihan kata), sikap deskriptif, sikap spontan, dan sikap profesionalisme.
1. Kontak mata yaitu, merupakan bagian yang sangat penting untuk kelanjutan dalam proses pembelajaran. Dengan kontak mata anak dapat mengamati keadaan gurunya seperti; keadaan jasmani, sikap, ekspresi wajah, atau tanda-tanda non verbal lainnya, yang semuanya itu dapat memberikan informasi tentang kondisi guru yang sedang dihadapi anak. Ekspresi yang tidak jelas pada saat kontak mata, bisa jadi membuat siswa bingung, bahkan takut dan menangis.
2. Posture adalah sikap tubuh yang dapat mendorong atau menghambat interaksi antar pribadi. Sikap tubuh guru yang rileks, mengarah pada anak dan menunjukan minat, akan menimbulkan perasaan positif pada diri anak, karena anak merasa mendapat perhatian dari guru.
3. Gesture,” gerakan dan isyarat” bagaimana gesture yang ditampilkan oleh guru akan dikomunikasikan pada siswa (anak), sehingga siswa bisa mengerti kalau guru siap menerima pesan dari siswa.
4. Jarak, Jarak antara guru dan siswa akan berpengaruh terhadap jalannya proses pembelajaran. Jarak yang terlalu dekat bisa membuat siswa menjadi takut dan sebaliknya jarak yang terlalu jauh juga bisa menyebabkan anak (siswa) merasa kurang diperhatikan. Jarak yang baik antara siswa dengan guru diusahakan tidak boleh terlalu jauh. Jarak yang tidak terlalu jauh menguntungkan guru juga siswa, karena ia dapat melihat banyak hal seperti; keadaan jasmani, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan sebagainya.
5. Tingkah laku verbal yang ditampilkan secara tepat oleh guru sangat bermanfaat dan mendorong anak untuk tidak takut menyatakan ide-idenya, perasaan, serta dapat mengeksplorasi dirinya dan mengembangakn rasa tanggung jawab dalam proses pembelajaran.
6. Sikap diskriptif, adalah sikap yang menampilkan suasana komunikasi sebagai permintaan informasi mengenai kejadiaan tertentu. Suasana ini dapat membantu menghindari reaksi defensif (bertahan) dari komunikan (anak), sedangkan dengan suasana evaluatif umumnya membuat komunikan lebih defensif.
7. Sikap spontan, adalah sikap komunikasi individu yang menampilkan suasana yang keterus terangan serta terbuka dalam menyampaikan pikirannya, suasana ini biasanya akan mendapatkan reaksi dengan cara yang sama oleh anak.
8. Sikap profesionalisme, artinya memiliki sikap tentatif (sementara) dan berfikiran terbuka serta bersedia mendengarkan pandangan yang berbeda dengan pandangan sendiri., jika keadaan menghendaki, guru bersedia mengubah posisi. Hal ini dapat memotivasi lawan bicara (anak) untuk bersikap terbuka. Dengan demikian dapat disimpilkan bahwa untuk dapat menciptakan komunikasi yang efektif maka individu perlu mengkomunikasikan sikap positif.
B. Perubahan Konsep terhadap Peranan Audience (Komunikan)
Proses komunikasi mempunyai formula tradisionil yaitu; “siapa yang mengatakan (sesuatu apa) pada suatu saluran, sehingga menimbulkan pengaruh”. Kata yang sederhana adalah suatu perkataan mempunyai pengaruh atau tidak (dalam sebuah kesempatan/situasi/kegiatan), tergantung siapa yang mengatakannya.
Pada tahun 1940-an perhatian khusus terhadap audience mulai diberikan dengan munculnya dua hal nyata sebagaimana diungkapkan oleh Bauer 1978 ;
a. Ketika audience memainkan peran aktif dalam memilih pesan komunikasi yang diinginkannya.
b. Adanya reaksinya yang berbeda yang ditimbulkan oeh kelompok masyarakat yang berbeda terhadap pesan komunikasi yang sama.
1. Peran Aktif Audience dalam memilih pesan komunikasi yang diinginkan Peran guru lebih besar, bahkan sangat besar pada proses komunikasi (dalam hal ini pada saat pelaksanaan pembelajaran). Anak bisa dikatakan “hanya ikut saja” atau terserah akan dibawa kemana oleh gurunya. Guru hendaknya mempunyai kemampuan mengajar yang bervariasi dan inovatif. Berbagai cara komunikasi harus bisa dilakukan guru dalam rangka mengaktifkan anak. Kegiatan pembelajaran hendaknya mampu merangsang segenap potensi anak, mampu menyalurkan gaya belajar, serta mampu memenuhi modalitas belajar. Caranya adalah dengan variasi aktivitas setahun materi kurikulum/belajar, kepada penglihatannya, perasaannya, dan kakinya. Jika berhasil, anak bukan hanya akan mengetahui sesuatu, tetapi akan banyak tahu. Anak bukan hanya dapat melakukan sesuatu, tetapi ia akan banyak melakukan sesuatu.
Pembelajaran pada anak pada hakikatnya merupakan suatu proses yang dirancang agar anak dapat menuju secara optimal pada perilaku baru yang lebih baik. Perilaku baru tersebut meliputi ranah kognitif (menjadi tahu), afektif (menjadi baik), psikomotor (menjadi terampil). Untuk mengkomunikasikan pesan (tema) pembelajaran kepada audience (anak), diperlukan sumber belajar sebagai media komunikasi. Anak sebagai audience akan memunculkan peran yang lebih besar (aktif) ketika ia belajar melalui labolatorium, lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan ekonomi (supermarket/pasar/mall), melihat gambar, melihat benda nyata dan sebagainya.
Semangat, keceriaan, ekspresi wajah, kegiatan verbal dan motorik yang tercermin dalam pembelajaran, harus dicermati oleh guru sebagai suatu masukan bahwa siswa telah memilih suatu pesan komunikasi (dalam bentuk tema sebagai bagian dari Satuan Kegiatan Harian/SKH) sesuai yang diinginkannya. Kondisi demikian merupakan juga suatu masukan dan pijakan bagi guru dalam rangka menyusun stategi pembelajaran baik dalam Satuan Kegiatan Harian (SKH), maupun Satuan Kegiatan Mingguan (SKM).
Pembelajaran pada anak pada hakikatnya merupakan suatu proses yang dirancang agar anak dapat menuju secara optimal pada perilaku baru yang lebih baik. Perilaku baru tersebut meliputi ranah kognitif (menjadi tahu), afektif (menjadi baik), psikomotor (menjadi terampil). Untuk mengkomunikasikan pesan (tema) pembelajaran kepada audience (anak), diperlukan sumber belajar sebagai media komunikasi. Anak sebagai audience akan memunculkan peran yang lebih besar (aktif) ketika ia belajar melalui labolatorium, lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan ekonomi (supermarket/pasar/mall), melihat gambar, melihat benda nyata dan sebagainya.
Semangat, keceriaan, ekspresi wajah, kegiatan verbal dan motorik yang tercermin dalam pembelajaran, harus dicermati oleh guru sebagai suatu masukan bahwa siswa telah memilih suatu pesan komunikasi (dalam bentuk tema sebagai bagian dari Satuan Kegiatan Harian/SKH) sesuai yang diinginkannya. Kondisi demikian merupakan juga suatu masukan dan pijakan bagi guru dalam rangka menyusun stategi pembelajaran baik dalam Satuan Kegiatan Harian (SKH), maupun Satuan Kegiatan Mingguan (SKM).
2. Reaksi berbeda dari Kelompok yang berbeda
Reaksi berbeda dimungkinkan timbul terhadap pesan komunikasi yang sama dari guru. Satu anak dengan yang lain bisa jadi memberikan tanggapan yang tidak sama terhadap “perintah” atau “arahan” dari guru. Ketika guru menyelenggarakan “pembelajaran” dengan suatu tema, bersamaan dengan itu guru wajib memperhatikan satu persatu bagaimana anak memberikan reaksi. Reaksi beberapa siswa yang memiliki kelompok hendaknya menjadi prioritas guru sebagai masukan dalam rangka mencari cara yang terbaik dalam penyelenggaraan pendidikan.
Respon anak pada saat pembelajaran (yang direspon balik oleh guru) menunjukkan bahwa anak kemudian ternyata mempunyai peran sebagai komunikator terhadap gurunya. Reaksi timbal balik terjadi, dimana di suatu saat guru menjadi komunikator yang menyampaikan pesan (dalam bentuk tema-tema pembelajaran) terhadap anak, disisi lain bahkan pada saat yang bersamaan anak akan bertindak sebagai komunikator yang menyampaikan pesan kepada gurunya mengenai bagaimana tema itu harus disampaikan “agar sesuai dengan selara anak”, sehingga berjalan dengan lancar dan menyenangkan. Sebagai audience, reaksi anak pada saat pembelajaran merupakan message (pesan) yang disampaikan kepada gurunya mengenai apa yang diinginkan dalam koridor atau luar koridor tema yang disampaikan guru. Semakin akrab komunikasi (ketika pembelajaran sudah berlangsung beberapa bulan), maka komunikasi menuju kearah komuniksasi informal. Ketika perhatian sudah dicurahkan pada komunikasi informal, komunikasi antar pribadi, maka kemungkinan akan muncul umpan balik secara implisit. Pada posisi demikian terlihat bahwa audience mempunyai peran yang makin lama makin aktif.
Umpan balik apabila dikembangkan lagi dalam langkah-langkah selanjutnya untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang mungkin timbul dalam pembelajaran, maka guru (sebagai komunikator) dapat menentukan apa yang selanjutnya harus dikerjakan atau apa yang bisa dirancang dalam pembelajaran, sesuai dengan “keinginan anak”. Kepekaan komunikator diperlukan dalam menerima dan “menterjemahkan” secara tepat dan cepat reaksi yang diberikan audience (dalam hal ini anak) terhadap pesan yang diberikannya. Apabila guru ingin menghasilkan efek tertentu ia harus bisa menyesuaikan pesan komunikasi dengan keadaan anak, baik dari pertimbangan daya nalar, kematangan motorik, maupun sikap. Audience (anak) hendaknya mendapatkan gambaran terlebih dahulu mengenai apa yang akan diterima, sebelum mendengar atau membaca apa yang dikemukakan oleh guru. Dengan demikian proses pengaruh-mempengeruhi berjalan timbal-balik secara baik apabila audience (anak) dapat mempengaruhi komunikasi sejauh komunikator dapat mempengaruhi audience.
C. Audience sebagai Pengolah Informasi
Suatu rangsang (stimulasi) dari komunikator biasanya jarang mendapat reaksi yang sama oleh orang (audience) yang berbeda, kecuali apabila mereka mempunyai kepentingan yang sama. Masalah yang secara phisik identik sama, bisa mempunyai makna yang berlainan pada komunitas (audience) yang berbeda. Apabila seseorang guru menyatakan kepada anak apa yang dilihat atau apa yang didengar nya atau suatu tema pembelajaran, kemudian anak dimintai tanggapannya, maka akan terjadilah perbedaan tanggapan (persepsi).
Kegiatan pembelajaran hendaknya dibuat se-opersional mungkin, mendekati kenyataan (kalau tidak dapat yang betul-betul nyata), agar tidak menimbulkan penafsiran berbeda-beda. Kecendrungan audience menerima informasi dan dalam cara mereka mencari informasi terdapat perbedaan. Faktor-faktor yang menentukan adanya perbedaan pada audience antara lain, tingkat kecerdasan, pendidikan, serta latar belakang. Hasil informasi menjadi “pegangan” bagi tiap-tiap orang, olahannya (olahan informasi) sesuai dengan “ukuran bajunya sendiri” atau “ukur bajunya sendiri”.
Proses informasi selain itu tergantung pula pada rentang waktu. Dimensi waktu juga merupakan petunjuk penting yang berkaitan dengan efek komunikasi, dimana rentang waktu membuat proses informasi mungkin berjalan tidak seimbang. Contoh yang paling mudah diingat menurut Bauer (1978) adalah “sleeper effect” (efek tidur/ efek lupa). Sleeper efek dimaksudkan bahwa seseorang masih mengingat argument atau kesimpulan mengenai argument tersebut, bahkan menerimanya, namun karena rentang waktu tertentu, ia menjadi lupa dimana ia mendengar argument tersebut.
Kekuatan informasi (pesan) sehingga bisa menambah, meluruskan, bahkan, mengubah sama sekali pesan (pembelajaran) sebelumnya, semuanya tergantung pada siapa informasinya /komunikan (teman, orangtua, guru,orang lain dsb), disamping pada kemampuan komunikan tesebut menyampaikan pesannya. Pada audience (komunikan) ada suatu sifat yang disebut dengan Intuisi Kebutuhan (Need Cognition), suatu sifat yang dekat hubungannya dengan “rasa ingin tahu”. Besar kecilnya curahan perhatian seorang terhadap informasi tergantung pada karakter masing-masing individu, yang disebut gaya intuisi perorangan. Kelman dan Kohler (dalam Bauer, 1978:35), membagi gaya intuisi perorangan menjadi dua yaitu: clarifiers, dan simplifiers. Clarifiers menyangkut usaha memperjelas informasi yang bertentangan dengan kepercayaan seseorang. Sedangkan Simplifiers cenderung berorientasi pada stereotype.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum dapat disimpulkan bahwa audience mempunyai peran yang begitu besar di dalam komunikasi, tidak bisa diabaikan begitu saja sehubungan dengan adanya perbedaan dari audience yang satu dengan yang lain.
B. Saran
Anggapan lama yang menyatakan bahwa audience hanya merupakan obyek pasif penerima pesan yang tidak mempunyai pengaruh sama sekali bagi komunikator harus ditepis, ternyata bahwa audience mempunyai peran yang begitu besar bagi komunikator.
DAFTAR PUSTAKA
Wicaksono, Luhur. 2011. Dasar-Dasar Komunikasi Dalam Pembelajaran. Pontianak: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar