Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
A. Hubungan Antara Emosi Dan Tingkah Laku
Serta Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah Laku
Rasa
takut dan marah dapat menyebabkan seorang gemetar. Dalam ketakutan, mulut
menjadi kering, cepatnya jantung berdetak, derasnya aliran darah, sistem
pencernaan mungkin berubah selama permunculan emosi. Keadaan emosi yang
menyenangkan dan reaksi berfungsi sebagai alat pembantu untuk mencerna,
sedangkan perasaan tidak enak menghambat pencernaan.Gangguan emosi dapat
menjadi penyebab kesulitan berbicara. Hambatan-hambatan dalam berbicara
tertentu telah ditemukan bahwa tidak disebabkan oleh kelainan dalam organ
berbicara.Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang
menjadi gagap.Sikap takut, malu-malu merupakan akibat dari ketegangan emosi dan
dapat muncul dengan hadirnya individu tertentu.
Karena reaksi kita yang berbeda-beda terhadap
setiap orang yang kita jumpai, maka jika kita merespon dengan cara yang sangat
khusus terhadap hadirnya individu tertentu akan merangsang timbulnya emosi
tertentu.Suasana emosional yang penuh tekanan di dalam keluarga berdampak
negatif terhadap perkembangan remaja. Sebaliknya suasana penuh kasih sayang,
ramah, dan bersahabat amat mendukung pertumbuhan remaja menjadi manusia yang
bertanggung jawab terhadap keluarga. Dengan demikian dialog antara orang tua
dengan remaja sering terjadi. Dalam dialog tersebut mereka akan mengungkapkan
keresahan, tekanan batin, cita-cita, keinginan, dan sebagainya. Akhirnya jiwa
remaja akan makin tenang. Jika demikian maka remaja akan mudah diajak untuk
bekerja sama dalam rangka mengajukan dirinya dibidang pendidikan dan karir
(Willis,2005:22)
B.Perbedaan Individual Dalam Perkembangan
Emosi
Dengan
meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena
mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang
berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan
lainnya. Selain itu karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka,
emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama daripada jika emosi itu diekspresikan
secara lebih terbuka.Oleh sebab itu, ekspresi emosional mereka menjadi
berbeda-beda.Perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada
saat itu dan taraf kemampuan intelektualnya, dan sebagian lagi disebabkan oleh
kondisi lingkungan. Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan
dengan anak yang kurang sehat. Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu
kelompok, anak-anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai
macam rangsangan dibandingkn dengan anak-anak yang kurang pandai. Tetapi
sebaliknya, mereka juga cenderung lebih mampu mengendalikan ekspresi emosi.
Ditinjau
kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok keluarga, anak laki-laki lebih
sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin
mereka. Misalnya marah bagi laki-laki, dibandingkan dengan emosi takut, cemas,
dan kasih sayang yang dianggap lebih sesuai bagi perempuan. Rasa cemburu dan
marah lebih umum terdapat di kalangan keluarga besar, sedangkan rasa iri lebih
umum umum terdapat di kalangan keluarga kecil. Rasa cemburu dan ledakan marah
juga lebih umum dan lebih kuat di kalangan anak pertama dibandingkan dengan
anak yang lahir kemudian dalam keluarga yang sama.
Sejumlah
penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka
bergantung kepada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 2002: 154).
Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada,
reaksi tersebut mungkin akan muncul dikemudian hari, dengan berfungsinya sistem
endokrin.Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lainnya dalam
mempengaruhi perkembangan emosi Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus
belajar memperoleh gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi
emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan berbagai masalah
pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaan dan masalah pribadi
dipengaruhi sebagian oleh rasa aman dalam hubungan sosial dan sebagian oleh tingkat
kesukaannya pada “orang sasaran” (Hurlock, 2002:213).
Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi
antara lain :
a. Belajar dengan coba-coba
b. Belajar dengan cara meniru
c. Belajar dengan cara mempersamakan diri
(learning by identification)
d. Belajar melalui pengkondisian
e. Belajar dibawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada
aspek reaksi (Sunarto, 2002:158)
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
sosial individu. Faktor-faktor itu bisa berasal dari kematangan sosal diri
sendiri, faktor keluarga, lingkungan, ekonomi, pendidikan, pengalaman dan
lain-lain.
a. keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan
pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan individu, termasuk perkembangan
sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang
kondusif bagi sosialisasi. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan
kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika
berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
b. Kematangan Pribadi
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial,
memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan
emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
c.
Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial
ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku individu akan banyak memperhatikan
kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
d. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang
terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif,
individu memberikan warna kehidupan sosial didalam masyarakat dan kehidupan
mereka.
e. Kapasitas Mental: Emosi
dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal,
seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan
emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial. Individu yang
berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh
karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan
keberhasilan perkembangan sosial individu tersebut.
D. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Peserta Didik.
Beberapa
ahli psikologi menyebutkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan
kematangan emosi seseorang (Astuti, 2005), yaitu:
1.Pola asuh orangtua.
Pola asuh orang tua
terhadap anak bervariasi. Ada yang pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik
oleh dirinya sendiri saja, sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan
anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola
asuh dari orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan
emosi peserta didik.
Keluarga merupakan lembaga
pertama dan utama dalam kehidupan anak, tempat belajar dan menyatakan diri
sebagai mahluk sosial, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama
tempat anak dapat berinteraksi. Dari pengalamannya berinteraksi di dalam
keluarga ini akan menentukan pula pola perilaku anak tehadap orang lain dalam
lingkungannya. Dalam pembentukan kepribadian seorang anak, keluarga mempunyai
pengaruh yang besar. Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam
perkembangan kepribadian seorang anak, salah satu faktor tersebut adalah pola
asuh orangtua (Tarmudji, 2001). Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik,
membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak sesuai dengan norma-norma
yang ada dalam masyarakat (Tarmudji, 2001). Dimana suatu tugas tersebut
berkaitan dengan mengarahkan anak menjadi mandiri di masa dewasanya baik secara
fisik maupun psikologis (Andayani dan Koentjoro, 2004).
Menurut Goleman (2002)
cara orang tua memperlakukan anak-anaknya akan memberikan akibat yang mendalam
dan permanen pada kehidupan anak. Goleman (2002) juga menemukan bahwa pasangan
yang secara emosional lebih terampil merupakan pasangan yang paling berhasil
dalam membantu anak-anak mereka mengalami perubahan emosi. Pendidikan emosi ini
dimulai pada saat-saat paling awal dalam rentang kehidupan manusia, yaitu pada
masa bayi.
Idealnya orangtua akan
mengambil bagian dalam pendewasaan anak-anak karena dari kedua orangtua anak
akan belajar mandiri melalui proses belajar sosial dengan modelling (Andayani
dan Koentjoro, 2004)2. Pengalaman traumatik. Kejadian-kejadian traumatis masa
lalu dapat mempengaruhi perkembangan emosi seseorang, dampaknya jejak rasa
takut dan sikap terlalu waspada yang ditimbulkan dapat berlangsung seumur
hidup. Kejadian-kejadian traumatis tersebut dapat bersumber dari lingkungan
keluarga ataupun lingkungan di luar keluarga (Astuti, 2005).
3. Temperamen.
Temperamen dapat
didefinisikan sebagai suasana hati yang mencirikan kehidupan emosional kita.
Hingga tahap tertentu masing- masing individu memiliki kisaran emosi
sendiri-sendiri, temperamen merupakan bawaan sejak lahir, dan merupakan bagian
dari genetik yang mempunyai kekuatan hebat dalam rentang kehidupan manusia
(Astuti, 2005).
4. Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin
memiliki pengaruh yang berkaitan dengan adanya perbedaan hormonal antara laki-
laki dan perempuan, peran jenis maupun tuntutan sosial yang berpengaruh pula
terhadap adanya perbedaan karakteristik emosi diantara keduanya (Astuti, 2005).
5. UsiaPerkembangan kematangan emosi yang
dimiliki seseorang sejalan dengan pertambahan usianya.
Hal ini dikarenakan
kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan fisiologis
seseorang. Ketika usia semakin tua, kadar hormonal dalam tubuh turut berkurang,
sehingga mengakibatkan penurunan pengaruhnya terhadap kondisi emosi (Moloney,
dalam Puspitasari Nuryoto 2001). Namun demikian, dalam hal ini tidak menutup
kemungkinan seseorang yang sudah tua, kondisi emosinya masih seperti orang muda
yang cenderung meledak- ledak. Hal tersebut dapat diakibatkan karena adanya
kelainan- kelainan di dalam tubuhnya, khususnya kelainan anggota fisik.
Kelainan yang tersebut dapat terjadi akibat dari pengaruh makanan yang banyak
merangsang terbentuknya kadar hormonal.
6. Perubahan jasmani.
6. Perubahan jasmani.
Perubahan jasmani
ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota tubuh.
Pada taraf permulaan petumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu
saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidak seimbangan
tubuh ini sering mempunyai akibat yang tidak terduga pada perkembangan emosi
peserta didik. Tidak setiap peserta didik dapat menerima perubahan kondisi
tubuh seperti ini, lebih-lebih perubahan tersebut menyangkut perubahan kulit
yang menjadi kasar dan penuh jerawat. Hormone-hormon tertentu mulai berfungsi
sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya sehingga dapat menyebabkan
rangsangan di dalam tubuh peserta didik dan seringkali menimbulkan masalah
dalam perkembangan emosinya.
7. Perubahan Interaksi dengan Teman Sebaya.
Peserta didik sering kali
membangun interaksi sesame teman sebayanya secara khas dengan cara berkumpul
untuk melakukan aktivitas bersama dengan membentuk emacam geng. Interaksi antar
anggotanya dalam suatu kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki
kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi. Fakor yang sering menimbulkan
masalah emosi pada masa ini adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis.
Gejala ini sebenarnya sehat bagi peserta didik, tetapi tidak jarang menimbulkan
konflik atau gangguan emosi pada mereka jika tidak diikuti dengan bimbingan
dari orang tua atau orang yang lebih dewasa.
8.
Perubahan Pandangan Luar.
Ada
sejumlah perubahan pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik konflik
emosional dalam diri peserta didik, yaitu:
a. Sikap dunia luar
terhadap peserta didik sering tidak konsisten
b.
Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda
untukpeserta didik laki-laki dan perempuan.
c.
Seringkali kekosongan peserta didik dimamfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab.
9.
Perubahan Interaksi dengan Sekolah. Sekolah merupakan tempat pendidikan yang
sangat diidealkan oleh pererta didik. Para guru merupakan tokoh yang sangat
penting dalam kehidupan mereka karena selain tokoh intelektual, guru juga
merupakan tokoh otoritas bagi para peserta didiknya. Oleh karena itu tidak
jarang anak-anak lebih percaya, lebih patuh, bahkan lebih takut kepada guru
daripada kepada orang tuanya. Posisi guru disini amat strategis apabila
digunakan untuk pengembangan emosi anak melalui penyampaian materi-materi yang
positif dan konstruktif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar