BAB I
Karakteristik
Perkembangan Emosi dan Sosial Anak Usia
Taman Kanak-Kanak
Menurut
Hurlock (1978) perkembangan emosi ini mencolok pada usia 2,5 – 3,5
tahun,dan 5,5 – 6,5 tahun
A.
Ciri
Utama Reaksi Emosi pada Anak
Adapun
karakteristik reaksi emosi anak adalah berikut ini.
1. Reaksi
Emosi Anak Sangat Kuat
Anak
akan memperlihatkan reaksi emosi yang sama kuatnya dalam menghadapi setiap
peristiwa, baik yang sederhana sifatnya maupun yang berat. Bagi anak semua peristiwa adalah menarik dan menakjubkan.
Tidak ada peristiwa yang di anggap sederhana oleh anak. Dalam hal kekuatan,
makin bertambahnya usia anak, dan semakin bertambah matangnya emosi anak maka
anak akan semakin terampil dalam memilah dan memilih kadar keterlibatan
emsionalnya.
2. Reaksi
Emosi Sering Kali muncul pada setiap Peristiwa dengan Cara yang Diinginkan.
Anak
tiba-tiba menangis atau merjuk dengan sebab yang tidak jelas. Anak melakukan
hal tersebut , dikarenakan ia memang menginginkannya, sekalipun tidak ada
pencetusnya misalnya anak tiba-tiba menangis karena merasa bosan. Untuk anak
yang lebih muda usianya, hal ini masih bisa ditoleransi. Namun, bagi anak usia
4-5 tahun, hal ini tidak dapat diterima oleh lingkungannya. Semakin emosi anak
berkembang menuju kematangannya, mereka akan belajar mengontrol diri dan
memperhatikan reaksi emosi dengan cara yang dapat diterima lingkungan.
3. Reaksi
Emosi Anak Mudah Berubah dari Satu Kondisi ke Kondisi Lainnya.
Bagi
seorang anak sangat mungkin saat ini ia menangis dengan kres. Namun, ketika ibunya
mengalihkan perhatiannya pada benda-bendayang disukainya, ia dapat langsung
berhenti menangis dan melupakan kejadian yang baru saja mmembuatnya marah dan
kecewa. Reaksi emosi anak mudah teralihkan dan mudah berganti daru satu kondisi
ke kondisi yang lain.
4. Reaksi
Emosi Bersifat Individual
Reaksi
emosi bersifat individual, artinya sekalipun peristiwa pencetus emosi adalah
sama, namun reaksi setiap orang akan berbeda dalam menyikapinya. Hal ini
disebabkan oleh adanya pengalaman yang diperoleh dari lingkungan setiap
individu berbeda sehingga menyebabkan reaksi emosi yang diperlihatkan pun dapat
berbeda-beda pula.
5. Keadaan
Emosi Anak dapat Dikenali Melalui Gejala Tingkah Laku yang Ditampilkan
Pada
dasarnya semua anak lebih mudah mengekspresikan emosinya melalui sikap dan
perilaku, dibandingkan mengungkapkan secara verbal. Hal ini juga tampak pada
anak yang mengalami hambatan dalam mengekpresikan kehidupan emosinya secara
terbuka. Mereka biasanya sering memperlihatkan gejala tingkah laku, antara lain
melamun, tingkah laku gelisah, seperti mengisap jari, menggigit kuku, kesulitan
bicara (shuttering).
B.
Bentuk
Reaksi Emosi pada Anak
Pada
umumnya, bentuk reaksi emosi yang dimiliki anak sama dengan orang dewasa.
Perbedaannya hanya terletak pada penyebeb tercetusnya reaksi emosi dan cara
mengekspresikannya. Ada beberapa bentuk-bentuk emosi umum terjadi pada awal
masa kanak-kanak sebagaimana yang
dikemukakan oleh Hurlock (1993: 117) adalah berikut ini:
1. Amarah
Marah
sering kali muncul sebagai reaksi terhadap frustasi, sakit hati, dan merasa terancam. Pada umumnya frustasi atau keinginan
yang tidak terpenuhi merupakan hal yang paling sering menimbulkan kemarahan
pada tiap tingkat usia. Dibanding rasa takut, rasa marah lebih sering muncul
pada masa kanak-kanak.
Secara
umum hal-hal yang menimbulkan rasa marah, apabila anak terhambat melakukan
sesuatu. Hambatan bisa berasal dari dirinya sendiri, misalnya ketidakmampuan
anak melakukan sesuatu. Hambatan itu dapat pula berasal dari orang lain,
misalnya larangan, berbagai macam batasan terhadap gerak yang diinginkan atau
direncanakan anak, serta kejengkelan yang menumpuk.
Bayi-bayi
biasanya marah karena secara fisik ia merasa tidak nyaman, dihambat untuk
bergerak, dimandikan atau dipakaikan baju. Kadang-kadang ketidakmampuan anak
untuk menyatakan sesuatu secara verbal pada saat awal anak belajar bicara dan
kurang mendapat perhatian juga bisa membuat ia marah. Menurut Hurlock (1991)
reaksi marah umumnya bisa dibedakan menjadi dua kategori besar, yaitu berikut
ini.
a. Marah yang implusif biasanya diseut juga agresi. Marah jenis ini
tujukan langsung pada orang lain binatang atau objek, bisa dalam bentuk reaksi
fisik, bisa pula verbal, bisa ringan, bisa berat atau intens. Amukan atau
temper tentrum adalah hal yang biasa dijumpai pada anak-anak. Biasanya anak-anak
juga tidak ragu-ragu untuk menyakiti orang atau anak lain dengan cara, seperti
memukul, menggigit, meludah, menendang, mendorong. Di usia sekitar empat tahun
kemarahan itu masih ditambah lagi dengan kata-kata yang kasar atau
ejekan-ejekan.
b. Marah yang terhambat adalahmarah
yang tidak dicetuskan karena dikendalikan atau ditahan. Biasanya anak menarik
diri, melarikan diri dari anak atau
orang lain, yang menyebabkan ia marah. Biasanya sikap lesu, masa bodoh atau
tidak berani. Oleh karenanya, anak yang marah dengan cara ini sering merasa
sia-sia atau tak berguna. Inilah cara mereka untuk menerima frustasi dan mereka
menanggap menahan marah adalah lebih baik daripada mengekspresikan karena
mereka terbebas dari risiko penolakan sosial.
2. Takut
Reaksi
takut pada bayi dan anak-anak berupa rasa tak berdaya. Hal ini tampak pada
ekspresi wajah yang khas, tangisan yang merupakan permintaan tolong, mereka
menyembunyikan muka dan sejauh mungkin menghindari objek atau orang yang
ditakuti atau bersembunyi di belakang orang atau kursi. Semakin meningkatnya
usia, reaksi rasa takut berubah karena adanya tekanan sosial. Reaksi menangis
tidak ada lagi walau ekspresi wajah yang khas masih tetap ada, dan biasanya
mereka menghindar dari objek yang ditakuti.
Setiap
periode mempunyai ciri ekspresi rasa takut. Reaksi takut sering diperlihatan
dengam gejala fisik, yaitu mata membelalak, menangis, sembunyi atau memegang
orang, diam tidak bergerak.
Pada
periode awal anak, rasa takut timbul disaat dirinya merasa terancam oleh
benda-benda yang ditemuinya (misalnya pisau dan mobil). Stranger anxiety di
sini anak belum mengenal/mampu memahami bahwa bukan dirinya yang terancam oleh
benda tersebut. Reaksi yang ditampilkan adalah anak yang melakukan gerak
motorik, misalnya berlari, bersembunyi, memegang orang yang dikenalnya.
Pada
periode akhir anak-anak, rasa takut timbul akibat fantasi yang dibentuk oleh
anak itu sendiri yang menyebabkan harga dirinya terancam oleh lingkungannya
(misalnya takut gagal, berbeda dengan orang lain, status, dan sebagainya). Keadaan ini disebabkan anak telah mengalami
perkembangan kemampuan berpikir sehingga mampu membentuk fantasi dan menilai
dirinya sendiri.
Berkenaan
dengan rasa takut ini Hurlock (1991) menhemukakan adanya reaksi emosi yang
berdekatan dengan reaksi takut, yaitu: shyness
atau rasa malu, embarrassment
atau merasa kesulitan, khawatir, dan anxienty atau cemas. Adapun penjelasannya sebagai
beikut.
a. Shyness
atau malu adalah reaksi takut yang ditandai dengan “rasa segan” berjumpa dengan
orang yang dianggap asing. Sejak enam bulan anak mulai mengalami kematangan
secara intelektual, keadaan ini menyebabkan merka mulai mampu membedakan
anatara orang yang dikenalnya dan tidak dikenalnya, namun pada usia ini mereka
belum matang untuk memahami dirinya. Reaksi yang ditampilkan adalah memalingkan
muka atau merangkak biasanya bersembunyi dan mengintip. Pada periode awal anak
dan akhir anak, reaksi ini timbul bila mereka memiliki perasaan tidak mengenal
perlakuan orang lain kepadanya.
b. Embarrassment
(merasa sulit, tidak mampu atau malu melakukan sesuatu) merupakan reaksi takut
terhadap penilaian orang lain pada dirinya. Timbulnya reaksi ini karena anak
sudah mampu memahami harapan dan penilaian yang dapat diperoleh dari lingkungan
sosial. Reaksi ini berhubungan dengan kesadaran akan dirinya yang terancam.
c. Khawatir
timbul disebabkan oleh rasa takut yang dibentuk oleh pikiran anak sendiri,
biasanya mengenai hal-hal khusus, misalnya takut dihukum orangtua, takut tidak
populer, dan lain sebagainya.
d. Anxiety
atau cemas, merupakan perasaan takut sesuatu yang tidak jelas dan dirasakan
oleh anak sendiri karena sifatnya subjektif. Perasaan cemas dapat membuat anak
terhambat perkembangannya karena dapat mengakibatkan ia tidak berani berbuat
sesuatu, tidak mau bertemu orang lain, tidak mau ke sekolah, dan lain
sebagainya. Perasaan cemas ini kadang ditandai dengan perubahan fisiologis,
seperti berkeringat, muka pucat, dan tubuh tegang.
3.
Cemburu
Cemburu
adalah reaksi normal terhadap hilangnya kasih sayang, baik kehilangan secara
nyata terjadi maupun yang hanya sekedar
dugaan. Perasaan cemburu muncul karena anak takut kehilangan atau merasa
tersaingi dalam memperoleh perhatian dan kasih sayang dari orang yang
dicintainya. Cemburu adalah bentuk lain dari marah yang menumbulkan rasa kesal
atau benci terhadap orang yang disayang maupun terhadap saingannya. Rasa
cemburu biasanya bercampur dengan marah dan takut. Reaksi cemburu dapat langsung
ataupun ditekan. Menurut Hurlock (1991) reaksi ini meliputi meliputi
pengunduran diri ke arah bentuk perilaku yang infantile, seperti
mengompol, mengisap jari, makan-maknan yang aneh-aneh, kenakalan yang
umum, perilaku merusak, menunjukkan kasih sayang atau sikap membantu yang tidak
diminta, melampiaskan perasaan kepada binatang atau mainan.
Tiga
penyebab utama yang menimbulkan kecumburuan pada masa kanak-kanak, yaitu
sebagai berikut.
a.
Cemburu yang terjadi di
masa kanak-kanak biasanya berasal dari kondisi rumah. Misalnya, kehadiran adaik
baru yang menyita lebih banyak waktu sang ibu sehinggga si kakak merasa kurang
mendapat perhatian. Dalam situasi ini biasanya si kakak menjadi kesal, sakit
hati serta benci pada ibu dan si adik.
b.
Situasi sosial si
sekolah juga bisa menjadi penyebab timbulnya rasa cemburu pada anak. Rasa
cemburu yang berasal dari rumah sering dibawa pula ke sekolah. Dalam hali ini
anak biasanya bersikap posesif (ingin memiliki sendiri perhatian) terhadap guru
atau teman tertentu.
4. Gembira
Setiap orang pada berbagai usia
mengenal perasaan yang menyenangkan. Pada umumnya perasaan gembira dan senang
diekspresikan dengan tersenyum, atau tertawa. Dengan perasaan menyenangkan seseorang
dapat merasakan cinta, dan kepercayaan diri.
Pada
dasarnya semua anak menempuh tahapan sosialisasi. Kurangnya kesempatan anak
untuk bergaul secara baik dengan orang lain dapat menghambat perkembangan
sosialnya.
C.
Karakteristik
dan Tingkah Laku Sosial
Dalam
perkembangan sosial anak terdapat beberapa ciri dalam setiap periodenya. Ciri-
cirri tersebut adalah sebagai berikut :
1. Periode
Bayi
1-2 Bulan
|
Belum mampu membedakan objek dan benda
|
3 bulan
|
1.
Otak mata
sudah kuat dan mampu melihat pada orang atau objek dan mengikuti gerakan
2.
Telinga
sudah mampu membedakan suara. Mulai mampu membedakan objek dan orang, siap
belajar untuk menjadi manusia sosiaL.
3.
Senyum
sosial (social smiles) apabila orang yang dikenalnya datang dan menangis
apabila ditinggal.
|
4 bulan
|
Memperlihatkan tingkah laku, memperhatikan apabila ada orang yang
bicara, membuat penyesuaian dengan tertawa padanya.
|
4-6 bulan
|
Tersenyum dengan bayi lain.
|
5-6 bulan
|
Bereaksi berbeda terhadap suara yang ramah dan tidak.
|
7 bulan
|
Kadang- kadang agresif, menjambak, menyakar, dan sebagainnya.
|
6-8 bulan
|
Memegang, melihat, merebut benda dari bayi lain.
|
7-9 bulan
|
Mengikuti suara- suara, tingkah laku yang sederhana.
|
9-13 bulan
|
Meniru suara, mengeksplorasi bayi lain,menjambak dan sebagainya. Bisa
bermain dengan peermainan tanpa komunikasi.
|
12 bulan/1 tahun
|
Mengenal larangan.
|
13-18 bulan
|
Mulai minat terhadap bayi lain.
|
15 bulan
|
Memperlihatkan minatyang tinggi terhadap orang dewasa dan selalu ingin
dekat serta mutasi dengan mereka.
|
24 bulan (2 tahun)
|
Dapat membantu melakukan aktivitas sederhana. Menggunakan permainan
sebagai alat untuk hubungan sosial. Di sini mereka bermain bersama, tetapi
tidak ada interaksi – salutary a paralel play.
|
2.
Periode Prasekolah
Adapun cirri
sosialisasi periode prasekolah adalah sebagaiberikut :
a.
Membuat kontak sosial
dengan orang diluar rumahnya.
b. Dikenal
dengan istilah pregang age. Dikatakan pregang Karena anak prasekolah
berkelompok belum mengikuti arti sosialisasi yang sebenarnya. Mereka mulai
belajar menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan sosial.
c. Hubungan
dengan orang dewasa
Melanjutkan hubungan
dan selalu ingin dekat dengan orang dewasa baik dengan orang tua maupun guru.
Mereka selalu berusaha untuk berkomunikasi dan menarik perhatian orang dewasa.
d. Hubungan
dengan orang dewasa.
e. 3-4
tahun mulai bermain bersama (cooperative play). Mereka tampak mulai mengobrol
selama bermain. Memilih teman untuk bermain,mengurangi tingkah laku bermusuhan.
3. Periode
usia sekolah
Minat
terhadap kelompok makin besar, mulai mengurangi keikutsertaannya pada aktivitas
keluarga. Mereka membentuk kelompok (gang) sehingga periode ini disebut periode
gang age. Peranan teman sebaya pada tahap ini sangat penting dan berpengaruh
terhadap perkembangan sosial anak. Diantara pengaruh yang ditimbulkannya pada
keterampilan sosialisasi anak diantaranya berikut ini.
a. Membantu
anak untuk belajar bersama dengan orang lain dan bertingkah laku yang dapat
diterima oleh kelompok.
b. Membantu
anak mengembangkan nilai- nilai sosial lain di luar nilai orang tua.
c. Membantu
mengembangkan kepribadian yang mandiri dengan mendapatkan kepuasan smosional
dari rasa berkawan.
Snowman
dalam Patmonodewo 91995:29) mengemukakan beberapa karakteristik perilaku sosial
pada anak usia prasekolah, diantaranya sebagai berikut:
a. Pada umumnya anak pada usia dini memiliki satu
atau dua sahabat. Akan tetapi sahabat
ini cepat berganti. Mereka pada umumnya
dapat dengan cepat menyesuaikan diri secara sosial. Sahabat yang dipilih
biasanya dari jenis kelamin yang sama. Kemudian berkembang menjadi bersahabat
dengan anak dengan jenis kelamin berbeda.
b. Kelompok
bermainnya cenderung kelompok kecil, tidak terlalu terorganisasisecara baku
sehingga kelompok tersebut cepat berganti- ganti.
c. Anak
yang lebih kecil sering kali mengamati anak yang lebihj besar.
d. Pola
bermain anak prasekolah lebih bervariasi fungsinya sesuai dengan kelas sosial
dan gender. Anak dari kelas menengah lebih banyak bermain asosiatif,
kooperatif, dan konstruktif, sedangkan anak perempuan lebih banyak bermain
soliter, konstruktif, paralel, dan dramatic. Anak laki- laki, lebih banyak
bermain fungsional solitaire dan asosiatif dramatis.
e. Perselisihan
sering terjadi. Akan tetapi, sebentar kemudian mereka berbaikan kembali. Anak
laki-laki banyak melakukan tindakan agresif dan menantang.
f. Setelah
masuk TK, pada umumnya kesadaran mereka terhadap peran jenis kelamin telah
berkembang. Anak laki- laki lebih senang bermain di luar, bermain kasar dan
bertingngkah laku agresif, sedangkan anak perempuan lebih suka bermain yang
bersifat kesenian, bermain boneka atau menari.
Sementara
itu Hurlock (1978)mengemukakan beberapa pola perilaku dalam situasi sosial pada
awal masa kanak- kanak, yaitu sebagai berikut :
1. Kerja
sama
Anak
belajar bermain atau bekerjasama hingga usia mereka empat tahun. Semakin banyak
kesempatan yang mereka miliki untuk melatih keterampilan ini, semakin cepat
mereka belajar dan menerapkannya secara nyata dalam kehidupannya.
2. Persaingan
Persaingan
ini dapat mengakibatkan perilaku baik atau burukpada anak. Jika anak
melakukannya karena merasa terdorong untuk melakukan sesuatu sebaik mungkin,
maka hal ini dapat berakibat baik pada prestasi dan pengolahan motivasinya,
namun jika persaingan dianggap sebagai pertengkaran dan kesombongan maka hal
ini dapat mengakibatkan timbulnya sosialisasi yang buruk.
3. Kemurahan
hati
Kemurahan
hati merupakan perilaku kesediaan untuk berbagi dengan anak lain. Jika hal ini
meningkat pada perilaku mementingkan diri sendiri akan berkurang. Perilaku
kemurahan hati sangat disukai oleh lingkungan sehingga menghasilkan penerimaan
sosial yang baik.
4. Hasrat
Akan Penerimaan Sosial
Jika
anak memiliki hasrat yang kuat akan penerimaan sosial, hal ini akan mendorong
anak untuk melakukan penyesuaian sosial secara baik.
5. Simpati
Seorang
anak belum mampu melakukan simpati sehingga mereka pernah mengalami situasi
yang mirip dengan duka cita. Mereka mengekspresikan simpati dengan berusaha
menolong atau menghibur seseorang yang sedang bersedih.
6. Empati
Merupakan
kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain serta menghayati
pengalaman orang tersebut. Hal ini hanya akan berkembang jika anak telah dapat
memahami ekspresi wajah orang lain atau maksud pembicaraan orang lain.
7. Ketergantungan
Kebutuhan
anak akan bantuan, perhatian, dan dukungan orang lain membuat anak
memperhatikan cara- cara berperilaku yang dapat diterima lingkungannya. Namun,
berbeda dengan anak yang bebas, ia cenderung mengabaikan ini.
8. Sikap
ramah
Seorang
anak memperlihatkan sikap ramah dengan cara melakukan sesuiatu bersama orang
lain, membantu teman, dan menunjukan kaish saying.
9. Meniru
Anak-
anak melakukan peniruan terhadap orang- orang yang diterima baik oleh
lingkungannya. Dengan meniru anak- anak mendapatkan respons penerimaan kelompok
terhadap diri mereka.
10. Perilaku
kelekatan
Berdasarkan
pengalamannya pada masa bayi, tatkala anak merasakan kelekatan yang hangat dan
penuh cinta kasih bersama ibunya, anak mengembangkan sikap ini untuk membina
persahabatan dengan anak lain.
D. Tahapan
Penerimaan Sosial
Salah
satu perkembangan sosial yang dialami anak adalah proses penerimaan sosial.
Pengalaman ini akan membekali anak dalam melakukan penyesuaian diri di
lingkungan sosialnya. Fungsi teman sangat penting dalam mengembangkan
keterampilan ini. Menurut Hetherington (1987) fungsi teman ini diantaranya
adalah membantu anak belajar mematuhi aturan- aturan melalui bermain, menjadi
sumber informasi, teman berfungsi sebagai pendorong perilaku positif atau
negative bagi anak.
Berkebnaan
dengan penerimaan sosial ini, Hurlock (1991) mengemukakan beberapa tahapan
(stage) dalam penerimaaan oleh kelompok teman sebaya, adalah sebagai berikut :
1. A
Reward – Cost Stage
Pada
saat ini ditandai dengan adanya harapan yang sama, aktivitas yang sama dan
kedekatan. Biasanya pada anak kelas 2 dan 3, tetapi belum mendalam.
2. A
Normative Stage
Pada
stage ini ditandai oleh dimilikinya nilai yang sama, sikap terhadap aturan, dan
sanksi yang diberikan. Biasanya terjadi pada anak kelas 4 dan 5.
3. An
Emphatic Stage
Pada
stage ini dimilikinya pengertian, pembagian minat, self disclosure adanya kedekatan
yang mulai mendalam. Biasanya di atas kelas 6.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar