welcome

selamat datang selamat membaca dan semoga bermanfaat

Selasa, 11 Juni 2013

Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak




BAB I
PEMBUKA
A.    Latar Belakang
Perkembangan kecerdasan sosial emosional pada anak sering di anggap penting dalam masa perkembangan anak yang disebut golden age. Dalam mengembangkan kecerdasan sosial emosional anak guru atau orang dewasa harus dapat menyesuaikan stimulus yang akan diberikan pada anak usia dini.

B.     Masalah Penulisan
1.      Pengertian kecerdasan sosial emosional ?
2.      Bagaimana cara memberikan stimulus yang sesuai dengan kematangan dan perkembangan anak ?

C.    Tujuan
Penulis bertujuan untuk menambah pengetahuan, wawasan untuk pembaca tentang perkembangan anak dan cara memberikan stimulus yang sesuai untuk meningkatkan perkembangan kecerdasan sosial emosional anak.









BAB II
ISI
Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak
A.    Kecerdasan Sosial Emosional Pada Anak
Kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Tiga unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari:
a.       kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri).
b.      kecakapan sosial (menangani suatu hubungan).
c.       keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain).
Beberapa indikator yang dapat mendeskripsikan kualitas kecerdasan social emosional pada anak, adalah sebagai berikut:
a.       Empati (melibatkan perasaan orang lain).
b.      Mengungkapkan dan memahami perasaan.
c.       Mengalokasikan rasa marah.
d.      Kemandirian.
e.       Kemampuan menyesuaikan diri.
f.       Perasaan disukai atau tidak.
g.      Kemampuan memecahkan masalah antarpribadi.
h.      Ketekunan.
i.        Kesetiakawanan.
j.        Kesopanan.
k.      Sikap hormat.

B.     Strategi Mengorganisasi Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak
Strategi memiliki pengertian bagaimana menyiasati atau menentukan berbagai tindakan yang dianggap efektif dalam mencapai suatu tujuan secara gemilang. Agar para guru tidak tergelincir pada penyediaan lingkungan belajar yang kurang sesuai atau bahkan keliru maka khusus pada bidang pengembangan kecerdasan emosi diberikan sejumlah pedoman yang selayaknya diperhatikan, yakni sbb:
1.      Kegiatan mengorganisasikan berdasarkan kebutuhan, minat dan karakteristik perkembangan anak yang menjadi sasaran pengembangan kecerdasan emosi.
2.      Kegiatan yang diorganisasikan bersifat holistik ( menyeluruh ).
3.      Kegiatan diorganisasikan sesuai dengan tuntutan kondisivitas pengembangan kecerdasan emosi, diantaranya dikondisikan dalam suasana kekeluargaan, suasana yang penuh kasih sayang, suasana yang penuh kesejukan dan kedamaian, tetapi tetap dapat menempatkan setiap komponen secara bertanggung jawab atas setiap peran yang dipegangnya.
4.      Kegiatan diorganisasikan pada suasana yang dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan gagasan-gagasannya, memberikan kesempatan pada anak untuk memberikan masukan dalam pengambilan keputusan.
5.      Tugas guru diarahkan untuk membimbing dan memfasilitasi bukan untuk mengatur berbagai prilaku secara otoriter.
6.      Peraturan kelas dorganisasikan secara jelas batas-batasnya sehingga tumbuh kesadaran untuk menaatinya secara utuh dan bertanggung jawab.
7.      Pembimbingan dan kegiatan memfasilitasi dilakukan dengan penuh kasih sayang sehingga dapat mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat dan mampu bersosialisasi dan berkomunikasi.
8.      Organisasi kegiatan juga memberikan kesempatan dan menganjurkan agar orang tua dapat berpartisipasi dengan anak-anaknya dalam kegiatan sekolah.
9.      Komunikasi dan hubungan yang di bangun harus menciptakan suasana yang tidak menuntut penilaian tapi menarik, menggairahkan, dan menunujukan penerimaan sehingga dapat memberi landasan memadai dalam pertumbuhan sosial dan emosi.
Tindakan yang dianjurkan oleh Tartila Tarsusi (1997) dan oleh Zirly Fera Jamil (2002), terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan atau pembelajaran emosi pada anak prasekolah, diantaranya berikut ini:
1.      Menjadi contoh yang baik.
2.      Mengajarkan pengenalan emosi.
3.      Menanggapi perasaan anak.
4.      Melatih pengendalian diri.
5.      Melatih pengelolaan emosi.
6.      Menerapkan disiplin dengan konsep empati.
7.      Melatih keterampilan komunikasi.
8.      Mengungkapkan emosi dengan kata-kata.
9.      Memperbanyak permainan dinamis.
10.  Memperdengarkan musik indah dengan ritme teratur.
11.  Marah, sedih, cemas bukan hal tabu.
12.  Menyelimuti dengan iklim positif.
Untuk memahami kedua belas hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan atau pembelajaran emosi pada anak prasekolah, berikut ini akan diuraikan secara singkat.
1.      Menjadi contoh yang baik
Untuk menjadi contoh bagaimana mengelola emosi yang baik, guru harus menguasai bidang yang sedang diajarkan. Asalah kecerdasan emosi guru secara terus-menerus melalui berbagai pengalaman sehari-hari.
2.      Mengajarkan pengenalan emosi
Kemampuan memahami perasaan sendiri membuat orang memiliki kepekaan tinggi dalam pengambilan keputusan, juga dalam beberapa hal lain.
3.      Tanggapi perasaan anak
Apabila setiap perasaan anak didengarkan dan ditanggapi secara pas, anak akan merasa bahwa dirinya merupakan sosok yang penting dimata orang tuanya.
4.      Melatih pengendalian diri
Pada mereka diberikan dua pilihan, boleh langsung mengambil satu permen yang enak lalu keluar ruangan, atau menunggu beberapa menit dan bisa mendapatkan dua permen.
5.      Melatih pengelolaan emosi
Kemarahan hendaknya jangan dikubur tanpa diberi saluran karena hasilnya adalah timbunan yang bisa meledak secara dahsyat. Namun, membiarkan setiap kemarahan langsung tersalur begitu saja juga tidak tepat. Memang, mengelola emosi secara pas baik itu kemarahan atau kegembiraan sungguh tidaklah mudah. Tidak tercipta begitu saja, mesti melalui proses panjang dan intensif. Sekali terkuasai maka kemampuan ini akan sungguh melicinkan jalan anak menuju masa depan. Keterampilan ini membuang kemungkinan terjadinya hal-hal yang tak mengenakkan dan merugikan karena kegagalan mengelola emosi.
6.      Menerapkan disiplin dengan konsep empati
Orang yang berempati akan lebih mampu menangkap sinyal sosial tersembunyi tentang kebutuhan dan keinginan orang lain. Sinyal ini bisa ditangkap lewat nada suara, raut wajah, dan hal nonverbal lainnya.
7.      Melatih kemampuan komunikasi
Kemampuan dibidang ini, seperti menyatakan gagasan, perasaan, dan konsep kepada orang lain, kemampuan bergaul dan menyesuaikan diri harus dilatih sejak dini.
8.      Mengungkapkan emosi dengan kata-kata
Anak yang tidak bisa mengungkapkan diri bahwa dia sesungguhnya “merasa cemburu karena mainan adik atau temannya lebih bagus”, bisa jadi akan bertindak agresif, dengan merusakkan mainan adik/ temannya atau memukul orangnya. Bila anak kelihatan uring-uringan, murung, takut atau justru bersemangat, tanyakan bagaimana perasaannya saat itu dan arahkan agar anak mampu membuat ungkapa tentang emosinya saat itu.
9.      Memperbanyak permainan dinamis
Permainan-permainan sederhana dari “masa lalu” seperti lompat tali, bermain gundu dengan teman, main kucing-kucingan, sesungguhnya lebih mencerdaskan emosi anak. Mengasah kemampuan bekerja sama, jujur dan percaya diri. Permainan yang melibatkan beberapa anak akan mempertajam kemampuan bersosialisasi anak, juga bisa menguji daya tahan emosi anak selama proses bermain. Dengan permainan yang dinamis, amak belajar memusatkan perhatian lebih pada proses yang baik, bukan pada hasil akhir. Kalau keadaan menerima kemenangan dan kekalahan sering berlangsung dan dirasakan, anak tidak akan terkaget-kaget lagi dengan kondisi apapun. Emosi anakpun menjadi bisa terkontrol. Saat kalah ia tidak frustasi, ketika menangpun tidak gembira berlebihan.
10.  Musik indah dengan ritme teratur
Penelitian membuktikan bahwa musik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Inteligent Quotient) dan EI (Emotional Inteligent) seseorang. Seseorang yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan emosi dan inteligensinya dibandingkandengan anak yang jarang mendengarkan musik. Namun, yang dimaksud disini adalah irama dan nada-nada yang teratur yang didapat dari perpaduan yang seimbang antara heat, ritme, dan harmoni. Beat dapat mempengaruhi tubuh, ritme dapat mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni mempengaruhi “roh”. Contohnya dalam suatu konser, sudah dapat dipastikan bahwa tidak ada satu penontonpun atau pemusiknya yang tidak bergerak. Semuanya bergoyang, bahkan kadang lepas kontrol.
11.  Marah, sedih dan cemas bukan hal tabu
Mencerdaskan emosi anak bukan berarti orang tua atau guru harus selalu tampil “sempurna”. Sesekali berselisih dengan pasangan, merasa sedih dan kecewa, atau merasa cemas di depan anak-anak tidak menjadi soal sepanjang mereka juga melihat bagaimana cara anda menyelesaikan semua persoalan itu secara cerdas. Bisa jadi suatu ketika anda bersitegang dengan pasangan tentang pekerjaan rumah yang tidak beres sehingga akhirnya anada berdua mencapai kesepakatan, anada berdua lalu saling meminta maaf, tersenyum dan berpelukan.
12.  Selimuti dengan iklim positif
Iklim positif seperti kegembiraan, harapan, kasih sayang memberikan dampak yang sungguh positif. Rasa tawa bahagia, menolong kita berpikir dengan wawasan yang lebih luas dan memungkinkan kita bernegosiasi lebih bebas, juga membantu kita menjadi lebih peka pada beragam hubungan, juga harapan.

C.     Pengalaman dan Lingkungan Menentukan Perkembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak
John Lock (singgih, 1982) mengemukakan bahwa pengelaman dan lingkungan anak merupakan faktor yang paling menentukan dalam perkembangan anak. Isi kejiwaan anak ketika dilahirkan adalah ibarat secarik kertas yang masih kosong, artinya bagaimanapun nantinya dan corak kertas tersebut bergantung pada cara kertas ditulisi.
Guru sebagai orang yang memiliki kewenangan untuk menulis pengelaman dan pengelola lingkungan bagi anak didiknya harus bekerja secara hati-hati. Terdapat sejumlah bahaya jika guru keliru memfasilitasi perkembnagn sosial emosional anak (hurlock, 1980), diantaranya adalah sebagai berikut ini.
1.      Pembicaraan atau perilaku anak tidak populer
Pembicaraan atau perilaku anak tidak popular diantara teman-teman sebaya, ia tidak hanya merasa kesepian, tetapi yang terpenting ia kurang mempunyai kesempatan belajar berperilaku sesuai dengan harapan teman-temannya.
2.      Anak yang dipaksa justru berindak berlebihan
Anak yang secara keras dipaksa untuk bermain sesuai dengan jenis kelaminnya akan bertindak secara berlebihan dan ini menjengkelkan teman-teman sebaya. Misalnya, laki-laki berusaha untuk bersikap, seperti jantan dan agresif dalam bermain sehingga terjadi pertentangan dengan teman-temannya, akibatnya ia ditolak kelompoknya.
3.      Hadirnya binatang peliharaan
Penggunaan binatang peliharaan atau teman khayalan untuk mengimbangi kurangnya teman hanyalah penyelesaian sementara saja terhadap masalah anak kesepian, dengan demikian sosialisasi anak menjadi sangat sedikit.
4.      Dorongan orang tua untuk menghabiskan waktunya dengan teman-temannya
Kalau anak menjadi terbiasa mempunyai teman diwaktu hendaknya bermain maka saat seorang diri ia tidak dapat mengembangkan kemampuan untuk menghibir diri.

D.    Meningkatkan peran Pembelajaran Untuk Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak
Perkembangan sosial emosional adalah perkambangan perilaku anak dalam pengemdalikan dan menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dimana anak itu berada. Dengan demikian, anak dapat meningkatkan peran dan aktualisasi diri sesuai gendernya, sebab pada masa prasekolah anak memahami perannya sebagai anak laki-laki dan perempuan.

1.      Arah pembelajaran sosial emosiaonal bagi anak prasekolah
Beberapa arag pengembangan sosial emosional yang ditunjukan pada hasil belajar anak antara lain seperti:
a.       Mampu melakukan hubungan dengan orang lain;
b.      Terbiasa untuk bersikap sopan-santun;
c.       Mampu mematuhi peraturan dan disiplin dalam kehidupan sehari-hari;
d.      Mampu menunjukkan reaksi emosi yang wajar.
Keempat kemampuan tersebut dengan diikuti indikator-indikator, yaitu :
a.       Tenggang rasa terhadap orang lain;
b.      Bekerja sama dengan teman;
c.       Mudah bergaul/berinteraksi dengan orang lain;
d.      Mengenal dirinya sendiri;
e.       Mulai dapat berimajinasi atau bermain pura-pura;
f.       Mulai berkomunikasi dengan orang yang sudah dikenalnya;
g.      Mulai bermain memisahkan diri dari orang tuanya terutama ibu;
h.      Aktif bergaul dengan teman;
i.        Mulai mengikuti aturan permainan;
j.        Meniru kegiatan orang dewasa;
k.      Menjadi ekstrem dan keras kepala;
l.        Memetuhi peraturan yang ada;
m.    Mulai mengenai konsep benar dan salah;
n.      Mau berbagi dengan teman;
o.      Mau bermain dengan teman sebaya;
p.      Berani dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar;
q.      Merasa puas atas prestasi yang dicapai;
r.        Mulai dapat mengendalikan emosi;
s.       Menunjukkan reaksi emosi yang wajar karena, marah, senang, sakit, takut, dan sebagianya;
t.        Manjaga keamanan diri.
Peter Salovey dan John Mayer (1990), sasaran pengembangan sosial emisoanal adalah untuk membantu meningkatkan kualitas-kualitas emosi yang penting bagi suatu keberhasilan anak. Mereka memerinci setidaknya terdapat sebelas indikator, yaitu :
a.       Kualitas empati (melihat perasaan orang lain);
b.      Kualitas dalam mengungkapkan dan memahami perasaan;
c.       Kualitas dalam mengalokasikan rasa marah;
d.      Kualitas kemandirian;
e.       Kualitas dalam kemampuan menyesuaikan diri;
f.       Kulitas disukai atau tidak;
g.      Kualitas dalam kemampuan memecahkan masalah anarpribadi;
h.      Kualitas ketekunan;
i.        Kualitas kesetiakawanan;
j.        Kualitas kesopanan:
k.      Kualitas sikap hormat;
Uraian di atas merupakan sasaran pengembangan emosional yang sifatnya menyatu, apabila dipilah-pilah dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.       Arah pembelajaran sosial anak
1)      Membantu pencapaian kematangan dalan hubungan sosial
2)      Membantu kemampuan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama)
3)      Membantu kemampuan dalam memperluas hubungan anak dengan masyarakar (mulai dari teman sebaya hingga yang lebih luas)
b.      Arah pembelajaran emosi anak
1)      Membantu perolehan kemampuan mengendalikan diri atau mengontrol ekspresi emosi
2)      Membantu mengendalikan emosi diri sendiri
3)      Membantu kemampuan memotivasi diri
4)      Membantu mengendalikan emosi orang lain
5)      Membantu kemampuan membina hubungan dengan orang lain

2.      Cara anak mendapatkan pengalaman sosial emosional
a.       Trial & error
Trial and error, yaitu belajar dengan cara coba-ralat. Individu mendaptkan intisari pembelajaran berdasarkan pada pengelaman yang dialaminya secara langsung.
b.      Imitasi
Imitasi, yaitu proses belajr anak dengan cara meniru dari langkungan.
c.       Conditioning
Conditioning merupakan proses belajar anak dengan cara mengkondisikan reaksi-reaksi emosi tertentu dalam dirinya.

3.      Prinsip-prinsip dalam membantu pengembangan sosial emosional anak
Pengendalian emosi (emotional control), menitik beratkan pada penekanan reaksi yang tampak terhadap rangsangan yang menimbulkan emosi. Mengapa bantuan itu menjadi penting, setidaknya didasarkan atas 2 alasan, yaitu sebagai berikut.
a.       Kelompok sosial mengharap semua anak dapat belajar mengendalikan emosi.
b.      Apabila suatu pola ekspresi emosi telah dipelajari, ,aka sukar untuk mengendalikannya bahkan lebih sukar lagi untuk menghilangkannya.
Menurut Maurice J. Ellias, dkk (1999) bahwa sejumlah prinsip badapt dijadikan pegangan atau penuntun dalam membantu anak-anak dalam pengembangan kecerdasan emosi dan peningkatan keterampilan sosialnya, yaitu meliputi 3 kelompok.
a.       Prinsip-prinsip keseharian
1)      Memberi teladan
2)      Mengingatkan dan menunjukkan keterampilan yang baru dipelajari
3)      Paraphrading adalah menginagtkan kembali dengan kalimat sendiri
b.      Teknik-teknik bertanya
1)      Mengajukan pertanyaan terbuka
a)      Pertanyaan kausal, “mengapa kamu memukulnya?”
b)      Pertanyaan pilihan berganda, “kamu memukulnya karena dia mengganggu, karena dia mengambil mainan atau karena kamu sedang marah disebabkan sesuatu yang lain?”
c)      Pertanyaan benar-salah, “apa kamu memukulnya, ya atau tidak?”
d)     Pertanyaan terbuka, “apa yang terjadi antara kalian berdua?”
2)      Dua pertanyaan berurutan dimana aturannya sedrhana
3)      Teknik colombo, aspek penting colombo adalah sikap persahabatan
c.       Kiat-kiat jangka panjang
1)      Kesabaran dan kegigihan
2)      Keluwesan dan kreativitas
3)      Penyesuaian dengan
4)       Perkembangan










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
2.      Strategi memiliki pengertian bagaimana menyiasati atau menentukan berbagai tindakan yang dianggap efektif dalam mencapai suatu tujuan secara gemilang.
B.     Saran
Guru atau orang dewasa harus dapat memberikan stimulus yang sesuai dalam perekembangan kecerdasan sosial emosional anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar